Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15. Belajar Kelompok

***

"Gara-gara si Tower, gue jadi kaya orang linglung sampe sekarang!"

"Gue curiga, itu dia pasti pake ajian semar mesem. Atau nggak, jaran goyang. Atau malah, ajian genderuwo koprol. Masa iya cowok tengil itu yang bikin gue linglung sampe pagi ini."

"Bahkan tadi malem gue sampe gak bisa tidur gara-gara wajah itu cowok selalu muncul pas gue merem. Wah, jangan-jangan bener, nih, dugaan gue!"

Sila mondar-mandir di pinggiran kasur sembari masih menerka-nerka apa yang tengah terjadi dengan dirinya. Mulai dari tadi malam yang ia tidak bisa tidur, sampe pagi tadi dia mau berangkat sekolah padahal hari Sabtu.

Dan yang lebih anehnya lagi, kenapa selalu bayangan si cowok tengil itu yang selalu muncul di kepala. Bayangan saat dia tengah tertawa itu selalu menari-nari di otak Sila.

"Apa mungkin karena tadi malem, ya?" ujarnya sembari mengingat kejadian tadi malam, lalu dengan cepat ia menggelengkan kepalanya.

"Ah tapi masa iya cuma kayak gitu doang bisa ngeracunin pikiran gue?"

"Atau malah, gue udah mulai baperan kayak Idha? ANJIR! NGGAK MAUUU!" Sila berteriak di tengah keheningan kamarnya sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Bi Surti tengah ke pasar, jadi ia bisa berteriak bebas tanpa malu lagi kayak tadi malam.

Cewek itu terlihat menutup matanya rapat-rapat menggunakan kedua telapak tangannya. Otaknya masih terus berusaha menghilangkan bayang-bayang Nizam di dalam kepalanya itu. Ia memutar otak, mencari cara agar bayang-bayang itu tidak lagi menghantui pikirannya.

"Pergi ke luar rumah?" ucapnya bertanya-tanya, "tapi Mager," lanjutnya kemudian.

"Belanja?" ujarnya sembari membuka dompet biru laut miliknya. Tiba-tiba bahunya merosot. "Gak ada duit."

Sila berjalan ke arah nakas. Matanya melihat laptop hitamnya di sana. Ia membuka laptop itu, tangannya bergerak menekan tombol power, dan terbukalah. Tangannya dengan lincah langsung bergerak menjelajahi video dalam komputer. Matanya berhenti bergerak kala pandangannya melihat banyak sekali video di sana.

Drama Korea.

Berpuluh-puluh episode drama korea ada di dalam laptop Sila. "Kenapa gue gak kepikiran nonton drakor aja dari tadi malem, ya?" Rutuknya saat melihat semua video itu.

Sila langsung bergerak mengambil laptop itu dan meletakkannya di atas kasur. Ia lalu memosisikan dirinya menjadi tidur tengkurap di depan laptop miliknya. Membuka satu video, dan ... play!

Saat Sila tengah fokus menonton drakor, tiba-tiba ponselnya yang berada di bawah bantal berbunyi nyaring. Ia lupa me-nonaktifkan ponselnya.

Dengan gerakan ogah-ogahan, Sila mem-pouse video itu kemudian beralih mengambil ponselnya yang berada di bawah bantal. Nama 'Mimom' tercetak jelas di layar touchscreen itu. Ia menggeser tombol hijau, kemudian meletakkan pponselny ke telinga.

"Halo, Ma?"

"Kamu ini dari mana aja, sih?" Suara melengking Patun langsung menyapa indra pendengaran Sila. Membuat gadis mungil itu sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga, karena tiba-tiba telinganya terasa berdengung ketika mendengar suara itu

"Mama udah chat kamu dari tadi malem sampe sekarang belum di buka-buka juga! Kamu kemana aja? Jangan bilang ini baru bangun tidur?" Suara penuh tuntutan itu terdengar menyebalkan di telinga Sila.

Sila memutar bola matanya malas. "Ya nggak gitu juga kali, Ma ... gini-gini Sila rajin kali, kalo di rumah."

Suara denglusan terdengar dari seberang sana.

Sila mengerucutkan bibir, mengetahui mamanya tidak percaya dengan dirinya. "Ye ... Mama gak percaya. Nanti kalo pulang, coba tanya aja, deh, sama Bi Surti."

"Iya deh, iya ... yang rajinnya cuma di kamar doang. Alias ... molor!" Patun terdengar tertawa di seberang sana. Sila mendengkus. "Terus tadi malem, WA Mama kenapa gak dibuka?" lanjut Patun kembali bertanya.

"Tadi malam HP Sila lowbat Ma. Sepulang sekolah Sila lupa ngecas HP, ya jadinya malem deh Sila nge-cas nya," ucapnya jujur. Memang begitu kenyatannya. Bahkan ia lupa mencabut charger HP-nya sampe tadi pagi-pagi.

"Dasar kamu. Molor mulu  sih!"

Sila memutar bola matanya. Molor lagi ... molor lagi. Molor itu kan enak Ma, gerutu batin Sila. Matanya menangkap jam dinding yang menunjukkan angka sembilan lebih lima menit di sana. "Loh, Ma, Mama kerjanya udah selesai? Kok gak pulang?"

"Ini lagi nunggu klien di cafe," ucap Patun. Kemudian terdengar helaan napas dari seberang sana. "Sila, Mama minta maaf ya. Mama di sini bakal seminggu." Patun terdengar menghela napas.

"Ternyata klien Mama banyak yang mau ketemu Mama di minggu-minggu ini. Dan mereka semua rata-rata orang sini. Pumpung Mama di sini, sekalian, gitu katanya." Patun berucap lirih. Terdengar merasa bersalah.

Sila tersenyum kecut. "Ya udah, nggak papa kok, Ma. Yang penting Mama di sana sehat, selalu jaga kesehatan, jangan sampe sakit. Sila di sini baik-baik aja kok. Kan ada Bi Surti yang udah kayak nenek Sila sendiri." Sila berkata dengan nada yang dibuat seriang mungkin. Membuktikan kepada mamanya bahwa ia memang baik-baik saja. Walau kenyataannya kebalikannya.

"Sila, Mama minta maaf."

"Iya udah, Ma ... nggak papa. Sila nggak papa kok. Jangan minta maaf mulu ah! Emang lebaran?" Sila terkekeh. Kekehan palsu lebih tepatnya.

"Eh, udah ya, Ma. Perut Sila sakit. Mau setor dulu. Nanti teleponan lagi aja ya. See you, Ma. Assalamualaikum!"

"Eh, oh, iya. Ini klien Mama juga pas dateng. Nanti lagi ya. See you too, Walaikumsalam!"

Tut!

Sila menghela napas panjang. Ia berbohong soal mau ke toilet dulu itu. Ia hanya ingin menghindari ucapan maaf mamanya yang malah akan membuat hatinya teriris setiap kata itu terucap. Sila tidak mau mendengarnya. Ia tidak mau mamanya terus menerus merasa bersalah karenanya.

Sila tidak mau egois. Mamanya sudah bekerja keras untuk menghidupinya dari rahim sampai sebesar ini. Ia tidak mau menyusahkannya lagi dengan alasan tidak mau jauh dari Mamanya. Ia tahu, membesarkan anak seorang diri tanpa bantuan lelaki itu tidak gampang, mamanya harus bekerja keras banting tulang sebagai tulang punggung keluarga selama lebih dari 15 tahun. Dan Sila sangat tau itu.

Suara ketukan pintu berhasil berhasil membuyarkan lamunan Sila. Pintu terbuka, menampilkan sosok Bi Surti dengan tiga remaja perempuan berada di belakangnya.

"Non, ini ada temennya." Bi Surti berucap sambil menunjuk tiga cewek yang tengah berdada ke arahnya.

"Oh, iya. Masuk aja, Bi."

Bi Surti pun mempersilakan ketiga sahabat Sila itu untuk masuk ke kamar. "Bibi buatin camilan dulu, ya," ucapnya, sebelum  kemudian berlalu meninggalkan kamar Sila.

Mata ketiga sahabat Sila sontak berbinar mendengar kata “jajan”. Tanpa banyak kata, mereka langsung masuk dan memosisikan diri. 

Ada yang langsung menuju ke kasur dan menonton drakor yang tadi Sila tonton, ada yang langsung tiduran di lantai, dan ada juga yang langsung melempar barang yang ia bawa ke sembarang arah seolah kamar sendiri. Sila hanya memandang bingung ke arah mereka bertiga. Ada angin apa mereka tiba-tiba mau ke sini?

"Sil, lo suka drakor ini juga ternyata," ucap Risma sambil melihat drama di laptop Sila.

"Pas banget ada laptop. Gue gak bawa, soalnya." Ulfa berucap sambil mulai menata buku yang diperlukan.

"Hadeh ... gue capek, anjir!" Itu Idha. Gadis bersurai sebahu itu sudah merebahkan dirinya di karpet empuk Sila.

Berbeda dengan ketiga cewek tadi, si pemilik kamar justru masih tidak bergeming. Ia sungguh tidak tahu maksud kedatangan mereka bertiga di rumahnya. 

Pasalnya, mereka bertiga itu paling mager untuk diajak ke rumah Sila. Alasannya karena rumah Sila paling jauh di antara mereka, dan itu membuat pegal kalau nyetir pake motor. Sila hanya bisa menebak-nebak karena hanya ada dua opsi sebab mereka ke sini. 

Yang pertama, mau mencicip makanan buatan Patun, dan yang kedua, mau belajar kelompok.

Jangan-jangan ….

"Kalian ke sini mau malak nyokap gue buat bikin makan ya?" 

Bugh!

Teriakan Sila itu dibalas lemparan bantal oleh Risma. "Jangan karena kita doyan makan jadi lo mikir gitu, anjir! Kita ke sini, mau belajar kelompok. Lo sendiri yang nawarin, loh."

Mata Sila melebar. Detik berikutnya bibirnya nyengir. "Gue lupa,” balasnya sembari kembali melempar bangal. “Kalian tau sendiri kan, gue pelupa."

"Nah, kan. Dasar pikun! Belum tua aja udah pikun lo!" Idha mencibir. Membuat Sila mengerucutkan bibir sebal.

"Makanya, kalo punya hp tuh digunain. Bukan buat punya-punyaan doing." Ulfa berkata tajam. Cewek yang sudah melempar jaket miliknya, hingga menyisakan kaus oblong itu memang sedikit nyelekit jika berbicara.

"Gue gak pegang HP dari tadi malem. Males." Sila ikut merebahkan diri di karpet. Mengikuti teman-temannya yang sudah terlebih dahulu.

"Yeeee, dasar telur onta!" cibir Idha.

"Lo sewot mulu perasaan sama gue, anjir!" 

"Bodo."

"Udah, kita mau mulai dari mana, nih?" Ucapan Ulfa mengurungkan niat Sila yang ingin membalas ucapan Idha.

"Kimia lagi ... Kimia lagi. Lama-lama gue mabok rumus ilmiah juga kalo gini ceritanya!" Risma mulai mengeluh saat melihat nama rumus-rumus Kimia tertera di hadapannya.

"Tau sendirilah lo, gimana itu guru. Killer-nya keterlaluan," balas Ulfa.

"Nenek Sihir ya gitu!" sambar Idha. Cewek itu memang suka sekali mengganti nama orang seenak jidat. Membuat Sila yang berada di sebelahnya menjadi menoyor kepala gadis itu. "Lo gimana sih, bego! Kemaren Bu Spidol. Sekarang Nenek Sihir. Besok apalagi? Kuntilanak?"

"Suka-suka gue. Mulut-mulut gue, kok lo yang sewot!"

"Eh, anjir! Lo dari tadi, kok, ngeselin banget, sih? Ada masalah sama gue? Ayo selesaiin secara betina!" Sila berdiri di atas kasur dengan tangan berkacak pinggang.

"Ayo! Siapa takut!" Tak mau kalah, Idha ikut berdiri di kasur sambil menatap Sila tajam. 

"Ayok!" ujar Sila mantap. "Satu ...."

"Dua ..." Idha melanjutkan.

"Tig—"

"KALIAN BERDUA MAU KERJA APA MAU GUE CORET DARI KELOMPOK?"

🚀🚀🚀

23-juli-2019
Repub: 29/10/21
©wishasaaa

Jejaknya woy!!! Terimakasih! :*❤
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro