Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Pertemuan Pertama

Happy reading!

Senyum manis tersungging di bibir Dyra saat ia masuk ke dalam kelasnya, XI IPS 3. Bukan tanpa sebab, ia melihat kedua sahabatnya yang tengah sibuk mengerjakan sesuatu. Gadis itu bisa menebak jika mereka sedang mengerjakan tugas rumah. Dalam waktu dua minggu Dyra sudah cukup untuk mengetahui kebiasaan mereka.

“Kalian ngerjain apa?” tanya Dyra seraya mendekat ke arah sahabatnya.

“Kita lagi kerjain tugas Bahasa Inggris,” balas gadis dengan rambut sebahu tanpa menghentikan kegiatannya. Namanya Aleta Gabriella, salah satu sahabat Dyra dengan tingkah pecicilan.

“Kalian ini kebiasaan, deh. Kan semalam gue udah ingetin kalau ada tugas,” ucap Dyra seraya duduk di sebelah Leta.

“Kayak nggak tahu kita aja, Dyr. Sistem kebut itu udah jadi makanan sehari-hari,” sahut gadis di depannya. Dia adalah Meryna Veronica Caramel, gadis keturunan Aceh dengan kecantikan yang tidak dapat diragukan.

Leta dan Meryn merupakan sahabat sekaligus teman baru Dyra di SSHS. Dengan tangan terbuka mereka mau menerima Dyra dalam circle persahabatan. Tentunya Dyra sangat bersyukur dengan hal itu, awal kepindahannya ke Jakarta berjalan sesuai dengan harapannya. Semoga semuanya berjalan tanpa ada masalah berat yang menghadang.

Dyra melirik jam yang berada di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 06.57, yang artinya kurang dari lima menit lagi jam pelajaran akan dimulai. Ia memilih untuk meletakkan tas di mejanya yang berada di belakang meja Leta. Di SSHS menerapkan satu bangku satu murid, dan Dyra mendapat bangku yang berada di paling belakang.

Sebenarnya ia ingin menanyakan perihal kartu pelajar yang ia temukan tadi, tapi melihat kedua sahabatnya tengah sibuk dengan tugas membuatnya mengurungkan niat. Apalagi sisa waktu mereka untuk mengerjakan hanya tinggal beberapa menit saja. Seperti itulah sifat Dyra, suka tak enak hati.
Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ia bisa melihat teman-temannnya tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang sedang mengerjakan tugas, ada yang bergerombol untuk menggibah, ada yang sibuk membaca novel, bahkan ada beberapa yang sedang pacaran.

Suara gaduh mulai terdengar saat bel pertanda jam pelajaran dimulai berbunyi, teman-temannya sibuk merapikan letak meja dan kursi yang berantakan karena ulah mereka sendiri. Awalnya Dyra cukup bingung dengan tingkah mereka, tapi sekarang Dyra sudah tahu jika mereka melakukan hal itu agar tidak kena marah guru yang mengajar.

“Untungnya tugas gue udah selesai,” ucap Leta seraya membenarkan letak mejanya.

“Makanya kalau ada PR tuh dikerjain di rumah, biar nggak gugup dan panik,” ucap Dyra. Sebenarnya bukan pertama kalinya ia menasihati sang sahabat, tapi karena mereka keras kepala jadilah nasihatnya tidak mempan.

“Gue kalau udah nonton film sama baca novel nggak bisa berhenti, Dyr," ujar Leta.

“Kalau lo nggak berusaha buat berubah ya nggak bakalan bisa," balas Dyra.

Dyra langsung membungkam mulutnya saat Bu Susi, guru matematika XI IPS 3 masuk ke dalam kelas dengan gaya angkuh yang menjadi ciri khas beliau.

“Selamat pagi anak-anak,” ucap Bu Susi seraya duduk di bangku yang berada di paling depan.

Dengan kompak murid XI IPS 3 menjawab, “pagi juga, Bu.”

“Sebelum memulai pembelajaran hari ini, alangkah baiknya kita berdoa terlebih dahulu. Berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing dipersilahkan.”

Dengan kompak mereka melaksanakan ucapan Bu Susi, mereka tak ingin mendapat masalah hanya karena tidak menuruti ucapan beliau. Marahnya Bu Susi bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele.

“Berdoa selesai.”

Dengan gerakan yang hampir bersamaan seluruh siswa mengangkat kepalanya, pertanda jika doa mereka telah selesai. Berdoa bersama sudah menjadi hal yang wajib di SSHS. Sebenarnya bukan hanya di SSHS, banyak sekolahan yang menerapkan sistem yang sama. Karena sebagai makhluk Tuhan, kita harus selalu mengingat-Nya di manapun dan kapanpun.

“Buka buku tugas kalian, hari ini kita akan membahas tugas rumah yang ibu berikan dua hari yang lalu. Oh iya, tugasnya halaman berapa, ya?"

“Halaman 43, Bu,” balas Meryn dengan cepat.

Bu Susi mengangguk sekilas, lantas beliau mengeluarkan beberapa buku dari dalam totebag yang ia bawa.

“Astaga! Ibu lupa nggak bawa buku nilai. Saya minta tolong kepada salah satu siswa untuk mengambil buku nilai saya di ruang guru. Siapa ya … ah kamu aja, yang duduk paling belakang.”

Seluruh pasang mata menatap Dyra secara bersamaan. Dyra sendiri sibuk mengatur napasnya, ditatap hampir satu kelas membuatnya deg-degan. Dalam hati Dyra juga mengeluh, mengapa harus dirinya yang ditunjuk Bu Susi? Padahal jumlah siswa-siswi di kelasnya ada tiga puluh orang.

Dengan sigap Dyra berdiri dari tempat duduknya, mau tak mau ia harus segera melaksanakan perintah Bu Susi. Karena ia sudah tahu bagaimana karakter beliau, Bu Susi tidak akan segan mengeluarkan kalimat mutiara jika dirasa siswanya melakukan kesalahan. Bukan hanya itu, Bu Susi juga merangkap menjadi wali kelas XI IPS 3.

“Kamu ngapain ikut berdiri?”

Sontak Dyra langsung menoleh ke arah depan, ia bisa melihat Leta sudah berdiri dari duduknya. Entah apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya itu. Semoga tidak mengundang kemarahan Bu Susi.

“Saya mau antar Dyra ke ruang guru, Bu,” balas Leta dengan sopan.

“Memangnya saya nyuruh kamu? Saya cuma nyuruh Dyra buat ke ruang guru. Ruang guru nggak sejauh Indonesia-Amerika, jadi nggak usah lebay.”

Ucapan Bu Susi membuat Leta terdiam, dengan perasaan sedikit kesal ia kembali duduk di bangkunya. Dyra sendiri hanya menggeleng ringan saat melihat tingkah sahabatnya, ia tahu jika Leta ingin menghindar dari pelajaran Bu Susi walau hanya sebentar. Tapi respon Bu Susi malah tidak sesuai dengan harapan.

Dyra memilih memulai langkahnya, dengan langkah sedang ia mulai menjauh dari bangkunya. Saat melewati meja guru tak lupa ia mengangguk sekilas. Walaupun Dyra terlihat tak bermasalah saat Bu Susi menyuruhnya, tapi dalam hati ia merutuki Bu Susi. Letak ruang guru berada di lantai dasar, dan ruang kelasnya berada di lantai tiga.

Suasana koridor yang dilewatinya begitu sunyi, semua kelas tengah mengikuti jam pembelajaran. Ia tak menemukan kelas yang ramai, semuanya begitu hening dan tertib. Mungkin karena peraturan di sekolah ini lumayan keras, jadi siswa-siswanya lumayan segan untuk melanggar.

Tak terasa ia telah berada di lantai dasar, samar-samar ia mendengar suara bising, jika tidak salah suara itu berasal dari lapangan basket. Mungkin ada kelas yang sedang mengikuti jam olahraga.
Dan tebakkannya benar, di lapangan basket indoor itu sedang ada kegiatan permainan bola basket. Sepertinya mereka adalah siwa kelas dua belas, kentara dari seragam olah raga yang mereka kenakan. Tapi Dyra tak tahu mereka dari kelas apa, ia masih asing dengan wajah-wajah mereka.

Langkahnya mendadak terhenti saat sebuah bola basket menggelinding di depannya. Dengan gerakan cepat gadis itu mengambilnya, ternyata bola basket itu milik siswi kelas tersebut yang sedang berlatih mendribbel bola di pinggir lapangan. Tanpa ragu Dyra mendekat ke arah lapangan basket, ia akan memberikan bola ini kepeda mereka. Sangat tidak sopan jika ia hanya melemparnya begitu saja.

“Ini bolanya, Kak,” ucap Dyra dengan sopan pada salah satu gadis di sana.

“Makasih, ya. Untung nggak kena lo.”

Dyra tersenyum kecil, “sama-sama, Kak. Gue duluan.”

Setelah berucap demikian Dyra membalikkan badan untuk melanjutkan kembali langkahnya yang sempat tertunda. Baru saja ia berjalan dua langkah, tiba-tiba sebuah benda keras menghantam tengkuknya. Detik berikutnya tubuh gadis itu limbung begitu saja.

Akhirnya part ini selesai di revisi. Buat kalian yang udah baca versi lama, bagusan yang mana? Kalo aku sih versi revisi, lebih masuk logika🤣

Purwodadi, Jateng

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro