Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Sepi

"DIA?"

Semua orang menoleh ke sumber suara dengan tatapan kesal dan ingin tahu. Kesal lantaran suara itu mengganggu aktivitas mereka, dan juga ingin tahu siapa orang yang gadis mungil itu sebut dengan 'Dia'.


"Itu, kan, gadis yang di UKS tadi?" David bertanya dengan pandangan terarah ke arah Sila. Erik dan Nizam pun begitu. Mereka menoleh dengan pandangan ingin tahu.

"Eh, iya." Erik menyahut. Pandangannya beralih ke arah Nizam. "Lo sebenarnya ada hubungan apa, sih, sama itu cewek?"

Nizam mengedikkan bahu. "Dia cewek aneh yang pernah gue tabrak waktu itu," jelasnya.

"Aneh?" beo keduanya.

"Eh, ralat. Lebih tepatnya cewek gila!" ketus Nizam sembari mendengkus. "Masa gue yang gantengnya sebelas dua belas sama Chanyeol gini dikatain tower sama dia?"

"Dih!" Serentak Erik dan David menoyor kepala Nizam.

"PD tingkat dewanya kumat, anjir! Nyesel gue." David mendengkus sambil memalingkan mukanya ke arah pintu kantin. Tiba-tiba sebuah seringain muncul di bibirnya. "Obat percaya diri berlebihan lo dateng, tuh! Mampus!"

Nizam ikut memperhatikan arah pandang David. Seketika matanya melebar. Cowok itu mencoba berdiri dan ingin segera lari. Namun ...

"My Honey Izaaam!"

Terlambat. Orang itu sudah terlebih dahulu melihat wajahnya. Apakah ini yang dinamakan karma?

🚀

Televisi di ruang tamu bernuansa abu itu tengah menayangkan animasi si kembar botak yang tengah asyik mengerjai kakaknya. Sesekali suara tawa serta celetukan asal ikut berpadu bersama suara ramai dari benda mati itu.

"Ma, itu kalo si Upin dikasih kumis, kayaknya bakal ganteng deh, Ma."

Sila masih asyik sendiri mengomentari animasi anak kecil berkepala botak itu. Sesekali tangannya bergerak merogoh atoples berisi keripik singkong yang berada di pangkuannya untuk kemudian disuapkan ke dalam mulut.

"Terus kalo si Upin punya kumis dan jadi ganteng, mau kamu gebet?" cibir Patun, "dasar jomlo!" lanjutnya diikuti kekehan geli.

"Ih, Mama ...." Sila melirik mamanya dengan bibir mengerucut. "Sila ga ..."

Tok tok tok ...

Ucapan Sila terpotong oleh suara ketukan di pintu rumahnya. Membuat pandangan ibu dan anak itu seketika beralih ke sana.

"Pasti itu Bi Surti," tebak Patun, "masuk aja, Bi, pintunya nggak dikunci," lanjutnya kemudian dengan sedikit menaikkan volume suara.

Benar saja. Sesaat setelah teriakan Patun berakhir, Bi Surti datang membawa sebuah tas hitam berukuran sedang.

Bi Surti terlihat tersenyum ke arah mereka. "Buk, Non, Bibi langsung masuk kamar aja, ya? Mau naruh tas," ucapnya dengan tangan sedikit mengangkat tasnya.

Patun tersenyum. "Iya, Bi, langsung masuk kamar aja nggak papa. Kalo Bibi belum makan, itu masih ada lauk untuk Bibi."

"Eh, gak usah, Buk. Bibi udah makan tadi di rumah, jadi masih kenyang," tolak wanita berumur 53 tahun itu sembari menampilkan cengiran lebar.

Patun terkekeh. "Ya udah, nanti kalo laper lagi, makan lagi ya, Bi."

"Siap, Buk! Yaudah, Bibi masuk dulu ya ...," ujarnya, kemudian segera berlalu ke arah kamar yang sudah seperti kamarnya sendiri.

Sepeninggalnya Bi Surti, Sila segera menolehkan kepalanya ke arah Patun dengan wajah bertanya-tanya. "Kok Bi Surti ke sini, Ma?"

"Ha?" Patun menoleh bingung. Dahinya mengernyit seolah tengah mengingat sesuatu. "Oh, iya! Mama belum kasih tau kamu, ya? Haha, Mama lupa." Patun terkekeh.

"Besok, Mama ada meeting dadakan di luar kota. Berangkatnya pagi, sekitaran jam dua malem. Dan Mama di sana juga selama dua har--"

"Uhuk!" Sila yang kebetulan baru saja memasukkan keripik ke dalam mulut, mendadak tersedak setelah mendengar perkataan sang mama.

"Duh, kamu ini. Ini nih, minum." Patun segera menyodorkan air putih kepada Sila.

"Kok mendadak banget, sih, Ma?"

Patun menghela napas pelan. "Mama juga nggak tau. Tadi tiba-tiba sekretaris Mama telepon, dan bilang kalo kliennya pengen ketemu besok."

Tubuh Patun dibuat terkejut ketika Sila tiba-tiba memeluknya erat. Sila diam. Gadis cerewet itu mendadak diam seribu bahasa dengan tangan melingkar di tubuh Patun erat.

Tanpa banyak tanya, Patun balas memeluk tubuh Sila tidak kalah eratnya. Bahkan Sila tidak tahu kalau wanita di pelukannya itu tengah menangis di dalam hati. Batinnya sibuk memikirkan masa depan Sila, putri semata wayangnya itu agar tidak bernasib sama seperti dirinya.

Maaf, Sila, ini semua demi kebaikan kamu. Mama mau kamu kelak jadi orang yang sukses. Wanita karier yang hidup bahagia sama suami yang sayang kamu. Mama nggak mau kalau nanti kamu bernasib sama seperti Mama saat ini.

Setetes cairan bening meluncur tanpa permisi dari pelupuk mata Patun. Membuat wanita itu segera menghapusnya sebelum menimbulkan bekas.

Dua menit, lima menit, keduanya masih dalam posisi seperti tadi. Membiarkan suara televisi yang sudah berganti siaran itu menjadi suara satu-satunya di rumah ini, sebelum pada akhirnya, Patun mengurai pelukan keduanya. "Udah, ah. Jelek, tau. Udah jelek, makin tambah jelek kalo nangis!"

"Ih, Mama ... aku gak nangis, tau!"

"Dih, ngeles," cibir Patun. "Besok awas kalo kamu bawa masuk cowok ke rumah ini. Mama akan tarik kuping kamu biar kaya embek sekalian!" ujarnya sembari mendelik ke arah Sila.

"Ih, Mama. Emang aku cewek apaan bawa masuk cowok ke dalam rumah?"

Patun hanya tersenyum dengan tangan mencubit pipi Sila gemas. "Ya udah, gih, sana mandi. Bau bucuk!" Patun memegangi hidungnya dengan tangan mengibas-ngibas.

"Ih, kayak Mama udah mandi aja," ujar Sila, kemudian segera ngacir ke kamar. Tidak mau mendapat tarikan sayang untuk yang kedua kali di pipinya.

Patun yang melihat tingkah konyol anaknya hanya tersenyum sembari geleng-geleng kepala.

"Tetap ceria ya, Nak ... tetap menjadi gadis ceria yang seolah tidak memiliki beban apa-apa. Walau semesta belum mengizinkanmu menikmati itu, setidaknya kamu sudah berusaha mewujudkannya sendiri."

🚀

"Ma ...."

Patun yang sedang mengemasi barang-batang ke dal koper seketika dibuat kaget ketika tiba-tiba mendengar suara Sila. "Ih, kamu ini ... ngagetin Mama tau, nggak? Masuk tuh salam dulu, kali!" Patun menatap Sila yang sudah duduk di atas kasur dengan dahi mengernyit. "Ada apa?"

"Mm ... Sila hari ini boleh tidur sama Mama?"

Mendengar itu, Patun tampak seolah menimang-nimang jawabannya. "Hmm, boleh. Tapi tidurnya jangan usil!"

"Siap, bos!" Sila berdiri dengan tangan kanan berada di kening membentuk tanda hormat.

Kemudian tanpa menunggu aba-aba lagi, gadis bertubuh mungil itu segera melompatkan diri di atas kasur empuk yang sudah melambai-lambai di hadapannya.

"Eeehhh, jebol nanti, Silaaa! Kamu mau beliin kalo nanti kasurnya jebol?" Patun menatap Sila dengan kedua tangan berkacak pinggang.

"Hehe, sorry, Ma." Sila berkata sembari nyengir menampilkan watadosnya.

Patun sudah selesai packing. Wanita itu segera menyusul Sila ke atas tempat tidur. "Dah tidur!"

"Peluk," kata Sila dengan kedua tangan merentang.

Patun menggelengkan kepala pelan. Tangannya bergerak menarik Sila ke dalam dekapan. "Duh, manjanya anak mama ...."

Sila merapatkan diri ke tubuh sang mama. Bibirnya melengkungkan senyuman. "Good night, Mama."

"Night too, Dear."

Hening. Tidak ada lagi percakapan setelah kalimat itu terucap.

Sila tidak benar-benar tidur. Gadis itu menangis dalam diamnya. Memang tidak hanya kali ini ia ditinggal sendiri, bahkan sudah berkali-kali. Namun, rasanya masih sama, masih belum bisa terbiasa. Pa ... Papa di mana? Sila kangen.

🚀

Kriiing!

"Enghhh ... suara apaan, sih? Perasaan di kamar gue nggak ada jam wekernya, deh." Sila mengusap kedua matanya, kemudian melihat sekeliling kamar yang tengah ia tempati.

Seketika dia teringat. "Oh, iya, gue tidur di kamar mama tadi malam."

Tangannya bergerak mengambil jam weker yang dari tadi berbunyi. Pukul 06.47.

Satu ....

Du--

"Aaaa! Gue telat!" teriaknya ketika tersadar dengan keadaan. Tanpa ba-bi-bu cewek itu segera berlari sekuat tenaga ke dalam kamarnya.

Cuci muka - sikat gigi - dan tanpa mandi. Hanya memakai minyak wangi!

Gadis itu menyambar kunci motor dan tasnya yang ada di meja belajar lalu segera keluar kamar. "Bi Surti, Sila berangkat dulu, ya!"

Bi Surti yang tengah berada di dapur segera berlari ketika melihat Sila tiba-tiba keluar dari kamar. "Non Sila nggak makan dulu, Nooonn?" tanyanya dengan berteriak.

"Nggak, Bi. Udah telat!"

Sila mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Beruntung jalanan sepi. Kalau tidak, mungkin ia sudah absen sekolah dan malah isi presensi di rumah sakit.

Limabelas menit perjalanan, akhirnya Sila sampai di depan pintu gerbang SMA Kosong Satu. Melihat pintu gerbang yang sudah ditutup rapat, cewek itu akhirnya memarkirkan motornya di warung sebelah sekolah.

"Aduh ... udah digembok, lagi," monolognya saat melihat gembok yang menggantung di pintu gerbang.

"Lewat mana nih gue?" Cewek itu mondar-mandir di depan gerbang. Kepalanya celingukan ke penjuru arah, berharap keajaiban tiba-tiba datang kepadanya.

Ini pertama kalinya Sila telat berangkat sekolah. Cewek itu biasanya selalu disiplin, dan tepat waktu. Molor-molornya paling di jam tujuh kurang tiga menit. Tidak sampai terlambat.

Jadi, wajar jika Sila tengah dilanda panik akut saat ini. Kalau Mama Patun tahu Sila terlambat, bisa-bisa uang jajan yang biasanya limabelas ribu dipotong jadi sepuluh ribu. Aaa! Sila gak mau!

Saat Sila tengah berkutat dengan pikirannya yang melayang ke arah uang jajan, tiba-tiba hidungnya mencium aroma rokok di dekat tempatnya berdiri.

"Panik amat, Neng?"

🚀🚀🚀

Salam lup-lup
Wishasaaa ❤
23/10/2021

Bintangnya jangan lupa dipencet ya, Sayang😁😘
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro