[ 8 ] Seekor Kucing
"Setelah ini aku akan mengerjakan PR Sejarah Korea. Aku tidak bisa datang ke rapat OSIS, mianhae." Ujarku kepada Jeno. Aku menyerahkan kertas-kertas penting kepadanya.
"Baiklah. Kau bisa menanyakan apa saja yang dibahas di rapat kepada Soohee nanti." Jawab Jeno tegas. Aku mengangguk.
Setelah mendapat izin dari Jeno. Aku sangat senang bukan main. Biasanya, Jeno langsung memarahiku jika tidak ikut rapat. Dan sekarang, Tuhan telah mengabulkan doaku.
Sepulang sekolah...
Hari ini hujan lebat. Dan aku lupa membawa payung. Astaga! Padahal eomma ku tadi sudah menyiapkan payung. Tetapi aku lupa membawanya. Aish!
"Kau pulang sekarang?" Tiba-tiba Jimin berada dibelakangku sambil melihat hujan. Aku tersentak kaget. Sejak kapan dia ada disini? Seperti hantu saja.
"I..iya. Tapi aku tidak membawa payung, oppa." Jawabku. Aku menundukkan kepalaku.
"Oh.."
"Hanya itu jawabanmu?!" Pekikku.
"Ya.. lalu apa lagi? Kau kira aku akan memgantarmu pulang? Tidak akan nona!" Jimin berbalik. Meninggalkanku sendiri di lobby.
"Yak! Kau masih saja menyebalkan! Aku menyesal mengenali orang sepertimu!" Aku mengucapkan sumpah serapahku. Tetapi ia tetap berjalan tak perduli.
*****
Hujan masih saja belum berhenti. Rentetan air nya juga masih setia membasahi sekitar. Semua murid disekolah sudah dijemput dengan sopir mereka. Dan ada juga yang pulang memakai payung.
Berhubung tidak membawa payung, maka aku harus menunggu disekolah sampai hujan reda.
"Dingin sekali..." Keluhku. Aku mempererat jaket merah mudaku. Karena hawa di Kota Jeju semakin ekstrem jika hujan turun.
Saat aku ingin duduk. Tiba-tiba saja ada suara
'Miaww'
Ah, seekor kucing. Tetapi dimana suara itu berasal?
Aku berdiri. Berjalan. Mencari asal sumber suara. Aku melongok di rerumputan. Sampai aku berlari ke lapangan juga. Membiarkan bajuku basah.
Beberapa menit kemudian, aku menemukannya. Kucing itu kecil, kotor dan basah terkena air hujan.
Aku melepas jaketku. Membungkus tubuh kucing itu dengan lembut agar tidak terkena air hujan.
"Aku akan membawamu pulang," Aku berbicara sendiri kepada kucing itu seolah-oleh kucing itu adalah manusia.
"Eunra! Kau kenapa hujan-hujan seperti itu?! Eomma mu bisa-bisa memarahiku jika kau hujan-hujan!" Tuan Jimin yang terhormat telah datang menghampiriku dengan payung ditangannya.
"Apa perdulimu? hmm? Tumben sekali kau perduli denganku?!"
"Aku melakukan ini demi eommamu. Bukan demi dirimu, Eunra," Ucapnya.
"Tutup mulutmu itu, oppa. Oke, berhubung bajuku sudah basah. Aku akan pulang sekarang. Annyeong," Dengan hormat, aku membungkuk kepadanya. Lalu berjalan meninggalkannya sambil membawa seekor kucing mungil yang baru saja kutemukan.
●●●
Di rumah
"Tidak Eunra.. tidak boleh!" Eomma menolak mentah-mentah. Eommaku memang tidak suka kucing.
"Tapi eomma. Kucing ini masih kecil. Kumohon satu minggu saja.." Aku memohon. Berharap mendapatkan izin darinya.
"Baiklah. Hanya satu minggu saja,"
"Benarkah eomma????" Mataku berbinar.
"Ya.. ya.. ya.. setelah kucing itu sehat. Kau harus membuangnya, arraseo?"
Aku mengangguk lesu. Lalu aku memasuki kamarku. Dan meletakkan kucing itu diatas tempat tidurku. Aku berbaring diatas tempat tidur sambil mengelus bulu kucing tersebut.
"Tunggu ya.. aku akan mandi. Setelah itu aku akan memberikan makanan untukmu," Aku berbicara kepada kucing seperti orang gila.
Sebelum aku memasuki kamar mandi. Eomma memanggilku dari bawah. Sepertinya tuan Jimin yang terhormat datang lagi. Ya ampun menyusahkan saja.
"Ada apa eomma?" Aku menuruni tangga. Melihatku masih mengenakan seragam yang basah , eomma langsung menyemburkan kata-kata yang menyakitkan hati kepadaku.
"Calon suamimu datang tetapi kau masih berpakaian dekil seperti itu?! Apa kau tidak malu? Maafkan anakku calon menantu.."
Jimin terkekeh. Matanya melirik kearahku. Lirikannya itu bukan lirikan menggoda tetapi lirikan tanda mengejek.
"Hm.. berhubung dia calon suamiku. Dia juga harus terbiasa memandang calon istrinya dengan pakaian DEKIL, eomma," Rahangku mengeras. Menahan emosi yang tertahan dikepalaku agar tidak meluap.
"Ya dia benar sekali, bibi. Aku juga harus terbiasa memandang istriku dengan pakaian kotor sekalipun. Tapi akan lebih baik jika dia berpakaian bersih, atau tidak dia akan terserang penyakit kulit," Jelas Jimin. Ia merasa menang akan perkataannya.
"Kau dengar, Eunra? Cepat! Ganti pakaianmu. Kau tidak sopan sekali dihadapan calon suamimu!"
"Eomma menjengkelkan!" Aku berlari menaiki tangga. Berlari menuju kamarku. Semuanya terasa menjengkelkan jika ada Jimin. Eomma sudah percaya kepada Jimin. Jimin. Jimin. Dan Jimin! Arrgh! Aku membencimu Park Jimin!!
*****
Jimin POV
Aku akan mengunjungi rumah Eunra. Mengecek keadaannya setelah hujan-hujanan tadi. Sebenarnya, aku agak sedikit khawatir dengan Eunra. Karena Eomma Eunra bilang, Eunra akan demam jika ia sedikit saja terkena air hujan.
"Apa dia baik-baik saja, bibi?" Tanyaku. Memastikan. Eomma Eunra akhirnya mengangguk.
"Iya dia baik-baik saja sepertinya. Malahan dia membawa kucing ke rumah. Benar-benar menyusahkan," Eomma Eunra berdecak. Aku hanya menunduk sambil mengiyakan perkataannya.
"Hm, anda tidak suka kucing?" Tanyaku spontan.
Eomma Eunra menoleh kepadaku cepat.
"Ya.. aku sangat membenci kucing. Tapi anehnya anak gadisku itu menyukainya,"
"Kebetulan, ibuku menyukai kucing. Bagaimana jika kucingnya kubawa pulang ke rumahku? Apa boleh bibi?"
"Ya sebaiknya kau bawa saja, hish.. bibi benar-benar tidak menyukai hewan berbulu," Ujar eomma Eunra dengan nada jijik.
Setelah bercengkrama dengan eomma Eunra. Aku segera saja menaiki tangga menuju kamar Eunra. Menengok dirinya sebelum pulang.
Aku mengetuk pintu sejenak dan terdengar suara "Masuk."
Aku pun segera memasuki kamar Eunra. Terlihat Eunra sedang duduk ditepi ranjang sambil mengelus kucingnya. Melihatku masuk, Eunra langsung menatapku tajam. Tatapannya itu sangat menusuk penuh amarah.
"Mengapa kau ke kamarku?" Tanyanya dingin dengan mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Dengan berani, aku duduk disebelahnya. Sementara Eunra beringsut menjauh.
"Kata Eomma mu , aku akan membawa kucing buluk mu itu kerumahku. Aku yang akan merawatnya," Jelasku sebaik mungkin.
"Sungguh kau ingin merawatnya?"
"Iya sungguh."
*****
#Author POV
Sesampai dirumah Jimin
"Apa-apaan kau ha?! Ibu tidak suka kucing tapi kau malah membawa seekor kucing ke rumah?! Kau urus sendiri Jimin-ah! Ibu tidak mau tau!" Omel ibu Jimin saat Jimin baru saja pulang sambil membawa kucing Eunra ditangannya.
"Kumohon ibu.. hanya seekor kucing kecil. Aku yang akan membelikannya makanan dengan uangku sendiri. Ibu sebaiknya diam saja," Jimin lalu melangkahkan kakinya panjang-panjang menuju kamarnya. Lalu menutup pintu.
Kucing yang dipegang Jimin langsung meloncat dan berlarian mengitari kamar.
Banyak sekali beban pikiran yang merasuki kepala Jimin. Hingga ia langsung membanting tubuhnya ke kasur. Ia menatap langit-langit kamar. Lama sekali. Tiba-tiba terbesit wajah Eunra dalam benaknya.
"Aku akan memberikan nama kucing itu EunJi," Gumamnya sambil menatap kucing kecil yang kini tidur diatas perutnya.
*****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro