
(2) Istri macam apa?
Suara Ayam yg berkokok terdengar nyaring di luar sana. Sedikit cahaya pagi memasuki celah kamar sepasang kekasih yg baru menikah. [Nama] mengerjapkan matanya, mengubah posisinya menjadi duduk. Ayam-ayam itu sangat berisik membuat dia terbangun. Matanya masih tampak mengantuk, membuat dia bingung apakah ini masih di mimpi atau bukan. Pasalnya dia ada di kamar, dengan cowok berambut coklat dengan sedikit helaian putih.
Cowok itu masih tertidur dengan lelap di bawah selimut. [Nama] menoel-noel wajahnya untuk memastikan. "Apa ini? Kenapa dia mirip dengan Hali? Apa aku masih bermimpi?"
Karena cowok itu tidak bangun-bangun juga meskipun [Nama] sudah menganggu nya, membuat gadis itu mengangguk sambil tersenyum. "Ya .. ini pasti mimpi. Itu artinya ini lucid dream. Kalo begitu, pasti tidak papa kan? Kalo aku menghajar cowok ini?"
[Nama] terkekeh. Wajahnya benar-benar mengerikan dengan seringai jahat. "Hehe ... kapan lagi aku bisa dapat lucid dream seperti ini, aku tidak boleh menyia-nyiakannya." Tanpa pikir panjang, [Nama] langsung memukul kepala cowok itu dengan tangannya. Menumpahkan semua kekesalannya walaupun hanya di mimpi. Tak berhenti di situ, ia bahkan mencolok hidung Hali dengan jarinya membuat yg punya hidung terbangun sambil berteriak.
"Akkhh!!"
"Eh?" [Nama] menatap dengan wajah ngelag, ia mundur sedikit menatap cowok itu. Hali menatapnya dengan tatapan seram, mendesis dengan alis yg berkerut kentara. Selimut yg tadi menutupi tubuhnya turun membuat perut atletis nya itu terlihat.
Mata [Nama] melirik ke atas ke bawah. Menatap wajah Hali, lalu turun lagi. Setelah itu barulah ia sadar, berteriak. "Aaaaa!! Kenapa kau bertelanjang dada, bego?!"
'bruk!'
Sungguh malang nasib Hali. Sudah di pukul dengan keras, hidungnya di colok, sekarang dia juga di dorong oleh istrinya sendiri sampai jatuh dari ranjang. [Nama] mencubit tangannya, memastikan apakah ini mimpi atau bukan, dan ternyata bukan, ini sangat nyata.
Nafas [Nama] terasa sesak, ia menatap Hali yg masih terbaring di lantai dengan tatapan tajam. "Kenapa aku ada di sini, huh?! Padahal malam tadi aku tidur di sofa! Kau juga kenapa ada di sampingku?! Jangan bilang kau tidur denganku semalaman ini?!"
Hali mendengus. Ia berdiri dan langsung di lempari bantal oleh [Nama]. "Tutupi dada mu itu, sialan! Apa kau melakukan sesuatu malam tadi, huh?!"
Hali menghela nafas, mengambil bajunya yg ada di bahu ranjang. "Aku tidak melakukan apapun padamu."
Gadis itu mengernyitkan dahi. Menatap dengan kesal. "Kalo kau tidak melakukan apapun, kenapa aku ada di sini?! Kenapa kau tidur di samping ku dengan bertelanjang dada?! Kau pikir aku bodoh!?"
"Sudah ku bilang aku tidak melakukan apapun! Kau ada di sini, karena aku kasihan padamu, kau kedinginan saat tidur di sofa. Soal aku yg tidak memakai baju ku, itu karena aku kepanasan!" Hali ikut meninggikan suaranya. Lagipula Itu sudah jadi kebiasaannya ketika tidur tidak memakai baju.
Malam itu pukul 11 lewat 20 menit, Hali keluar dari kamarnya untuk mengambil air. Cahaya rembulan yg terpantul dari kaca menuju sofa mengalihkan perhatiannya. Hali melangkah ke sana, menatap istrinya yg tertidur dengan selimut apa adanya. Tubuhnya menggigil, Hali menatap dengan datar.
"Sudah ku bilang dia akan kedinginan jika tidur di sini. Dasar keras kepala." Cowok itu berjongkok, menatap [Nama] sambil sedikit memainkan rambut perempuan tersebut. Rambut gadis itu sangat harum dengan aroma bubble gum dan campuran mint. Hali menghela nafas, menghentikan kegiatannya lalu mengangkat [Nama] dengan perlahan, menggendongnya di depan menuju kamar. Bagaimanapun juga, ia tidak bisa melihat istrinya kedinginan di luar sana.
Hali membaringkannya dengan perlahan di tempat tidur. Niatnya ia akan tidur di sofa menggantikan [Nama], tapi karena rasa kantuk itu terlalu kuat, tanpa ia sadari cowok itu ikut berbaring di kasur yg sama dan tertidur dengan lelap.
Hali menceritakan semuanya kecuali tentang dia yg memainkan rambut [Nama], hanya saja gadis itu bebal. "Aku tidak percaya dengan ucapan mu itu! Cowok itu nafsunya sangat kuat, kau pasti sudah melakukan sesuatu 'kan!?"
Hali menepuk jidatnya, menghela nafas dengan kasar. Jika [Nama] bukan istrinya, sudah di pastikan perempuan ini sedari tadi ia lempar. "Astaga ... sudah ku bilang aku tidak melakukan apapun. Kalo kau tidak percaya, cek saja tubuhmu itu!"
[Nama] langsung berlari ke kamar mandi. Mengamati tubuhnya dengan teliti. Tubuhnya mulus, tidak ada bekas sama sekali, itu membuktikan kalo Hali tidak melakukan apapun. [Nama] menghela nafas lega, tak lama kemudian ia berjalan keluar dan mendapati tatapan datar dari suaminya.
"Lihat, aku tidak melakukan apapun, bukan?"
[Nama] membuang muka.
"Apa tidak ada yg mau kau katakan padaku?" tanya Hali. Istrinya mengernyitkan dahi karena tidak mengerti.
"Memangnya apa yg harus ku katakan?"
"M-a-a-f." Hali mengeja kalimat itu satu persatu, seolah mengajari anak TK agar bisa membaca. [Nama] terkekeh sinis, menggeleng.
"Gak sudi!" jawabnya lalu langsung berjalan keluar sambil membanting pintu. Hali hanya bisa menatapnya dengan datar. Duduk di atas ranjang sambil menghela nafas. "Ha ... kenapa aku bisa terikat takdir dengan gadis itu?
---
"Kau mau ke mana?" tanya Hali. Ia menatap istrinya yg tengah sibuk memakai sepatu.
"Mau kuliah." [Nama] menjawabnya dengan malas. Hali mengernyitkan dahi lalu sedikit mengikis jarak di antara mereka, tapi gadis itu langsung menjauh sambil terus menatap ke bawah. "Jaga jarak. Mulai sekarang kau tidak boleh dekat-dekat denganku."
"Bukannya sudah dari dulu, dia melarang ku untuk dekat-dekat dengannya?" Hali memutar bola mata, menatap [Nama] dengan datar. "Kenapa kau tidak mengambil libur?"
"Mengambil libur karena kita baru menikah? Haha, yg benar saja. Aku lebih memilih kuliah 24 jam daripada harus berada di rumah denganmu."
"Halo Hali, ada apa?"
Mendengar suara itu membuat [Nama] langsung menoleh ke belakang. Itu suara ayahnya. Rupanya Hali yg sudah menelpon Aarav.
Gadis itu berdiri dengan tatapan kaget. Langsung bergerak cepat untuk mengambil ponsel tersebut, tapi Hali langsung menahannya dengan memegangi kepala [Nama] membuat gadis itu tidak bisa mendekat. "Halo Ayah, maaf mengganggu pagi-pagi."
"Tidak pa-pa, tengah malam pun kau menelpon ku pasti akan ku angkat. Jadi ada apa? Apa [Nama] membuat masalah?"
"Ya ... [Nama] bilang dia mau kuliah hari ini."
"Dasar tukang adu! Cepat matikan telpon itu!" [Nama] berbicara dengan pelan, tapi tetap saja wajahnya memancarkan kemarahan.
"Apa? Kenapa [Nama] mau kuliah? Katakan padanya untuk libur dulu beberapa hari! Kau mendengar nya [Nama]? Kau baru menikah, seharusnya kau diam saja dulu di rumah, menemani suamimu! Hali juga libur dari pekerjaannya. Istri macam apa, kamu?"
Hali melirik istrinya sambil tersenyum remeh. Sekarang kekesalan gadis itu semakin meluap-luap seakan bisa meledak kapan saja. "Berikan ponsel itu padaku!" [Nama] berdesis, tatapannya benar-benar tajam. Hali menyerahkan handphone itu karena berpikir kalo istrinya mau bicara dengan Aarav, tapi gadis itu malah langsung mematikan handphone nya tanpa rasa takut.
"Wah ... rupanya kau anak yg durhaka, ya." Hali melipat kedua tangan di dada. [Nama] hanya berdecak dan melempar hp itu ke sofa.
Hali berjalan ke sofa tersebut, menyimpan handphone nya dan menyalakan tv. "Cepat masak sarapan untukku, aku lapar."
[Nama] mengernyitkan dahi, meletakkan satu tangannya di pinggul. "Ogah! Masak aja sendiri. Kau pikir aku pembantu mu?"
"Kau istriku, bukan pembantu. Kenapa? Kau tidak bisa memasak?" tanya Hali dengan senyum remeh, [Nama] tersentak, wajahnya sedikit memerah sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Rupanya benar, kau tidak bisa masak. Payah. Kau kalah denganku."
Gadis itu kembali menatap Hali, alisnya berkerut kesal. "Aku bisa masak, kok!"
"Benarkah? Kalo begitu cepat masak sana."
[Nama] mendengus. Berjalan menuju dapur sambil terus menggerutu.
"Masak yg enak."
"Diem, bawel!"
Hali tersenyum tipis, mngembalikan tatapannya lagi ke tv. Dia benar-benar suka menggoda gadis itu entah kenapa. Padahal ketika orang lain melihat [Nama] marah, mereka sangat ketakutan karena benar-benar menyeramkan. Tapi berbeda di pandangan Hali. "Dia kalo marah seperti kelinci."
---
"Selesai," ucap [Nama] dengan malas. Beberapa makanan tersaji di meja makan. Hali berjalan menghampiri istrinya, menatap makanan itu dengan sedikit kaget. Ya ... karena makanan nya sangat ... ah, bagaimana ya, sepertinya lebih bagus biskuit Yaya daripada nasi goreng dan telur dadar buatan [Nama].
Nasi goreng itu sedikit hangus, baunya tidak enak. Dan telur dadar nya malah jadi orak-arik. Tampilan nya benar-benar buruk. "Kau mau meracuni ku?"
Wajah [Nama] memerah, ia benar-benar malu. "Argh! Makan saja, aku sudah susah payah membuat nya, tau!"
Hali menatap ke arah dapur, benar-benar berantakan. Beberapa telur pecah menghiasi keramik putih, butiran nasi ikut menghiasi lantai tersebut. Ah, pokoknya benar-benar parah. "Seperti nya badai menghancurkan dapur kita, ya," ucap Hali, kemudian ia duduk di kursi makan. [Nama] hanya bisa mengepalkan tangannya, memilin bibir. Kenapa ia jadi gugup melihat Lintar yg mencoba masakannya?
Jujur saja, sudah lama sekali [Nama] tidak memasak selain makanan instan.
Hali mencoba telur itu sedikit, karena cuma itu yg seperti nya layak untuk di makan. Setelah menelannya, cowok itu berdiri lalu mengusap kepala [Nama] sebentar. "Kau sudah bekerja keras, kita beli makanan di luar saja," ucapnya dengan wajah datar, lalu berjalan ke kamar untuk mengambil dompet. [Nama] mengernyit, ia mencoba telur buatannya itu juga dan seketika langsung mual.
"Hoeek! kenapa manis banget?! Perasaan tadi aku masukin garam, bukan gula."
Hali terkekeh kecil mendengar hal tersebut. Ada-ada saja istrinya itu.
[Bersambung]
Kebanyakan cerita Zara itu cewenya gak bisa masak, karena mengambil sifat dari Zara sendiri yg kagak bisa masak. Wkwk.
Waktu itu Zara coba-coba buat bakwan, tampilannya bagus, tapi rasanya ... astagfirullah, gak enak banget! Asin, asem, manis, pokoknya rasanya campur aduk. Saingan biskuit Yaya, nih. Mau nyoba, gak? Tapi kalo masuk RS gak tanggung jawab xD.
Hehe ... maafkan Zara yg sudah curhat di sini. Terimakasih sudah membaca cerita ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro