6. Badboy Apes
"Kayaknya di tubuh lo ada aliran listriknya, deh. Soalnya tiap kali gue deket lo, jantung gue kayak mau loncat mulu!"
- My Tower Boyfriend -
Hari ini Sila berangkat sekolah sangat-sangat pagi. Bahkan mata gadis itu saja masih merem melek sampai sekarang.
Mungkin kalau bukan karena motornya masih di bengkel, pun mamanya yang mau meeting dadakan, Sila pasti tidak akan mau berangkat sepagi ini. Mending dia tidur dulu di rumah dari pada harus luntang-lantung tidak jelas di sekolah.
Lihat saja, koridor sekolah yang pastinya ramai setiap pagi, bahkan malah terlihat sunyi. Tidak mengherankan memang. Apalagi saat melihat jarum jam di tangan Sila masih menunjukkan pukul 05.50 menit. Hadeh ....
Dengan tubuh masih sempoyongan, gadis bertubuh mungil itu berjalan ke ruang UKS, berniat melanjutkan kembali mimpi yang sempat tertunda pagi tadi. Beruntung UKS sudah buka, coba kalau belum? Sila pasti akan tidur di teras depan kelasnya yang masih tertutup rapat itu.
Sementara di lain sisi ....
Dari arah parkiran, terlihat tiga cowok berpenampilan urakan berjalan memasuki area sekolah dengan gaya khas mereka. Mereka berangkat pagi bukan karena ingin menyontek seperti halnya murid lainnya, melainkan malas mendengar siraman kalbu yang diketuai oleh para ibu mereka masing-masing di rumah.
Tadi malam, mereka bertiga ketahuan melakukan balapan liar di jalanan komplek perumahan David. Entah keberuntungan atau memang sudah takdirnya, papa David yang baru pulang dari luar kota tiba-tiba melewati jalanan itu. Alhasil, Nizam yang kebetulan tengah berada di garis start balapan, juga David dan Erik yang berada di sebelah Nizam-menyemangati, dapat terciduk dengan mudah oleh mata papa David.
Ya beginilah jadinya, pagi-pagi sudah dikasih sarapan omelan oleh orang tua mereka.
"Aduuuhhh ... gue ngantuk bener dah, ah!" Erik berjalan dengan kepala disenderkan di bahu David.
"Eh! Lo kira gue enggak?" David menoyor kepala Erik gemas. "Emang tadi malem gue bisa tidur? Gue malah udah dari tadi malem diberondong pertanyaan sama Bokap! Semaleman!" ujar David dengan nada menggebu-gebu.
"Hahaha ... derita lo punya bokap galaknya kek badak. Padahal hadiah tadi malem lumayan kalo kita dapet." Nizam tertawa dengan puas mendengar celotehan itu. Bukannya ikut sedih, cowok bermata sipit itu malah terlihat bahagia.
"Untung Ayah Abraham ada pawangnya, jadi tadi malem gue bisa tidur dengan nyenyak, deh!" lanjutnya dengan mata melirik ke arah dua sohibnya. Tampak sekali jika sedang memamerkan keberuntungan.
"Bangsul!" umpat David sambil menjitak kepala Nizam.
"Nah! Bener kata Nizam tuh! Apalagi hadiah cewe Reno yang bohay itu. Kalo Nizam gak mau, gue juga mau, kali!" celetukan absurd Erik disambut dengan toyoran oleh Nizam dan David.
"Enam cewek masih enggak cukup?"
Erik hanya nyengir mendengar cibiran dari David itu.
Tanpa sadar, ketiganya ternyata sudah berjalan sampai ke depan ruang koperasi sekolah. Tinggal satu belokan lagi, mereka akhirnya sampai ke tempat tujuan--lapangan basket.
Ketiganya pun kemudian berjalan ke arah tujuan. Tempat yang sudah menjadi wilayah kekuasaan mereka, karena hanya mereka bertiga-lah yang selalu meramaikan suasana lapangan selain tim basket sekolah.
"Zam, anak IPA 1 nantangin lo, nih. Udah ditunggu di lapangan basket katanya." Erik yang sedang membuka aplikasi chat-nya tiba-tiba di+chat oleh orang tidak dikenal. Hal itu pun seketika menghentikan langkah ketiganya.
Nizam merebut ponsel Erik. "Siapa?"
Erik mengidikkan bahu. "Entah. Nomor tidak dikenal."
"Nantangin apa, Zam?" David kepo. Ia sedikit melirikkan kepalanya ke arah ponsel Erik yang tengah dibawa Nizam. "Ga ada keterangan. Sok bener dah, ini bocah!"
"Berantem deh, kayanya. Beneran banget. Udah lama gue gak main begituan." Nizam berkata sambil meregangkan otot-ototnya hingga menimbulkan suara. "Ayo! Udah gatel ini tangan mau nonjok wajah si songong itu!"
"Yuk capcus!"
Setelah berkata demikian, ketiga pemuda itu pun kemudian segera berlalu ke tempat yang ditunjukkan oleh sang penantang tadi.
Ketiganya telah sampai di tengah lapangan basket, mata mereka langsung tertuju ke arah tiga remaja berseragam urakan yang tengah berdiri membelakangi mereka. Nizam yakin seratus persen, merekalah yang menantang dirinya.
Nizam memandang orang itu dengan pandangan meremehkan. "Cih, ini yang nantangin gue tadi?"
Mendengar suara orang yang ditunggu-tunggu sudah berada di belakangnya, ketiga pemuda itu pun membalik badan.
Salah satu dari mereka bertiga maju beberapa langkah. "Kenapa? Lo takut?" Remaja berkulit sawo matang dengan rambut ikal acak-acakan itu bertanya dengan kepala mendongak. "Gue Riko Saputra. Si penantang lo!" lanjutnya.
Nizam, Erik, dan David sontak tertawa keras mendengar omongan Riko yang kelewat percaya diri itu.
Dengan sisa tawanya, David menyahut, "Ngelawak lo? Palingan nanti disentil dikit aja mewek." David menyeringai dengan tangan menunjuk wajah songong cowok itu.
Riko menepis kasar tangan David. "Bacot! Gue nggak ngomong sama lo!"
"Songong banget lo!" David hendak melayangkan bogeman di rahang mulus Riko, tetapi segera ditahan oleh Nizam.
"Udah, ini urusan gue. Biar gue yang urus ini tikus got." Nizam beralih menatap Riko. "lo baru diputusin ya? Udah bosen hidup tapi takut bunuh diri? Ciaaah ... laki apa banci!" cibir Nizam disertai tawa meremehkan menghiasi sudut bibirnya.
Mendengar cibiran itu, ternyata cukup membuat emosi Riko tersulut. "Banyak bacot lo!" ketusnya. Kemudian tanpa aba-aba, cowok dengan kilatan mata tajam itu menghantam rahang Nizam hingga sudut bibirnya mengeluarkan bercak darah.
"Aw ... sakit." Nizam berkata dengan gaya menirukan banci kesakitan.
David dan Erik sontak tertawa keras mendengar cibiran tak kasat mata dari suara Nizam yang malah seperti tikus kejepit itu.
Kedua teman Riko yang mengetahui maksud di balik tawa itu mengepalkan tangan kuat, siap melayangkannya ke arah Nizam besarta temannya, tetapi buru-buru ditahan oleh Riko.
Riko semakin tersulut emosi. Wajah sawo matang itu kini berubah menjadi cokelat kemerahan. "Bangsat!"
Riko kembali ingin melayangkan bogeman di pipi sebelah kiri Nizam. Namun, cowok bermata sipit itu berhasil menghindar. "Weits, tunggu dulu. Sini gue ajarin gimana caranya mukul orang biar dia kesakitan."
Nizam menarik pundak Riko. "Gini caranya."
Bugh!
Nizam memukul rahang bagian bawah milik Riko. Cowok itu menyunggingkan sudut bibirnya saat melihat bibir Riko yang sobek akibat ulahnya.
"Anjing!" Riko yang tidak terima akhirnya balas memukul Nizam tidak kalah kuatnya.
Keduanya tidak ada yang ingin mengalah, hingga terjadilah perkelahian sengit antara Riko dan Nizam. Lapangan basket yang tadinya sepi, bahkan kini mulai dipadati oleh siswa-siswi sekolah.
Pukulan demi pukulan mereka layangkan di wajah lawan. Suara riuh berasal dari para siswa-siswi yang mendukung satu di antara keduanya semakin membuat kedua remaja itu tak terkendali.
Keadaan itu berlangsung cukup lama. Tidak ada yang berani memisahkan dengan alasan takut terkena bogeman. Sampai tibalah seseorang dari arah sudut lapangan sana. Hanya orang itulah yang dapat menghentikan kegiatan mereka.
"Ada apa ini ribut ribut?"
"Bubar! Bubar! Semuanya bubar!"
Pak Sodiq--sang guru BK itu menggenggam penggaris kayu panjang. Tangannya bergerak mengangkat benda itu, siap melayangkannya ke arah dua siswa yang masih bergelut di tengah lapangan sembari melotot tajam ke arah mereka.
Pak Sodiq berjalan mendekati kedua pemuda di sana.
Thuk!
Thuk!
Pukulan penggaris yang dilayangkan ke arah kepala dua remaja itu berhasil menghentikan kegiatan mereka.
Keduanya berdiri tegak dengan mata masih melotot ke arah masing-masing.
"Nizam, Riko! Mari ikut saya!"
🚀
"Nizam, Riko! Bapak itu sudah lelah mengahadapi kelakuan kalian berdua. Apa tidak bisa, sehari saja tidak berulah?" Pak Sodiq memandang dua remaja babak belur di hadapannya itu dengan pandangan lelah.
Mereka berdua kini tengah berada di ruangan keramat bertuliskan "Ruang Bimbingan Konseling" dengan buku besar bersampul merah tertera di hadapan keduanya.
Buku itu memperlihatkan deretan pelanggaran yang dilakukan oleh Nizam juga Riko. Selain nama Nizam dan nama kedua sahabatnya yang memenuhi buku itu, nama Riko Saputra juga tertulis tidak kalah banyaknya. Cowok berambut ikal itu ternyata juga salah satu biang kerok sekolah yang sering berkelahi dan sering ketahuan merokok di area sekolah. Sebelas duabelas-lah, sama Nizam.
"Kalo bapak lelah, ya istirahat lah, Pak. Bapak kan, udah tua, jadi udah waktunya pensiun. Kenapa masih ngajar, coba?" celetuk Nizam enteng, sedangkan Riko hanya diam menyimak keduanya.
"Terutama kamu, Nizam!" tunjuk Pak Sodiq tepat di depan wajah Nizam.
"Lah, kok saya, Pak?"
Pak Sodiq tidak menanggapi sahutan Nizam yang menguras emosinya. Pandangannya beralih menatap Riko. "Kamu juga Riko, kok bisa-bisanya berkelahi dengan Nizam?"
Belum sempat Riko menjawab, Nizam sudah menyahut terlebih dahulu. "Dia duluan, Pak. Sok-sokan ngajak olahraga pagi, tadi."
Pak Sodiq menghela napas lelah menghadapi dua murid bermasalah di hadapannya ini. "Ash! Terserah kalianlah! Ini kasih ke orang tua kalian. Besok mereka harus datang. Tidak boleh diwakilkan!"
Pak Sodiq menyerahkan kertas putih kepada dua siswanya. "Silakan obati luka kalian di UKS," lanjutnya, kemudian berlalu begitu saja.
Merasa urusan mereka di ruangan ini sudah selesai, mereka berdua pun keluar.
Terlihat di bangku depan ruang BK sudah ada David dan Erik yang menunggu sohibnya keluar dari ruang kesayangan mereka. Riko melewatinya dengan mata sedikit melirik.
"Apa lo, lirik-lirik! Nge-fans sama kita ya, lo!" Erik menjawab dengan mata melotot, yang bukannya terlihat seram malah kelihatan lawak.
"Gimana rapat sama bapak tercinta tadi, Zam?" sambut David saat melihat Nizam keluar dari ruangan itu.
"Bapak lo bapak lo ndasmu!"
"Elah ... malu-malu kambing lo, ah." David tertawa melihat mata Nizam yang memandang tajam ke arahnya.
"Biasa, dikasih surat cinta untuk papa tercinta," jawab Nizam enteng sembari mengacungkan surat putih di tangannya itu ke udara.
"Yaudah, obatin dulu noh. Keringat merahnya nempel di bibir lo!" pinta Erik yang diangguki oleh David.
"Gak usah. Gu-"
"Gak ada Penolakan!"
Akhirnya dengan amat sangat terpaksa, Nizam pun mengikuti langkah kedua sohibnya yang menyeretnya menuju ruang UKS. Njir, sohib gue ini ... untung koridor sepi, kalo rame mau ditaro di mana muka ganteng gue ini?
Sesampainya di UKS, mereka bertiga langsung masuk tanpa melihat keadaan sekitar. David mendudukkan Nizam di kursi dekat ranjang berselimut acak-acakan.
"Udah, lo duduk sini, diem!" David menginstruksi sambil melotot.
"Anjir! Emang gue bocah!"
"Budu am-"
"Engghh ...."
Ketiga cowok itu sontak berjengkit mendengar suara yang tidak ada wujudnya itu.
"Apaan, tuh?" Erik bertanya parno. Ia yang tadinya tengah Mengelus-elus kaki Nizam yang memiliki banyak bulu itu, seketika menjadi berjongkok dan malah memeluk kaki Nizam. Aneh memang, orang yang luka wajahnya tapi yang di elus kakinya.
Sesaat setelah erangan itu berakhir, seseorang muncul dari balik selimut dan memandangi mereka satu per satu. Hingga ....
"Aaa!" Mereka berempat sontak menjerit kompak.
"IBU KUNTIII!"
WOHOHOOOO :V
repub : 22/10/2021
Jangan lupakan. Makasih😘💞
👇
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro