CHAPTER 37
Taufan berlari tergesa-gesa, menuju ke sebuah warung kecil. Ia ingin membeli pulpen, karena dirinya lupa untuk membawanya. Seperti biasa dirinya bersiap menuju kuliah dengan terburu-buru membuat beberapa benda tidak dibawanya, dan pulpen salah satunya.
Jadi dirinya berinisiatif untuk membeli pulpen terlebih dahulu, sebelum kelas dimulai. Sebenarnya dia bisa meminjam pulpen ke Fang atau temannya yang lain, tapi niat meminjamnya itu ia kurung kan, takut jika sampai mereka juga membutuhkan pulpen, lagipula masih ada sedikit waktu baginya tuk membeli benda itu.
Setelah sampai ke tempat tujuan nya, Taufan segera membeli apa yang membawa ia kesini. Seusai melakukan sesi membayar, Taufan langsung mengambil seribu langkah berlari secepatnya menuju kampus, takut jika sampai ia terlambat.
Bruuk!
"Akh..!"
"Ck!"Pemuda itu menoleh kebelakang dimana ada seseorang yang habis dirinya tubruk. Seorang gadis, yang masih memakai seragam sekolah menengah atas. Apa yang gadis itu lakukan disini? Bukankah seharusnya dia masih berada di sekolah? Mengingat jam yang masih menunjukkan pukul 09:04 AM. Apakah gadis itu membolos?
"Ah.. Maaf ya dek, saya engga sengaja"Ucap Taufan meminta maaf kepada gadis itu. Sang gadis mengangkat kepalanya sembari tersenyum.
"Gapapa, kak"Balasnya, menggeleng pelan.
"Kalau gitu kakak duluan ya? Udah telat nih,"Ujar Taufan, kemudian pergi meninggalkan gadis itu. Sebenarnya ia ingin bertanya kepada sang gadis kenapa dia berada disini pada saat masih jam pelajaran sekolah? Tapi sekali lagi niatnya harus ia kurung kan mengingat waktu nya sudah mepet.
Perlahan senyuman manis gadis itu berubah menjadi senyum sinis, menatap kepergian Taufan"Ternyata ganteng juga,"Gumam nya, menatap Taufan dengan sebuah niat tersembunyi.
Ia pun berbalik, melanjutkan langkah nya pergi. Mungkin badannya sedikit sakit dikarenakan ia dengan sengaja membuat dirinya bertubrukan dengan pemuda itu. Tapi tak masalah, karena kejadian tadi bisa membuat rencananya semakin mudah.
--oOo--
Hari ini, sebuah janji sudah dilakukan. Lebih tepatnya akan dipenuhi, sebab janji itu dibuat beberapa hari lalu. Dan akan dipenuhi pada hari ini. Pertanyaan nya... Janji apakah itu? Janji apa yang sudah dibuat, dan akan dilaksanakan pada hari ini?
Taufan dengan sabarnya menunggu kedatangan gadisnya, dan pastinya senyuman manis selalu terukir indah di bibirnya. Sungguh dia tidak sabar menunggu kedatangan gadisnya bersama dengan ibu gadis itu.
"Ekhem... Keknya gue liat lu senyum mulu dari tadi, kagak capek apa ntu mulut senyum aja!"Sindir Gopal, menatap Taufan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Engga, senyum kan sedekah"Lugasnya. Mengabaikan gerutuan tak jelas si Arumugam.
"Gausah ngusik Taufan deh lu, Pal! Masih jomblo itu lebih baik diem aja!"Ketus Fang ngena banget dihati Gopal.
Sementara Taufan dan Fang ber'tos'ria, menertawakan pemuda berbadan gempal itu, Ying pun turut andil menertawakan Gopal. Tidak mau menyia-nyiakan momen kebersamaan mereka, yang sudah jarang lagi terjadi, karena kesibukan masing-masing.
Siti yang melihat tingkah anaknya dan teman-temannya hanya mampu menggelengkan kepalanya saja. Dia memaklumi hal itu, anak muda mah udah biasa melacknati temen bahkan sahabatnya sendiri. Justru hal itulah yang membuat hubungan mereka semakin akrab, bukan renggang atau jadi bermusuhan.
Jam sudah menunjukkan pukul 04:40 PM. Taufan menghela nafas gusar kala ia melihat Yaya dan keluarga kecilnya datang menghampiri dirinya dan yang lain. Setelah sampai dihadapan mereka kedua ibu itu langsung cipika-cipiki, dan mengobrol ria melupakan para anaknya.
Sementara Otoi langsung bergegas lari menuju Ochobot dan Pipi, berniat mengajak mereka bermain.
"Akhirnya aku bisa ngajak Mama kesini, setelah membuat janji terlebih dahulu."Ujar Yaya, tersenyum seraya menatap kedua ibu yang tengah mengobrol ria.
"Langsung akrab aja tuh emak-emak,"Celetuk Gopal, memakan goreng yang entah ia dapat/ambil darimana?
"Ngagetin aja lu!"Ketus Fang, yang terkejutnya dengan kehadiran makhluk astral itu.g
"Nyehh! Lemah bener jantung lu, gitu aja udah kaget"Ejek Gopal, masih menikmati gorengan nya.
"Serah lo, serah!"Pasrah Fang, ingin mengabaikan Gopal. Sementara si pemuda berketurunan India itu tersenyum kemenangan.
"Aku mau ke Ochobot ama Pipi dulu ya? Mau pesan es,"Ujar Ying, melangkahkan kakinya menuju Ochobot yang berada di meja kaunter.
"Ying gue nitip ya!?"Teriak Gopal, agar gadis itu bisa mendengar nya.
"OGAH!"Balas Ying, yang juga berteriak karena dia telah sampai ke meja kaunter.
Gopal berdecak kesal"Gue mau nyusul Ying,"Katanya, melangkah dengan tidak elitnya menghampiri Ying, Ochobot dan Pipi. Yaya dan Taufan terkekeh, lain halnya dengan Fang yang memutar bola matanya malas.
"Lo gamau ikut nyusul, Ying?"Tanya Taufan, seakan mengusir Fang dari bawah pohon ini.
Fang yang peka dengan maksud pemuda itu, hanya berdecak namun tetap melangkah pergi meninggalkan mereka berdua."Dasar! Punya temen kok lacknat semua!"Gerutunya.
"Ngapa lo?"Tanya Gopal dibarengi kekehan.
"Di usir ama Taufan lo?"Lanjutnya. Yang sudah terjawab hanya dengan melihat raut wajah pemuda berambut Raven itu.
"Ck ck ck, kasian... Makanya gue langsung pergi, alesannya nyusul Ying. Supaya engga di usir jga,"Ucap Gopal, yang diakhiri dengan tawa renyahnya.
Fang hanya menampakkan raut wajah datarnya. Sementara Ying tersenyum manis melihat kedua pemuda itu–lebih ke pemuda penggila populer.
.
.
.
.
.
.
.
.
Taufan menghela nafasnya, dia jadi gugup, ingin mengajak Yaya bicara, tapi dirinya kehabisan topik. Lantas apa yang harus ia lakukan sekarang? Sungguh dirinya menyesal sudah mengusir Fang pergi dari sini.
"Langit sorenya indah ya?"Ujarnya basa-basi, memulai pembicaraan.
Yaya menoleh ke pemuda itu, kedua sudut bibirnya terangkat melihat Taufan yang sedang menggaruk kepala belakang nya, yang dirinya yakinin jika tidak gatal itu."Iya, indah banget"Balas Yaya, lalu kembali menatap indahnya taman ini.
"Tapi lebih indah orang disebelah ku,"Ucap Taufan turut memandang taman dengan Yaya, tidak lupa juga dirinya tersenyum meskipun tertutup oleh masker.
"Haa?"
"Ahh.. Engga ada apa-apa, engga usah di ingat, lupain aja"Balas Taufan cepat, menggosok tengkuk nya, dengan sedikit tertawa hambar.
Yaya tersenyum,"Aku tau kok"Perkataan gadisnya ini membuat dahi Taufan berkerut.
"Tau apa?"Beo Taufan, mengerjapkan matanya menatap gadisnya ini.
"Tau kalo aku cantik"Balas Yaya tersenyum lebar. Mana mungkin jika dia tidak mendengar perkataan pemuda itu, yang tepat berada di sebelah dirinya.
Taufan menahan senyum nya, gadisnya ini jadi lebih narsis setelah mengalami amnesia"Siapa yang bilang kamu cantik?"
"Ya kamu lah! Siapa lagi?!"Ketus Yaya, menatap Taufan dengan tersenyum bangga.
Dibalik masker medisnya itu Taufan terkekeh"Kapan aku bilang kamu cantik?"Tanya-nya, mengangkat sebelah alisnya.
Yaya berdecak"Ya tadi lah! Dikira aku ngga denger apa?"Ucapnya mengerucutkan bibir.
Taufan kembali terkekeh sembari menggelengkan kepalanya,"Ya ampun Yayaaaa... Kamu sekarang ge-er banget sih, aku ndak bilang kamu cantik, tapi lebih ke indah"Ujarnya menepuk-nepuk puncak kepala Yaya dengan kekehan yang menemani.
Dengan rasa kesal Yaya memegang tangan Taufan yang tengah menepuk kepalanya, di remasnya pergelangan tangan itu dengan wajah datar, membuat sang empunya meringis."Ya-ya sakit oyy, apa salahku!?"Rintih pemuda bertopi itu.
"Cari tau aja sendiri!"Nah ini dia yang Taufan jengkel kan dari seorang wanita, mereka cenderung menyatakan perkataan yang sulit atau bahkan tidak dapat dipahami kaum Adam. Mencari tau? Apa yang harus dicari tau? Apakah yang dimaksud mencari tau kesalahannya sendiri? Sekarang bagaimana seseorang bisa dipahami jika orang itu saja tidak mau menjelaskan atau memberitahu permasalahannya?
Katakan kepada Taufan, bagaimana cara untuk bisa memahami orang hanya dengan melihat tingkah lakunya, atau sedikit kode yang dia berikan? Tidak semua orang terlahir menjadi sosok yang peka akan keadaan maupun perasaan. Lelaki itu lebih cenderung peka akan serangan musuh, intinya yang berhubungan dengan seni bela diri. Bukannya peka dengan perasaan seorang wanita, itu benar-benar sulit untuk bisa dipahami.
Bukankah seharusnya wanita juga peka? Tidak hanya lelaki saja kan? Rasanya akan berat sebelah jika hanya salah satu saja yang peka. Mungkin bisa melukai hati salah satu dari mereka jika cuma satu orang saja yang peka.
Taufan melepaskan tangannya dari digenggaman oleh Yaya, ia menatap serius sang gadis. Membuat gadis itu jadi tidak nyaman sendiri dengan tatapan yang diberikan, apa Yaya sudah salah berkata begitu?"Kamu kenapa sih, kok natap aku gitu?"Tanya-nya takut.
"Lagi nyari,"
"Haa?"Yaya bingung, otaknya sedang loading. Dan sayang nya jaringan saat ini sedang buruk, itu sebabnya semakin lama memperoses.g
"C-cari apa?"Kembali lagi Yaya bertanya, dia sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran pemuda ini. Apa yang dia cari dengan menatap dirinya?
Taufan sedikit menjauhkan wajahnya dari menatap serius Yaya, menormalkan kembali tatapannya."Kan kamu yang suruh,"Jawabannya.
Yaya mengerutkan dahinya"Aku?"Ulangnya, menunjuk dirinya sendiri menggunakan jari telunjuk.
Dengan santai Taufan mengangguk"Iya kamu, kan tadi kamu suruh aku cari tau. Yaudah aku cari tau dengan berusaha membaca matamu,"Terangnya.
Yaya menghela nafas kasar,"Bukan gitu konsep nya bambang!"Ketus Yaya, mengalihkan wajahnya kearah lain.
"Aku.... Salah lagi ;-;?"Tanya Taufan.
"Iya, kamu emang selalu salah!"Ucap Yaya, menyilangkan tangannya didepan dada.
Ah.. Benar Taufan yang salah disini, dia melupakan empat perkara yang memang sudah terjadi dari dulu!
Pertama, “Wanita selalu, benar”
Kedua, “Pria selalu, salah”
Ketiga, “Kalau sampai wanita salah, maka pria lebih, salah”
Keempat, “Wanita tidak pernah, salah!”
Semua itu sudah mutlak!
Yang menghianati, pria. Yang slingkuh, pria. Yang nggak peka, pria. Semua adalah salah pria, dimata seorang wanita pria adalah makhluk hidup yang serba salah.
Setuju ndk wahai para readers kaum hawa?
(Note : ↑↑Kiya copy dari SW ku sendiri:'v yg punya no ku mungkin ingat 👀)
Taufan menghela nafas nya, ia harus sabar jika menghadapi seorang wanita, terlebih lagi jika sifatnya seperti ini. Anggap saja sebagai latihannya menjadi suami Yaya dimasa depan:v
"Kamu ngambek, Ya?"
"...."Tidak ada balasan, berarti memang bener jika gadisnya itu ngambek. Taufan memutar otak nya, memikirkan ide untuk membujuk gadis ini.
"Aya?"Entah mengapa otak Taufan buntu, padahal sedang dibutuhkan. Karena masih tidak kunjung mendapatkan respon dari Yaya, Taufan mendesah. Apa yg harus dirinya lakukan sekarang? Ini otak juga kenapa pake acara buntu segala?! Pemuda itu jadi kesel sendiri.
Matanya bergerak melirik Yaya, yang masih saja dalam mode ngambek nya. Ia berbalik membelakangi gadisnya itu, sedang mencari cara membujuk sang pujaan hati.
'Ayolah otak, kenapa sih lu itu buntu disaat gua butuh?'Keluhnya dalam hati.
"Ck!"Taufan berdecak, dan memilih berbalik saja. Mungkin lebih baik jika dia mulai membujuk Yaya dengan berbicara kepada sang gadis.
Tubuhnya bergerak menghadap ke Yaya, namun gadis itu malah melangkah pergi meninggalkan dirinya. Kakinya melangkah ingin menyusul langkah gadisnya, namun sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak kepada dirinya, entah bagaimana kakinya bisa tersandung batu, sehingga ia terjatuh ketanah dengan keadaan tengkurap.
Bruk!
"Auch!"Suara rintihan itu membuat Yaya menghentikan langkah nya, kemudian berbalik, dan menemukan Taufan yang sudah jatuh ketanah dengan indahnya:v
"Taufan!"Yaya berjalan sedikit cepat menghampiri sang pemuda, namun saat ia sudah semakin dekat dengan keberadaan Taufan langkah kakinya memelan.
"Ahkk..."Taufan mengangkat kepalanya menatap Yaya, yang kedua bola matanya membulat seakan terkejut.
"Aduuhh..."Gumamnya mengelus dahinya yang tersentuh tanah tadi. Seperti ada yang aneh, tapi apa?
Deg
Tunggu... Perlahan tangan Taufan yang semula mengelus dahi turun, kedua matanya membola kala ia menyadari jika maskernya telah hilang dari separuh wajahnya. Itu artinya Yaya sudah melihat wajah dirinya sepenuhnya?
Dengan cepat Taufan bangun dari keadaan terjatuhnya, tangan kanannya ia gunakan untuk menutup separuh wajah. Berharap jika Yaya belum sepenuhnya melihat dengan jelas mukanya.
Yaya diam mematung, ia mengambil satu langkah menghampiri Taufan. Kenapa rasanya sangat berat hanya untuk mengambil satu langkah menuju pemuda itu? Seakan-akan dia sedang berjalan mendekati mimpi buruk saja. Dengan sangat perlahan dirinya berjalan.
Sementara Taufan menundukkan kepalanya dengan tangan yang masih menutup separuh wajahnya. Entahlah dirinya masih berharap jika Yaya belum melihat wajahnya ini. Ia tidak mau hal yang dihindari selama ini terjadi sekarang, dia belum siap untuk itu. Baru saja dirinya senang lantaran bisa dekat dengan gadisnya, ia benar-benar tidak mau jika kebahagiaan itu lenyap secepat ini.
"U-u....u"Kenapa Yaya tidak mampu hanya untuk menyebut namanya saja? Lidahnya kelu, tenggorokan nya tercekat, dirinya tidak tau kenapa hal ini harus terjadi. Ia masih berusaha untuk membuka mulut nya yang entah kenapa tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun. H-hei kenapa air matanya keluar?! Sudahlah tidak usah pikirkan alasan air mata nya menitis, lebih baik jika dirinya berusaha membuka suara.
Air mata Yaya semakin mengalir deras saat dirinya sudah sepenuhnya berada dihadapan pemuda itu, ia menarik nafasnya melalui mulut dan dikeluarkan kembali."Hiks...U-up..."Sungguh apa yang terjadi kepadanya? Dada nya sangat sesak hanya untuk menyebutkan namanya saja, kenapa rasanya begitu sakit?
Yaya kembali menguatkan dirinya, mengangkat wajah menatap sang pemuda yang menyembunyikan separuh wajahnya itu"Upan.."Ucapnya lirih.
Taufan memalingkan wajahnya kearah lain, dengan tangan yang masih setia menutup mulut hingga hidungnya itu. Yaya mengangkat satu tangan nya menggenggam pergelangan Taufan, ingin menarik tangan itu dari menutup wajah. Tapi pemuda itu tidak akan membiarkan identitasnya terbongkar semudah itu.
"Upan!"Seru Yaya, menarik tangan Taufan. Tapi pemuda itu masih tidak menurut, ia masih saja menutup separuh wajahnya dan berusaha agar tidak bertatap mata dengan gadisnya.
"Upan buka!"Tegas Yaya, namun kali ini ia menarik nya lebih kuat. Tapi bagaimana pun tetap saja kan tenaga cowok lebih besar, alhasil tangan pemuda itu masih menempel di sebagian wajahnya.
"Upan buka, aku udah tau.. Hiks"Teriak Yaya, yang diakhiri dengan isakan, perlahan genggaman nya pada tangan Taufan melemas kemudian terlepas. Sakit, entah apa dan kenapa hatinya merasakan sakit.
"Hiks... Buka... A-aku udah tau.. Hiks.. Aku udah tau, Pan.. Hiks"Lirihnya dengan air mata yang semakin membanjir, sungguh ia benar-benar merasa kecewa.. Kecewa pada pemuda dihadapan nya, kecewa dengan kawan-kawannya, dan kecewa dengan dirinya sendiri.
Taufan menutup matanya, satu butiran bening terjatuh dari kelopak matanya. Apakah ini akhir dari kebahagiaan nya? Di hari inikah dia bisa bertemu dengan Yaya untuk yang terakhir kalinya? Hanya sampai sini saja Taufan bisa bahagia bersama gadisnya?
"Hiks hiks.."Suara isak tangis itu membuat dada Taufan sesak, ingin rasanya dia memeluk gadis nya. Membawanya dalam rengkuhan hangat nya. Tapi niat itu harus ia kurungkan jika tidak mau sampai Yaya semakin membencinya.
Tangan Taufan yang ia gunakan untuk menutupi separuh wajahnya perlahan menurun. Menampakkan dengan jelas wajah yang selama ini ditutupi oleh masker.
"Tadi gue denger..."Gopal diam, tidak bisa melanjutkan kata-kata nya. Ia terkejut dengan apa yang dilihatnya, jadi ini alasan dirinya dan yang lain mendengar seperti ada keributan?
Fang dan Ying yang berada di belakang pemuda berbadan gempal itu jadi merasa aneh saat menemukan Gopal yang tiba-tiba berhenti dan tidak melanjutkan perkataannya. Apa...... Yang terjadi? Malas bertanya alasan Gopal berhenti, keduanya memilih untuk melihatnya sendiri.
Reaksi yang di tunjukkan oleh Fang dan Ying tidak jauh berbeda dengan reaksi Gopal. Sama-sama terkejut, bagaimana tidak rahasia yang selama ini mereka sembunyikan telah terbongkar? Rahasia yang sudah susah-payah mereka jaga telah terungkap.
Yaya terkekeh sinis, memecahkan keheningan di antara mereka. Keempatnya mengerutkan dahi melihat gadis itu yang secara tiba-tiba dan tanpa sebab tertawa.
"Ini ad–"Taufan, Gopal, Fang, Ying dan Yaya menoleh keasal suara. Kelimanya menemukan dua ibu yang juga terkejut sama dengan reaksi mereka saat pertama melihat ini. Yaya yang semula hanya terkekeh kali ini tertawa.
"Wah... Hebat!"Ucapnya dengan air mata yang terus-terusan mengalir.
Gadis berhijab pink itu bertepuk tangan,"Persekongkolan yang hebat, kalian semua nipu aku? Kalian mau aku mati ya? Kalian buat aku ketemu sama si pembunuh ini?!" Serunya meluapkan rasa kecewa, amarah, sedih, terkejut. Semua itu tercampur jadi satu.
Sementara mereka yang mendengar perkataan gadis itu hanya bisa terdiam,"Kenapa diam... Hiks.. Kenapa? Apa alasan kalian membuat aku ketemu sama dia?"Tanya nya, berusaha tersenyum dan tertawa seperti orang yang sudah kehilangan kewarasannya.
Yaya kembali tertawa saat melihat mereka tidak bisa menjawab, ia menghapus kasar air matanya. Berjalan menghampiri sang ibu,"Mama tau kan soal pemuda itu...? Hiks... Mama tau kalau aku mau di pertemukan dengan nya?! Hiks..Mama mau anak Mama mati dibunuh sama dia?!"Ucap Yaya menangis tersedu-sedu dihadapan ibunya.
"Bukan gitu Aya, dia–"
"Dia apa Ma?" Potong Yaya,"Dia yang udah berusaha mau bunuh, Aya? Kenapa.. Hiks.. K-kenapa Mama.. Egh... Mau membahayakan nyawa putri mu sendiri?!"Lanjutnya.
"Yaya dia bukan orang yang berusaha bunuh kamu, disini kamu salah paham nak"Ujar Tante Wawa berusaha menjelaskan kepada sang putri yang terjadi sesungguhnya. Sebagai seorang ibu tentunya akan turut menangis kala melihat sang anak mengeluarkan air mata. Sama halnya dengan Tante Wawa.
Yaya melangkah sedikit menjauh dari ibunya"Salah paham gimana?! Disini Mama yang gak tau!! Aya yang lihat Ma! D-di... Hiks.. Dia mau ne-nembak Aya.. Hiks hiks.."Ricaunya.
"Aya..."
"Udahlah, Mama ngga akan pahami Aya.. Hiks"Ketusnya yang berpindah menuju ke arah Ying.
"Ying" Lirih Yaya disaat dirinya sudah sampai kehadapan gadis berketurunan China itu.
Sementara Ying tidak berkutik, ia hanya diam dengan kepala yang tertunduk, tidak mau melihat pancaran kekecewaan dari sang sahabat terhadap dirinya."Ying..."Ucap Yaya kembali, namun gadis itu masih menghiraukan nya.
Yaya tersenyum sinis"Kenapa gamau natap aku? Takut ngeliat betapa kecewa nya aku sama kamu?! Sakit Ying! Sakit! Hiks... Sahabat sendiri yang membawa ku untuk bertemu dan.... Hiks hiks...bahkan dekat dengan si pemuda pembunuh ini?!"Teriak Yaya, tangan nya kembali di angkat untuk menghapus air mata yang sudah kembali membasahi pipi, mengusapnya dengan kasar.
"Ying... Hiks.. Hahahaha.... Kamu ternyata selain pintar licik juga ya... Hiks" Diam, Ying benar-benar merasa bersalah kepada sang sahabat.
Kebenaran sudah terbongkar!
Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga..
Sepintar apapun kau menyembunyikan sebuah kebohongan, pasti kelak akan terbongkar juga...
BERSAMBUNG........
Double up! Spesial unk kalian (≧∇≦)/
Moga suka:D
Keahlian ku unk mengetik cerita menurun drastis.. Hiksrot 🤧🤧
JANGAN LUPAKAN....!!!
VOTE AND COMMENT! >:V
Dah bubay!
Blm, Yaya masih selamat U-U
Tenang, Chap depan baru–ga jadi
Taufan : Jangan di spoiler, terlalu menyedihkan gw QwQ
Klo ada typo bilang, jangan diam aja ( ̄へ  ̄ 凸
Dahlah🚮
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh....
Salam Kiya_Comel:v
Author Akiya out.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro