Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Tragedi UKS

"Tolong jangan senyum. Senyum lo itu racun. Bisa bikin gue keinget lo mulu!"

- My Tower Boyfriend -

"Ibu kuntiii!" Suara jeritan Erik menggema di seluruh ruang UKS-membuat semua penghuni di sana-sesegera mungkin menutup telinga.

David, orang yang pertama kali menyadari apa yang ada di balik selimut itu menutupkan telapak tangannya ke mulut Erik dengan mata melebar. Kepalanya menggeleng pelan diikuti decakan kagum dari mulutnya.

"Ternyata kunti berwajah manis ada, ya?" gumamnya saat melihat siapa yang ada di balik selimut itu. Namun, detik berikutnya dahinya tampak bergelombang. "Tapi, kunti kok kecil, ya?"

Nizam yang tadinya memejamkan mata, seketika menjadi melotot ketika mendengar celetukan dari sohibnya itu. Ia menoleh ke ranjang UKS bersamaan dengan cewek berselimut tadi.

"Elo!" seru Nizam dan cewek itu bersamaan, dengan jari telunjuk yang saling menunjuk.

"Lo kok bisa ada di sini, sih?" tanya si cewek dengan nada yang tidak bersahabat.

"Eh, bocah! Harusnya gue yang nanya begitu. Kok lo tiba-tiba ada di sini? Mana tutupan selimut di seluruh badan, lagi!" Dahi cowok itu tampak bergelombang dengan tatapan mata heran.

"Suka-suka gue lah!"

David dan Erik yang tidak mengetahui siapa si cewek hanya bisa melongo melihat perdebatan itu.

"Lo juga! Mana mukanya cemong, lagi!" lanjut Sila-cewek yang berada di balik selimut itu-dengan pandangan menelisik.

Nizam berdecak. "Bacot ae lo! Obatin, kek!"

"Dih, ogah!"

"Ah elah ... enggak kasian sama gue, apa?" tanyanya kepada Sila dengan muka yang dibuat semelas mungkin. Namun, Sila tetap tampak tidak peduli melihatnya.

Menyerah. Mau tidak mau Nizam akhirnya mengobati sendiri lukanya. Padahal ada dua sohib yang tengah melongo di sampingnya. Cowok itu terlihat beberapa kali meringis saat kapas bercampur obat merah itu menyentuh permukaan kulitnya.

Melihat hal itu, entah mengapa tiba-tiba batin Sila merasa tidak tega. Gadis itu akhirnya merebut kotak obat yang sedang Nizam bawa. "Ck! Yaudah sini!"

Nizam menoleh dengan bibir menyeringai samar. "Dari tadi kek!" ujarnya sok ketus. Luluh juga, kan, lo!

Cewek berpipi sedikit chubby itu mengobati luka Nizam dengan teliti dan sangat hati-hati.

Namun, Sila ya tetap Sila-yang memang dasarnya tidak bisa halus dan sangat petakilan-itu secara tidak sengaja telah menekan kuat luka di sudut bibir Nizam hingga cowok itu memekik nyaring.

"Woy! Hati-hati, kek!"

"Ini juga hati-hati, wey!"

Nizam mendengkus. "Hati-hati tapi lukanya diteken!" cibirnya.

Hening.

Sekian menit mereka lewati dengan kegiatan obat-mengobati. Mereka bahkan tidak sadar jika sedari tadi ada dua orang yang menyimak dengan tanda tanya besar di kepala.

Setelah merasa sangat-sangat tidak dianggap ada, kedua cowok itu pun saling lirik.

"Eeekhem!"

"Keselek selimut!"

"Ekhem! Keselek lemari, nih!"

Cibiran demi cibiran yang terlontar dari mulut dua cowok penganggu itu akhirnya berhasil menghentikan kegiatan dua sejoli itu.

Tangan yang tadinya berada di sudut bibir, juga wajah yang hanya berjarak beberapa senti saja, refleks tertarik mundur seketika.

Keduanya sama-sama mengalihkan pandangan dengan wajah memerah.

"Nah, akhirnya nyadar juga kalo di sini masih ada orang," celetuk Erik tanpa tahu situasi.

Satu kalimat yang mampu menjabarkan keadaan Sila saat ini. Salah tingkah!

"Nih, udah. Gua mau masuk kelas," ujarnya dengan tangan menyodorkan kotak P3K. Pandangan matanya tidak menentu. Bahkan, hampir saja kotak itu jatuh sebelum disentuh.

Sila segera mengambil tasnya yang tergeletak di atas ranjang. Namun, gerakannya terhenti saat tiba-tiba ia merasakan sesuatu mencekal pergelangan tangannya. Cewek itu menoleh. Pandangannya terhenti pada tangan ber-gelang retro yang berada di lengannya.

"Makasih," lirih cowok itu. Kedua sudut bibirnya tampak tertarik ke atas-membentuk sebuah senyuman menawan-yang sialnya mampu menggetarkan hati seorang Asila Sefia.

Sila mengangguk kecil. Genggaman di lengannya berangsur terurai. Ia kemudian tanpa ba-bi-bu segera berlalu dari ruangan ini. Tidak ingin berlama-lama. Takut jantungnya akan tiba-tiba loncat jika ia masih di sini.

Jangan baper! Jangan baper, Sil! Inget! Dia cowok yang udah bikin lo sial waktu kemarin!

🚀

Sesampainya di depan kelas, cewek berkucir kuda itu melangkahkan kakinya secara perlahan dan terlihat sangat hati-hati, persis seperti orang mau maling ayam. Batinnya terus merapalkan doa. Berharap guru tidak ada yang sedang mengajar di kelasnya.

Sampai akhirnya, Sila dapat bernapas dengan lega kala telinganya menangkap suara gaduh yang didominasi dengan suara cempreng milik sohibnya, Risma. Dengan kata lain, kelasnya kosong!

Sila pun berjalan memasuki kelasnya dengan langkah santai. Namun, baru juga tiga langkah kakinya bergerak, tiba-tiba ....

"WUIH, GAESS! GENG KITA BARU MASUK KELAS, NIH!" Suara melengking Riyan berhasil mengalihkan pandangan seluruh penghuni kelas ke arah Sila berdiri. Sebuah pandangan yang ... arghhh! Sila sendiri bingung bagaimana mendeskripsikannya.

Bangsul memang itu mulut satu!

Kaki Sila refleks berhenti melangkah. Pandangannya mengedar dengan mata mengerjap beberapa kali. Sedetik kemudian, ia baru menyadari dengan apa yang terjadi. Bibirnya seketika merekah. Senyum aneh tiba-tiba terbit di sana. Riyan kampret!

Tanpa ingin berlama-lama mempermalukan diri sendiri, langkah Sila segera bergerak menuju ke tempat duduk. Matanya berusaha untuk tidak bersitatap dengan mata kepo teman-temannya. Bodoamat!

"Lo dari mana aja, sih, Sil? Dari tadi kita tungguin nggak muncul-muncul?"

"Lo ketinggalan angkot ya?"

"Eh, lo kan, benci angkot."

"Lo abis ngantin pasti, kan?"

"Atau malah ... lo abis boker?"

Sila terlihat memutar bola mata malas ketika mendengar pertanyaan-pertanyaan tidak penting itu. "Ck! Gue dari UKS," cetusnya.


"UKS?" beo ketiganya serempak.

Sila mengangguk.

"Ngapain? Lo sakit?" tanya Risma dengan dahi mengernyit.

Sila menggeleng.

"Terus?" sambar Idha, ikutan kepo.

"Cuma ngelanjutin mimpi indah yang sempat tertunda."

Serentak dahi ketiganya kembali bergelombang. "Emang lo berangkat jam berapa, Sil?" Kali ini Ulfa yang bertanya.

"Jam enam kurang lima menit."

"E buset!" celetuk ketiganya seketika.

"Kesambet jin sekolah lo, Sil?"

Sila berdecak, "Ck! Gara-gara mimom tercinta mau meeting nih!"

"Dih, pantesan!" sambar ketiganya langsung.

"Coba aja kalo mama lo itu gak pergi, pasti lima menit sebelum masuk, lo baru berangkat," celetuk Idha diikuti cibiran-cibiran lainnya. Seketika bangku mereka yang memang bersisian menjadi ramai dengan gelak tawa.

🚀


"Tugas kelompok dari Bu Spidol mau dikerjain di rumah siapa, nih?" Idha bertanya di sela-sela memakan semangkuk mi ayamnya.

"Besok Sabtu atau Minggu aja, di rumah gue. Entar gue bilangin mama biar dibuatin yang enak-enak," ucap Sila yang langsung disetujui tanpa pikir panjang. Padahal letak rumahnya paling jauh diantara mereka.

"Mantap! Ngerjain tugas Bu Spidol yang seabrek pasti ga kerasa," celetuk Idha diikuti tawa renyahnya.

"Sembarangan main ganti nama orang aja lo! Nama dia Putri, tau!" Ulfa membenarkan perkataan Idha yang dengan seenaknya mengganti nama Bu Putri menjadi Bu Spidol. Kalai guru itu dengar, bisa habis mereka disuruh menghafal lima puluh nama kimia hewan.

"Bodoamat! Salah sendiri jadi guru killer-nya kebangetan! Mana tiap mau masuk kudu sedia tiga spidol untuk dia, lagi!" Idha, selaku sekretaris yang harus selalu menyediakan spidol berseru dengan nada menggebu-gebu. "Namanya Putri, tapi kelakuan lebih mirip Nenek Sihir, anjir!"

Tawa ketiganya pecah seketika. Wajah Idha yang tengah ngomel tidak jelas seperti ini selalu menjadi hiburan tersendiri bagi mereka.

"Salah sendiri jadi sekertaris," komentar Risma masih dengan sisa tawanya.

"Lo bilang begitu kok cuma di belakang sih, Dha. Sekali-kali di depannya gitu biar asoy." Sila menimpali dengan alis naik turun. Kembali mengundang tawa dua sahabatnya yang sempat reda.

Sedangkan cewek dengan dandanan tomboi itu terlihat mencabikkan bibir melihat sang sahabat menertawakannya.

"Uluh ul-" Ucapan sila terpotong ketika ia merasakan senggolan di lengannya.

"Sil, itu Rega," adu Risma-seseorang yang menyenggol tadi-dengan mata melirik ke arah bangku di seberang mereka.

Sila segera menoleh mengikuti arah pandang Risma. Benar saja, di sana terlihat Rega yang tengah tertawa dengan semangkuk soto ayam di hadapannya.

Rega Satria. Cowok humoris yang menjadi teman satu ekskul sekaligus seseorang yang Sila suka sejak pertama kali ia masuk ekskul bulu tangkis.

"Lo masih suka sama dia, Sil?" tanya Ulfa yang berhasil membuat Sila kembali mengalihkan pandangannya.

Sila mengangkat bahu. "Ga tau. Gue juga bingung."

"Hm ... kalo gue mending David!" Celetukan dari Idha mengalihkan semua pandangan ke arahnya.

"David siapa?" Sila bertanya bingung.

"Mending Chanyeol, dong!" Lah, ini satu lagi k-popers gesrek-Ulfa-malah nyeletukin biasnya.

"Iya deh, Ul. Itu si bahenol pacar lo!" sahut Risma dengan memutar bola matanya malas.

Ulfa yang tidak terima nama biasnya dipelesetin begibegitu saja, menoyor kepala Risma. "Chanyeol, Koplak!"

"Ish! Iya itu maksudnya! Gue kan gak ngerti, Monyet!"

"David siapa, Dha?" Sila yang merasa pertanyaannya belum terjawab, akhirnya bersuara kembali.

"Lo nggak tau, Sil?" tanya ketiganya kompak.

Sila menggeleng.

"Itu loh ... si wakil kapten basket sekolah kita. Masa lo nggak tau, sih?" Idha memaparkan penjelasannya dengan nada gemas.

"Oh, yang itu." Sila mengangguk mengerti. "Lagian, nama David di sekolah ini, kan, banyak. Mulai dari David si gendut, si cungkring, si kutu buku dan masih banyak lagi si-si lainnya. Lo nggak spesifik, sih!"

Ketiga temannya hanya melongo mendengar perkataan Sila. Sila memang Amazing dalam mencari alasan.

"Eh, si kapten basket namanya siapa, sih? Lupa gue." Sila kembali bertanya dengan muka seperti tengah mengingat-ingat.

Mereka bertiga serempak meminum minuman mereka terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Sila. Jaga-jaga kalau seperti tadi. Biar tidak syok!

"Si Nizam, woy! Njir! lo kudet amat, sih, Sil!" Risma menjawab gemas. Gadis itu terlihat menarik napas dalam. "Oke, biar lo nggak kudet- kudet amat, gue kasih tau wajah-wajah mereka. Nih, diinget baik-baik!"

Sila hanya pasrah saja kala Risma memutar kepalanya ke arah belakang meja yang ia duduki. Ia yang tadi terlihat ogah-ogahan seketika menjadi melototkan matanya lebar.

"DIA?"

***

Yeay! MTB UDAH VOTE COVER, LOH!

Yuk langsung cek ig @redaksi.blackcrow untuk ikut partisipasi ya!!

EITS! SELAIN PARTISIPASI ....
ADA GA JUGA LOH

Hadiahnya apa? Ketentuannya apa?

Scroll!

NAH KAN?

KAMU WAJIB IKUT POKOKNYA! 🤬

Tertanda
©Wishasaaa

22/10/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro