Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Tante Badut Ancol

“Tau pepatah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit? Sama kayak harapan yang lo kasih ke gue.”

- My Tower Boyfriend -

"Tuh, mereka," tunjuk Risma pada dua cewek yang tengah menikmati bakso di bangku pojok kantin.

"Samperin, yuk! Kita kagetin mereka," ajak Sila dengan seringaian menghiasi bibirnya.

Mereka berdua diam-diam berjalan ke arah orang yang ditunjuk tadi. Siapa lagi kalau bukan Idha dan Ulfa.

Satu ....

Dua ....

Tiga!

"DOR!"

"Uhuk-uhuk!"

Mereka berdua sukses tersedak. Bahkan punya Idha, satu gelondong bakso berhasil tertelan tanpa dikunyah.

"Min-um. Minum. Uhuk!"

"Uuuu-uuuu-uu!" Perkataan Idha tidak jelas dengan tangan menepuk-nepuk dadanya.

Sila yang mengerti kode dari Idha segera menepuk punggung cewek itu, hingga baksonya berhasil keluar dan menggelinding di atas lantai kantin.

"Kalian berdua, nih! Kalo gue mati keselek gimana? Mau kalian gantiin posisi gue di emak bapak gue?" teriak Idha sembari ngomel dengan tangan berkacak pinggang.

"Iya, woy! Kalian berdua parah! Untung gue nggak lagi minum kuah yang super pedas itu!" Ulfa pun ikut ngomel dengan bibir mengerucut.

Melihat hal itu, Sila dan Risma bukannya merasa bersalah malah cekikikan tidak jelas mendengar omelan keduanya.

"Yang bilangnya mau ke toilet siapa, ya tadi ...." Risma berkata dengan gestur seolah mengingat-ingat.

"Eh ...." Ucapan Idha terpotong menjadi melotot saat tiba-tiba matanya melihat Sila sudah ada di sisi Risma berdiri, dengan tangan yang tengah mengaduk-aduk sambal di meja kantin. "Lho, kok ada Sila?" pekik Idha.

"Mana-mana? Eh iya. Kok ada Sila?" Ulfa langsung heboh mendengar pernyataan dari Idha.

"Ini, Sila asli apa jelmaan dedemit kantin sekolah?" tanya keduanya bertubi-tubi sambil membolak-balikkan badan Sila ke dapan, belakang, atas, bawah-eh!

Sila memutar bola mata malas. "Hadeh, kalian ini ... gue pusing, bego! Ya ini Sila, lah! Sila asli. Sila yang cantik, imuet, unyu-unyu dan ngangenin ini sedang duduk di depan kalian."

"Kresek mana kresek, nih!" celetuk Risma sambil berpura pura muntah.

Idha menjitak kepala Sila, diikuti Ulfa yang ikut menoyor kepalanya. "Elo. Ditanya serius, juga!"

"Ya lagian nanyanya gitu. Salah siapa dong?"

"Salah Mang Bambang!" Ulfa dan Idha berujar bebarengan.

Sila terkekeh. "Gue tadi telat," ujarnya.

"Kok bisa masuk?" seloroh Ulfa.

"Ya bisalah! Sila gitu loh." Sila berkata sambil mengibaskan kuncirnya centil.

"Kutil ay--"

"Eh, udah, wey! Buru mati gue nunggu kalian selesai debat!" Risma menyambar cepat. Rupanya cewek itu sudah sangat lapar kali ini.

"Yaudah, lo pesen, gih," celetuk Sila seketika.

"Dih, kok jadi gue?"

"Biar sekalian," jawab Sila dengan watadosnya.

Dengan berat hati, akhirnya Risma pun mengalah. Cewek itu terlihat beranjak meninggalkan sahabat-sahabatnya.

Belum lama Risma berlalu, tiba-tiba meja yang tengah Sila duduki digebrak oleh seseorang.

Mendadak satu kantin yang tadinya ngalahin pasar emak-emak, kini menjadi hening karena suara keras itu. Ternyata tiga tante-tante berseragamlah biang keroknya.

Sila melirik dengan pandangan prihatin. Ini murid apa tante-tante yang suka di pengkolan itu, ya? batin Sila berbicara.

Pantas jika Sila berpikiran demikian. Lihat saja dandanan mereka. Bibir merah menyala, bedak sudah seperti satu kilo dipupukin ke wajah semua, ditambah pipi yang juga di merah-merahin. Sungguh mirip dengan Badut Ancol, Teman-teman.

Apalagi seragamnya. Sudah seperti seragam punya adeknya yang tidak muat dipakai, tapi dipaksain sehingga tonjolan di dada dan pantat itu sangat tercetak jelas di sana.

"Apaan, sih?" ketus Sila. Matanya melirik sinis ke arah mereka.

Salah satu dari ketiga cewe tadi maju. Sepertinya, dia ketua dari geng itu.

"Eh, lo, adik kelas gak tau malu!" Cewek itu mendorong sebelah pundak Sila. "Lo, kan, yang tadi jalan bareng Nizam?"

Sila menepuk bekas tangan cewek itu seolah tengah menghilangkan debu yang menempel di bajunya. "Emang kenapa? Peduli apa lo sama urusan gue?" Bukannya takut, Sila malah terlihat menantang balik Tante Badut Ancol itu.

"Udah, Sil, gausah diladeni." Idha mencoba menenangkan Sila dengan menarik sebelah tangannya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, tangan Idha malah ditepis begitu saja.

Cewek itu terlihat tersulut emosi mendengar perkataan itu. Tangannya mengepal.

"Kurang ajar! Adek kelas nggak punya sopan santun!" Cewek itu maju dengan jari telunjuk menunjuk wajah Sila. "Heh, denger ya, Nizam itu punya gue! PUNYA GUE! Lo ga boleh deket-deket sama dia!" Cewek dengan nametag bertuliskan 'Veronika Septi' itu berteriak tepat di depan wajah Sila.

Risma yang baru datang dengan tangan membawa dua mangkuk bakso untuk Sila dan dirinya seketika dibuat bingung kala melihat mata semua orang terfokus ke meja yang ditempati oleh sahabatnya.

"Ada apa, sih? Kok rame banget," gumamnya sambil berjalan mendekat.

"Ada apa ini?" Risma berjalan ke tengah-tengah Septi dan Sila setelah meletakkan baksonya di meja.

"Lo temen dia, kan?" Septi bertanya pada Risma. "Ajarin temen lo gimana caranya sopan santun di depan kaka kelas!" Septi berkata dengan mata melirik ke arah Sila.

Tepat dengan berakhirnya teriakan Septi, tiga idola sekolah terlihat berjalan memasuki kantin.

"Zam, itu, kan, suara Septi si Obat Percaya Diri Berlebihan lo?" ujar Erik setelah mendengar teriakan yang berasal dari sudut kantin itu.

"Iya, Zam. Kok dia sebut-sebut nama lo? Dia bikin ulah apa lagi sekarang?" sahut David.

Nizam tidak menanggapi ucapan kedua sohibnya. Cowok itu sibuk menajamkan telinga. Kok gue kaya kenal nih suara, ya?

Tidak ingin menduga-duga, cowok itu memilih mendekat. Benar dugaannya. Sila-lah yang tengah adu mulut dengan Septi di sana.

"Mbak Septi yang terhormat, di sini yang tidak punya sopan santun siapa? Saya tadi lagi duduk diam, loh. Anda yang tiba-tiba menggebrak meja saya. Jadi, di sini yang tidak sopan siapa? Apa perlu saya ambilin kaca?" Sila berujar dengan tenang. Tidak seperti Septi yang sekarang mukanya sudah merah seakan siap menerkam orang.

"Kurang ajar! Berani-beraninya lo, ya!"

Saat Septi hendak melayangkan tamparan di pipi mulus Sila, tiba-tiba ada tangan besar yang menahan pergelangan tangannya.

"Nizam?" gumam Sila pelan.

Tiba-tiba lengan Septi yang berada di udara, ditarik turun cepat oleh cewek itu sendiri, dan beralih menjadi memegang lengan Nizam.

"Zam, dia duluan tadi yang mau nampar aku," adu Septi dengan wajah yang dibuat semelas mungkin.

Nizam menepis tangan Septi yang bergelayutan di lengannya. "Tadi lo ngomong apa?" tanyanya.

"A ... a-aku ... aku gak ngomong apa-apa." Cewek itu bergeming melihat tatapan tajam Nizam yang tertuju ke arahnya.

"Yakin?"

"I-iya. Aku tadi gak ngomong apa-apa, kok."

"Omong kosong!"

Septi memejamkan mata mendengar desisan itu. "A-aku ... aku cuma ngomong kalo kamu milik aku," lirihnya.

Nizam memegang telinganya. "Hah? Lo ngomong apa?" Pandangannya menatap Septi tajam. "Gue nganggep lo ada aja, enggak, loh. Gimana gue mau jadi milik lo?" desis cowok itu tajam.

Septi bergeming. Mata gadis itu tampak berkaca-kaca.

"Sekarang lo pergi."

"Ta-tapi ...."

"Gue bilang pergi!"

Merasa malu, Septi akhirnya berlalu dari kantin diikuti dengan kedua anteknya.

"BUBAR-BUBAR! INI BUKAN TONTONAN! BUBAR SEMUANYA!" seru David membubarkan mereka yang dari tadi menonton tanpa ada niatan untuk melerai.

"Huuu!" Mereka akhirnya bubar dan kembali melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda tadi.

Setelah semua pergi, Nizam terlihat ikut berlalu begitu saja. Kedua temannya pun tampak kebingungan melihat sikap Nizam yang berubah tidak seperti biasanya.

Begitu juga dengan Sila. Cewek itu pun sama bingungnya dengan teman Nizam.

Kalo memang gak niat belain, mending tadi ga usah ke sini sekalian! ujar Sila dalam hati.

"Nih, Sil, bakso lo." Risma menyodorkan bakso yang sudah mulai dingin itu ke hadapan Sila. "Kok si Badut Ancol bisa nyasar ke sini, sih?" tanya Risma yang masih kebingungan atas kejadian tadi.

"Tadi pas kita lagi duduk, tiba-tiba mereka itu nggebrak meja kita, Ris. Dia langsung ngelabrak Sila gitu aja. Katanya, 'gausah gangguin Nizam, dia milik gue!' gitu katanya," jawab Idha menjelaskan kejadian tadi.

Sedangkan Sila hanya diam dengan tangan mengaduk-aduk baksonya tanpa minat.

Teeet!

"Udah bel, tuh! Ayo masuk. Anggap tadi nggak ada kejadian apa-apa. Ya nggak, cuy?" ajak Risma mencoba menghibur Sila.

Bakso yang tadi dipesan pun tidak dimakan sedikitpun oleh Sila juga Risma. Nafsu makan keduanya sudah hilang diambil Tante Badut Ancol itu.

"Yoi!" sahut Idha dan Ulfa serentak sambil tersenyum memandang Sila.

Sila terharu, ia memeluk ketiga temannya. "Uh ... jadi makin sayang sama kalian!"

🚀

Treth! Treth! Treeeth!

Saat pelajaran sedang berlangsung, tiba-tiba hp Sila yang berada di laci bergetar, sampai menimbulkan suara yang lumayan keras di dalam kelas yang kebetulan hening ini.

"Ada apa, Sila?" tanya Bu Luna—guru kimia—yang merasa terganggu oleh suara itu.

"Nggak pa-pa, kok, Bu," jawab Sila cengengesan.

"Awas kalo kamu ketahuan main HP! Ibu ambil HP kamu satu minggu!"

"Iya, Bu. Paling tadi cuma operator RBT, kok, Bu. Kan saya jomblo," ujarnya.

Sontak satu kelas tertawa mendengar kalimat jujur yang keluar dari mulut Sila itu.

Bu Luna geleng-geleng. "Ya sudah, jangan main hp, ya."

"Siap, Bu!"

Namun, tak urung. Saat Bu Luna kembali menulis di papan tulis, Sila yang merasa penasaran dengan siapa yang ada di notifikasi chat-nya itu akhirnya membuka ponsel dengan diam-diam.

Melihat hal itu, Risma menyikut lengan Sila pelan. "Heh! Ketauan entar, loh!" ucapnya sambil berbisik.

Sila meletakkan jari telunjuk di bibirnya. "Sst! Bentar."

Nizamgbrn.975 mulai mengikuti anda.

***


Kalo kalian yang jadi Sila, kalian mau ngapain?

Kalo aku, sih. TERIAK! AWKWKWK😭

Repub: 24/10/2021
Instagram/TikTok: @wishasaaa

Jejaknya ya sayang... Makasih!❤😘
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro