Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Keluarga Dyra

Jangan lupa bintangnya yaaa!

Dyra, Leta, dan Meryn berjalan berdampingan menuju parkiran sekolah, setelah sepuluh menit menunggu akhirnya sekolah sudah mulai senggang. Mereka memang sengaja menunggu sepi guna menghindari kerumunan siswa, terlebih di koridor sekolah.

“Eh Dyr, setelah kejadian kemarin Kak Devan tanggung jawab nggak, sih?” celetuk Leta.

“Dia kan udah tanggung jawab, Let. Buktinya dia bawa gue ke UKS dan beliin gue makanan. Menurut gue itu udah lebih dari cukup kok,” balas Dyra.

“Bukan itu Dyra, maksud gue dia nggak bawa lo periksa ke dokter gitu?” ucap Leta.

“Gue nggak kenapa-napa kok, kemarin setelah gue sadar, gue cuma ngerasa pusing aja, dan itu nggak lama. Sebenarnya gue juga ditawarin Kak Devan buat periksa, tapi gue tolak,” balas Dyra.

“Dyr, kenapa lo menyia-nyiakan kesempatan, sih? Seharusnya lo terima tawaran Kak Devan. Selain buat memastikan lo nggak kenapa-napa, lo juga bisa sekalian deket sama dia. Siapa tahu dia tertarik sama lo,” ucap Leta dengan antusias.

"Dyra bukan tipe cewek alay kayak lo, Let," cibir Meryn.

“Jangan dengerin omongan Leta, Dyr. Dia sesat banget, mantannya aja udah numpuk, mana fuckboy semua lagi,” imbuh Meryn.

“Gue itu lagi melakukan seleksi buat cari jodoh yang sesuai sama kriteria gue, lagian semua mantan gue juga nggak keberatan kok,” sahut Leta.

"Mungkin gara-gara itu kali ya, gue jadi jomblo," komentar Meryn.

"Hah?"

"Maksudnya?"

Meryn terkekeh melihat reaksi kedua sahabatnya. "Gini loh, kayaknya gue nggak punya pacar gara-gara semua cowok udah dipacarin sama Leta."

Refleks Leta menoleh ke arah Meryn ketika namanya disebut. "Kok jadi gue, sih? Salah lo sendiri, mau aja meratapi takdir sebagai jomblo. Lagian kalo lo mau, lo bisa pacaran sama mantan-mantan gue kok."

"Ogah banget," sahut Meryn.

“Lo nggak sendirian, Ryn. Gue juga jomblo, kok,” sahut Dyra.

“Tuh kan, kebetulan banget. Kak Devan juga jomblo loh, Dyr," ujar Leta sembari menaik turunkan alisnya, menggoda sahabat barunya itu.

"Apaan, sih, Let. Nggak ada hubungannya juga tau," balas Dyra sedikit kesal.

"Ada! Dengan kalian berdua jomblo, peluang buat dekat besar banget." Bukannya berhenti, Leta malah terus menggoda Dyra, membuat gadis pindahan dari Surabaya itu mengerucutkan bibirnya.

"Terserah lo deh, Let. Gue mau balik dulu, bye!" pungkas Dyra sembari berjalan mendahului kedua sahabatnya.

"Lo sih, Let. Ntar kalau Dyra marah gimana?" ujar Meryn khawatir.

"Percaya sama gue, dia nggak bakalan marah."

***

Suara alat makan yang sedang beradu terdengar jelas di ruang makan sebuah rumah mewah. Di dalamnya terdapat keluarga sedang menikmati makan malamnya. Sepasang orang tua dan dua orang anak duduk saling berhadapan. Mereka melahap makan malamnya dengan tenang.

“Gimana sama sekolah baru kamu, Dyra?” ucap sang kepala keluarga. Namanya Herman, beliau merupakan sang kepala keluarga. 

"Sejauh ini nggak ada masalah, semuanya nyaman kok, Pa. Dyra juga bisa cepat beradaptasi sama lingkungannya, Dyra juga udah punya sahabat dekat, namanya Leta sama Meryn. Kapan-kapan Dyra kenalin ke Mama sama Papa,” balas Dyra dengan antusias.

"Syukurlah, Mama seneng dengernya. Mama sama Papa sempet khawatir sama kamu, takut kamu kesulitan beradaptasi," ucap wanita paruh baya. Namanya Sabrina, beliau merupakan istri Herman sekaligus ibu dari Dyra.

"Mama sama Papa tenang aja. Teman-teman dan guru di sana juga welcome sama Dyra, jadi Dyra sebagai anak baru juga merasa nyaman," balas Dyra menenangkan. Ia paham, jika orang tuanya begitu khawatir, mengingat pindah ke lingkungan baru bukan hal yang mudah.

“Kalo misalkan ada yang bully atau apa-apa kamu, segera lapor ke guru yang bersangkutan,” celetuk Vino, anak sulung di keluarga ini.

“Jadi, Kak Vino do'ain aku di-bully gitu?” ucap Dyra setengah kesal.

"Nggak gitu juga kali. Zaman sekarang pergaulan udah ngeri banget, takutnya di sekolah kamu ada yang gitu juga. Pokoknya hati-hati dalam bergaul, jangan sembarangan milih teman," pesan Vino.

"Masa aku nggak boleh temenan sama banyak orang?"

"Au ah, capek gue," gerutu Vino.

"Bukan gitu, Nak. Bukannya kakakmu melarang buat berteman, kamu boleh kok berteman dengan siapapun, asalkan pergaulannya jelas. Tentunya Mama nggak mau kamu salah berteman, resikonya besar, Nak," jelas Mama Sabrina dengan sabar.

"Dyra pasti bakal hati-hati buat pilih teman kok," balas Dyra diakhiri seulas senyum tipis.

"Gitu aja perlu dijelasin," ledek Vino.

"Mama aja nggak masalah, kok Kakak yang repot," ujar Dyra.

Vino memilih mengacuhkan Dyra, sebab jika direspon, adu mulut antara kakak beradik itu tidak akan ada ujungnya.

“Gimana? Kamu udah ada incaran cowok buat dijadikan pacar?” lanjut Sabrina.

“Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa harus tentang pacar sih, Ma. Kan masih ada pertanyaan lain, misalnya soal makanan di kantin," balas Dyra.

Sejak sekembalinya Dyra ke Jakarta, Sabrina selalu menanyakan perihal pacar kepada Dyra. Mungkin Sabrina heran dengan Dyra karena belum pernah memiliki gebetan, apalagi pacar. Padahal kebanyakan remaja seperti Dyra sudah tidak asing dengan namanya pacaran.

“Pertanyaan itu udah basi,” ucap Sabrina.

“Dyra belum pengen pacaran, Dyra kasian sama Kak Vino yang masih jomblo,” ucap Dyra seraya melirik kakak laki-laki nya yang duduk berhadapan dengan Dyra.

“Enak aja, yang suka sama gue tuh banyak, tapi nggak ada yang sesuai sama kriteria gue. Bilang aja lo nggak laku,” ucap Vino. Laki-laki yang memiliki selisih usia sekitar lima tahun dengan Dyra itu melirik sinis ke arah sang adik.

“Gini-gini yang suka juga banyak kali, Kak. Cuma Dyra aja yang nggak suka balik,” ujar Dyra menyombongkan diri.

“Dasar kopas,” desis Vino.

“Emang kenyataannya gitu," balas Dyra tak terima.

“Udah, jangan debat terus," tegur Sabrina.

Herman sendiri hanya menyimak perdebatan putra dan putrinya tanpa ada niat menegur mereka. Sebab, ia telah merindukan momen ini cukup lama. Putri bungsunya kini telah kembali ke rumah, sehingga rumah bertambah hangat sejak kedatangannya.

"Kalian berdua aneh deh, nggak ketemu katanya kangen, giliran udah kumpul nggak pernah akur," celetuk Herman. Pria yang berprofesi sebagai direktur utama pada perusahaan miliknya itu cukup heran dengan putra dan putrinya, mereka kerap bertengkar, namun akan saling mencari ketika salah satu dari mereka tidak berada di rumah.

Sudah menjadi pemandangan biasa jika sepasang adik kakak itu berdebat di meja makan. Sejak mereka kecil hingga sekarang ini, Dyra dan Vino tidak pernah absen dalam berdebat. Meskipun mereka  baru bertemu kembali setelah kurang lebih satu tahun terpisah.

"Kak Vino tuh, suka banget ngejekin Dyra," adu Dyra.

"Dih, jangan merasa paling tersakiti, deh. Perasaan lo yang mulai duluan," sanggah Vino.

"Vino," tegur Sabrina.

"Daripada debat nggak jelas sama Kak Vino, mendingan Dyra balik ke kamar aja," putus Dyra. Gadis itu lantas bangkit dari duduknya, bermaksud ingin beranjak dari ruang makan.

"Eitss, jangan main kabur aja. Bantuin Mama cuci piring dulu," lontar Sabrina.

"Tuh, jadi cewek harus rajin bantuin orang tua," ucap Vino dengan wajah penuh kemenangan.

"Vino, bantuin angkat piringnya ke wastafel," perintah Mama Sabrina.

"Jadi anak cowok juga wajib bantuin orang tua," sindir Dyra diakhiri tawa bahagia.

Sepasang kakak adik itu memang sering berdebat karena hal sepele, tapi mereka tidak pernah membawa perdebatan itu ke arah pertengkaran. Mereka selalu kompak dalam urusan membantu orang tua.

Tanpa diperintah, ia turut membantu Vino membawa gelas kotor ke wastafel cuci piring. Ketika ia tengah menuangkan sabun pencuci piring ke dalam mangkuk, Sabrina menghentikannya.

"Biar Mama aja yang cuci, Dyr. Mama lupa kalau tugas kamu banyak," tutur Sabrina.

"Biar Dyra aja, Ma. Lagian nggak banyak kok."

"Biar Mama aja. Mama nggak mau kamu tidur kemaleman gara-gara lembur ngerjain tugas."

"Ya udah. Kalo gitu Dyra ke kamar dulu, Ma," pamit Dyra.

"Iya, jangan kemaleman tidurnya," pesan Sabrina.

"Siap, Ma!"

Gadis itu lantas beranjak dari dapur untuk menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua, menyusul Vino yang sudah kembali ke kamar terlebih dahulu.

Dyra menutup pintu kamarnya setelah ia benar-benar masuk ke dalam. Ia meraih ponselnya yang berada di nakas, ia mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. Dahinya mengernyit karena sebuah nomor tanpa nama menelponnya sebanyak dua kali. Karena penasaran, ia menelpon ulang nomor itu. Tak perlu menunggu lama panggilan itu tersambung.

“Halo.”

“Halo, Dyra. Akhirnya tersambung juga.”

“Oh ini Kak Devan, kirain siapa. Ada apa, Kak?”

“Gue ganggu lo, ya?”

“Nggak kok, Kak. Gue lagi nggak ngapa-ngapain.”

“Syukurlah kalo gitu. Gue nelpon lo mau tanya perihal keadaan lo. Lo udah baikan? Atau masih kepala lo masih sakit?”

“Gue baik-baik aja kok, Kak.”

“Yakin? Gue takut terjadi sesuatu sama lo. Gimana kalau besok sepulang sekolah lo ikut gue ke dokter, buat periksa keadaan lo.”

“Nggak usah, Kak. Gue beneran nggak papa kok.”

“Yakin? Tapi gue khawatir lo ada luka serius.”

“Seratus persen yakin, lo nggak perlu khawatir, gue baik-baik aja.”

"Misalkan tiba-tiba lo ngerasa sakit atau gimana, langsung hubungin gue aja. Gue siap tanggung jawab kok."

“Iya, Kak.”

"Kalo gitu gue tutup telponnya, ya. Selamat malam, Dyra."


“Malam juga, Kak Devan.”

Setelah sambungan telepon itu benar-benar terputus, Dyra menaruh kembali ponselnya di nakas. Ia ingin mengerjakan tugas menjauh dari ponsel, jika tidak dapat dipastikan ia tidak akan fokus. Gadis itu bangkit dan berjalan menuju meja belajar, ia menyiapkan beberapa buku yang akan digunakan untuk menyelesaikan tugasnya malam ini.

Akhirnya bisa update lagi setalah sekian lama ngilang. Jujur, revisi lebih sulit daripada buat part baru guys. Apalagi ini cerita pertamaku yang buanyak banget kurangnya, jadi sebisa mungkin aku perbaiki agar bisa lebih enak dibaca. Semoga kalian suka versi revisinya yaaa!

Purwodadi, 1 April 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro