Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Helm Karatan

- helm karatan -

"Duh, upil curut ... kok lo seketika amnesia, sih?" Nizam berdecak. "Kan lo sendiri yang bilang mau traktir gueee ...," ucapnya sambil memandang Sila gemas.

Ini cewek emang lupa, apa pura pura lupa, sih?

Sila garuk garuk kepala. Merasa aneh sekaligus bingung. Kapan gue bilang mau traktir dia, ya? Perasaan, enggak ada, deh.

Lama melakukan garuk-garuk sambil berusaha mengingat, Sila akhirnya teringat sebab mengapa Nizam berada di rumahnya malam ini.

Mulutnya membulat. "Ooo, yang lo bantuin nggak iklas itu?"

Nizam mengedikkan bahu acuh.

"Baru kali ini gue nemuin cowok pamrih," ucap Sila sambil melirik Nizam sinis.

"Bodo."

Sila berdercak. "Ya udah, tunggu." Gadis itu berbalik hendak masuk ke dalam kamar. Namun, gerakannya terhenti oleh teriakan seseorang di belakangnya.

"Jangan lama-lama!"

"Suka-suka gue!" sahut Sila ketus.

"Gak usah dandan!"

"Bacot!"

"Kasihan make up-nya kalo buat dandan tuyul kayak lo."

"Berisik!"

Nizam tertawa nyaring melihat Sila berjalan memasuki kamarnya dengan langkah dihentak-hentakkan. Cewek itu terlihat mengambil pakaian, lalu keluar untuk ke kamar mandi.

Sila merasa badannya lengket. Ia butuh mandi untuk menyegarkannya. Bodo amat sama Nizam yang nunggunya akan lama.

Salah sendiri nyebelin. Mana ngabarin cuma lewat chat doang, lagi!

Setelah dua puluh menit berlalu, kini Sila sudah siap. Ia memakai kaos berwarna kuning kunyit dibalut dengan jaket jins berwarna navy. Dipadukan dengan bawahan jins denim serta memakai sepatu kets berwarna putih. Rambutnya ia ikat kuda agar tidak perlu repot-repot membenarkannya bila tertiup angin kencang.

Cewek itu tidak memoles wajahnya dengan apa pun. Ia hanya memolesi sedikit liptint rasa ceri kepada bibirnya supaya tidak terlihat pucat.

Sila berkaca sebentar, kemudian berlalu keluar dari kamarnya.

"Ehm!" dehamnya saat melihat Nizam yang masih asyik dengan ponsel miringnya.

"Lama amat, elah. Dandan dulu lo ya? Yaiyalah! Kan mau jalan sama orang ganteng," cerocos Nizam tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

Sila hanya bergumam menanggapi ocehan tidak bermutu itu.

Cowok itu terlihat menegakkan ponselnya, men-lock, lalu berdiri sambil mamasukkannya ke dalam saku celana.

"Yauda ay--"

Nizam mematung. Pandangannya lurus menatap Sila tanpa kedip. Wajah lebih fresh, lebih feminim, dan juga bibirnya terlihat lebih pink alami dari biasanya. Nizam tidak percaya kalau gadis di depannya adalah Sila, terlalu imut untuk Si Gadis Kecil Tenaga Kuli.

Melihat Nizam yang diam sambil menatap seperti itu ke arahnya, Sila merasa tidak nyaman, sekaligus heran.

Cewek itu melambaikan tangan di depan wajah Nizam. "lo masih idup, kan?" tanyanya.

Nizam masih tidak berkutik. "Lo cantik," gumamnya tanpa sadar.

"Ha?"

Nizam gelagapan. Kepalanya menggeleng kuat. "Nggak, nggak pa-pa. Cuma tadi ... kayanya tadi gue abis kentut deh," celetuknya asal.

Sila memandang Nizam ngeri. "Iwh. Jorok lo!" ucapnya sambil menutup hidung was-was.

"Ayo, ah. Lo lama!"

Tanpa ba-bi-bu, Nizam menyeret lengan Sila keluar dari rumahnya. Hal itu tentu saja membuat Sila yang belum siap menjadi terkejut oleh kelakuannya yang tiba-tiba.

"Lepas! Enak aja main seret-seret. Ijin dulu!" Sila berontak dalam genggaman tangan besar Nizam.

Nizam berbalik menghadap Sila. Cowok itu nyengir. "Hehe, lupa," ucapnya, "ya udah, ayo," lanjutnya yang langsung menyeret Sila masuk kembali ke dalam rumah.

"Mana Bonyok lo?" tanyanya ketika celingukan, tetapi, tidak melihat siapa-siapa selain pembantu rumah tangga di rumah Sila.

"Bonyok lagi nggak di rumah. Kit--"

"Lah terus ngapain tadi lo ngomong mau pamit? Mau pamit sama siapa? Setan?" Nizam memandang Sila aneh.

"Ish! Bi Surti kan ada. Kita pamit ke dia, lah!"

Nizam memandang Sila tidak mengerti.

"Udahlah, ayo!" Kini beralih Sila yang menyeret tangan besar Nizam. Cewek itu berjalan ke arah Bi Surti yang kebetulan tengah berjalan ke arah mereka.

"Bi, Sila mau keluar bentar sama ini demit dulu ya," ucapnya dengan mata melirik Nizam sinis. "Bi Surti hati-hati jaga rumahnya." Sila menarik tangan Bi Surti lalu meletakkannya di kening.

"Eh, iya, Non. Ini Bibi juga mau keluar sebentar. Mau beli obat nyamuk. Nyamuk di kamar Bibi banyak banget soalnya." Bibi tersenyum memandang Sila dan juga Nizam yang masih bergeming.

Sila menyikut lengan Nizam. Memberi kode supaya cowok itu juga mengikuti apa yang ia lakukan.

Nizam menurut. Cowok itu perlahan menarik tangan Bi Surti dan mengarahkannya ke kening.

Ia meletakkan kembali tangan itu dengan wajah aneh yang sangat kentara.

"Ya udah, Bi, Sila berangkat, ya ... assalamualaikum."

"Waalaikumsalam ... hati-hati, Non!"

Sila berjalan keluar rumah diikuti Bi Surti juga Nizam yang masih dengan tampang aneh di belakangnya.

Sila sudah sampai di depan motor Nizam. Sedangkan Bi Surti sudah berlalu meninggalkan rumah. Jangan heran mengapa Sila tahu letak motor Nizam. Cowok itu meletakkan motornya tepat di depan pintu rumah Sila. Memangnya, siapa lagi yang berani parkir seenaknya selain cowok sinting di depannya itu.

"Kenapa?" tanya Nizam ambigu.

"Hah? Kenapa apanya?" Sila bertanya bingung.

"Kenapa lo salim sama pembantu?" ucapnya yang langsung membuat Sila mengerti maksud dari ucapan itu.

Sila tersenyum. "Memangnya kesopanan harus memandang status, ya?"

Nizam memandang Sila dengan alis bertaut.

"Lo harus tau, kalo semua manusia itu sama. Sama-sama makan, sama-sama minum, sama-sama butuh tidur, dan yang terpenting sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Tuhan memandang kita semua itu sama. Ya masa kita yang makhluknya memandang orang berbeda-beda." Sila terkekeh.

"Yang membedakan hanya satu. Derajat kita di mata-Nya." Pandangan Sila menatap Nizam lurus. "Emang lo tau kalo ternyata derajat Bi Surti lebih tinggi dari derajat lo di mata Tuhan?"

Nizam bergeming.

"Nggak, kan?" lanjut Sila.

Nizam masih bergeming. Pandangannya menatap lurus ke arah Sila. Entah apa yang ada di pikiran cowok itu. Yang pasti, cowok itu terpesona dengan ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh gadis di depannya ini.

"Loh, kok kalian belum berangkat? Ini sudah malem loh, Non," suara Bi Surti membuyarkan kebungkaman mereka.

"Ah, iya, Bi. Ini juga mau berangkat, kok," jawab Sila sambil tersenyum kaku.

Bi Surti pun mangangguk, lalu segera masuk ke dalam rumah.

"Nih!" ujar Nizam sambil menyodorkan helm berwarna cokelat ke arah Sila.

Cowok itu ternyata membawa dua buah helm. Satu untuk dia pakai, dan yang satunya untuk Sila pakai.

Sila menerima. Ia terlihat memakaikan helm itu ke kepalanya. Namun, hingga beberapa menit, cewek itu masih saja ribut sendiri dengan helmnya. Gadis itu terlihat kesulitan mengunci helm yang tengah ia pakai.

"Ih, susah banget, njir!" gerutunya sambil terus berusaha mengunci helm itu.

Sila melirik ke arah Nizam yang hanya memandang. Tidak terlihat sedikit pun niat akan membantu.

Dasar nggak peka!

Sila sudah geram sendiri. Cewek itu akhirnya mengeluh. "Wer! Helm lo udah karatan, nih. Susah amat dikuncinya."

Nizam mengernyit mendengar itu.  "What? Wer?"

"Iya! Wer, TOWER!" katanya, sambil mendongak menatap mata Nizam nyalang.

Nizam mendelik. Detik berikutnya ia berdecak. "Ck. Itu mah, elu yang kependekan, bukan gue yang ketinggian. Dasar Bocah Tuyul!"

Sila balik memandang Nizam tajam. Cewek itu sudah siap melontarkan kalimat sakral yang berisi absenan satu kebun binatang dari mulutnya.

"Das--" Namun, belum sempat Sila mengutarakan isi kepalanya, Nizam segera menarik dagu Sila hingga jarak antara wajahnya dengan wajah cowok itu hanya terpaut beberapa senti saja.

"Kalau mau minta tolong pakein, ya tinggal bilang. Gitu doang apa susahnya, sih. Pake acara ngeledek segala."

Blush. Pipi Sila memanas mendengar penuturan itu.

Cklik.

"Udah, tuh," ucapnya setelah memakaikan helm di kepala Sila.

Sila masih mematung di tempatnya. Pipinya juga terasa semakin memanas di balik kaca helm itu.

"Gausah blushing juga, kali ...," cibir Nizam sambil melirik ke arah Sila.

Sila memalingkan mukanya ke arah lain. "Ih apa sih. Yaudah, ayo. Udah malem, nih!"

Nizam terkekeh melihat Sila yang salah tingkah dengan pipi merona. "Iya, iya, sabar kali. Udah nggak sabar banget mau diboncengin orang ganteng, ya?" ucapnya dengan bibir tersenyum geli.

Sila bergidik. "Jijik."

Kini dua remaja itu sudah manaiki motor ninja hitam milik Nizam, siap membelah jalanan malam di ibukota. Motor pun melaju dengan kecepatan rata-rata. Keduanya tampak serasi dengan jaket jins yang mereka kenakan.

Nizam melirik Sila dari kaca spion. Di sana terlihat Sila yang tengah menikmati angin malam sambil memejamkan mata. Tanpa disadari, bibir di balik helm fullface itu melengkung ke atas melihat senyuman itu.

Namun, satu yang Nizam sayangkan. Tangan yang seharusnya melingkar di perut, kini malah terlihat bertengger di kedua pundaknya.

Seketika sebuah ide terlintas di kepalanya.

Nizam mengatur motornya menjadi berjalan sangat pelan. Hal itu tentu saja membuat mata Sila yang tadinya terpejam menjadi terbuka.

"Kok pelan banget, sih?" tanyanya dengan wajah dicondongkan agar Nizam mendengar apa yang ia katakan.

Posisi yang pas!

Tanpa pikir panjang, Nizam langsung melajukan motornya melesat sangat cepat membelah jalanan ibukota.

Trik Nizam pun berhasil. Kini tangan Sila yang tadinya berada di pundak sudah beralih melingkar di perut dengan sangat erat.

Nizam melirik Sila dengan senyum penuh kemenangan. Motor pun kini sudah kembali berjalan dengan kecepatan standar.

Sila sadar jika dirinya tengah dikerjai oleh orang di depannya. Cewek itu segera menarik tangannya dan beralih menoyor kepala Nizam.

"Elo sengaja, ya?" tanyanya dengan muka garang.

Nizam tertawa. "Makanya, pegangannya tuh di sini. Jangan di pundak." Nizam berkata dengan tangan menarik lengan Sila agar melingkar kembali di perutnya.

Sila hendak menarik kembali kedua lengannya, namun, sebuah suara berhasil menghentikan aksinya.

"Kalo tangannya ditarik, lo gue turunin di sini!" ancam Nizam yang langsung membuat Sila kicep.

Pasalnya tempat ini sangat asing bagi Sila. Kanan-kiri motor hanya terlihat pohon menjulang. Sila tidak bisa membayangkan jika dirinya benar-benar diturunkan di sini. Bisa tidak pulang beneran nanti.

"Emang kita mau ke mana, sih? Kok lewat sini segala?" tanya Sila sambil celingukan kiri kanan.

"Udah diem dulu. Lo gak bakal gue makan, kok," ucapnya yang hanya mendapat dengkusan oleh Sila.

Setelah tiga puluh lima menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Sila yang tadi matanya sudah tinggal lima watt, kini langsung segar setelah melihat apa yang ada didepannya.

"WOW...."

Jumat, 29 Mei 2021

Repub: 26/10/2021

Ig/tt : @Wishasaaa

Jejaknya jangan lupa 😘❤
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro