Tuan
Setelah sebelumnya memikirkan hendak membeli obat bius atau suntik mati saja, Samuel tidak memilih dua-duanya. Ia teringat di dalam dashboard mobilnya terdapat setoples kecil permen coklat favoritnya. Meski dengan susah payah, tangan Samuel akhirnya berhasil menggapai satu permen tersebut, lantas memasukkannya paksa ke mulut Gege.
Entah dapat wangsit darimana, tapi jurus permen coklat tersebut berhasil. Tak lama setelah melahap permennya, gadis tersebut melepaskan jambakannya. Mata bulatnya mengerjap-ngerjap merasakan sensasi manis yang tiba-tiba memenuhi rongga mulutnya. Asaa, akhirnya Samuel berhasil menemukan cara untuk menjinakkan keganasan Gege.
"Mmm ini namanya apa?" tanya Gege dengan wajah polosnya. Benar-benar terlihat tanpa dosa setelah dengan brutalnya menyiksa Samuel.
Samuel sendiri malah mendengus. Merapikan pakaian dan rambutnya yang awut-awutan sembari memasang raut wajah yang benar-benar jauh dari kata ramah, "namanya permen coklat. Lo suka?"
Menyengir kuda, gadis tersebut mengangguk antusias. "Suka suka! Gege mau lagi!"
Samuel menatap uluran tangan Gege yang meminta permennya lagi, padahal permen dalam kunyahannya saja belum habis.
"Abisin dulu yang masih di mulut!"
"Nanti bakal Samuel kasih lagi kalau udah habis?"
"Nggak."
Mendengar jawaban acuh dari Samuel, Gege mendesis lagi. Tangannya gatal jadi ingin menjambak lagi. "Ihhh-"
"Eit eit eit," Samuel menghentikan tangan Gege yang hendak meraih rambutnya, "kalau nakal nggak gue kasih permen lagi, selama-lamanya!"
Mendengar ancaman Samuel, Gege terpaksa mulai menurunkan tangannya secara perlahan. Tidak, Gege tak mau berhenti merasakan sensasi rasa manis yang meleleh di lidahnya ini. Hal manis ini baru pertama kali Gege rasakan, sebelumnya ia hanya pernah memakan makanan anjing yang rasanya tak jauh dari kata gurih dan daging.
"Terus Gege harus ngapain biar dikasih permen coklat lagi?" tanya Gege yang masih menikmati sisa-sisa permen coklat di mulutnya.
Mendengar pertanyaan itu, entah kenapa sebuah lampu bohlam seolah muncul di atas kepala Samuel. Pemuda tersebut menoleh pada Gege dengan seringai kecil misteriusnya. Membuat gadis yang ditatapnya itu memiringkan kepalanya kebingungan.
"Samuel kenapa?"
*****
"S-sakit .... Jangan paksa masukin lagi, Samuel," rintih Gege yang menahan sakit sekaligus sesak di bawah sana.
Samuel menggeram frustasi. "Ah, sempit banget sih. Padahal dikit lagi masuk semua."
"Tapi ini udah sakit banget. Lepasin, Samuel, lepasin! Huweee."
Melihat telapak kaki Gege yang makin memerah, membuat Samuel memilih menyerah pada akhirnya. Ia melepaskan sepatu tersebut dan meletakkannya kembali ke kardus sepatu. Ukuran sepatunya terlalu sempit, tidak muat dipakai Gege. Itulah kenapa Gege meringis kesakitan sejak 10 menit terakhir ini.
"Nasib beli barang online," gerutu Samuel. Padahal ia yakin ukuran sepatunya akan pas untuk Gege.
"Samuel, Gege udah boleh minta permennya lagi?" tanya Gege sembari menarik ingusnya.
Samuel menatap gadis itu. Mata bulat Gege memerah seperti menahan air mata. Bahkan sesekali gadis itu masih menarik ingusnya. Kalau gini kan Samuel jadi merasa bersalah. Tangan kiri Samuel pun merogoh saku celananya. Mengambil satu permen cokelat dan membukakan bungkusnya.
Samuel mendekatkan tangannya yang memegang permen ke mulut Gege, "Aaaa."
Dengan wajah sumringah, gadis berambut pendek tersebut pun membuka mulutnya, ikut mengatakan "aaa" lalu melahap permen yang disuapi Samuel.
"Mmm ... enak!"
Samuel sedikit tergelak melihat keceriaan Gege hanya dengan memakan permen kecil tersebut. Bahkan ia sampai lupa kalau beberapa jam yang lalu sempat merasa takut pada makhluk jadi-jadian seperti Gege ini.
Ting!
Sebuah notifikasi pesan masuk berdentang dari ponsel Samuel. Pemuda tersebut pun segera memeriksa ponselnya, melihat siapa yang barusaja mengiriminya pesan.
Bunda
Jangan lupa malam ini jam 7 ya!
Ah, benar. Kembali ke misi awal. Mengingat besok orangtuanya sudah akan berangkat ke Jepang, itu berati malam ini adalah waktunya untuk memperkenalkan 'kekasih' Samuel pada orangtuanya. Dan setelah dipikirkan lebih dalam, sepertinya membawa Gege—berpura-pura sebagai kekasihnya—bukan ide buruk juga.
Pertama, ia tidak perlu keluar uang untuk menyewa gadis lain. Kedua, ia tidak perlu repot pdkt dengan seorang gadis dan mengajaknya berkencan secara mendadak. Ketiga, Gege tidak mungkin akan menyebar aibnya yang membawa pacar sewaan. Keempat, tidak ada yang mengenal Gege, itu berati aman untuk memalsukan identitasnya dengan bebas.
"Mau permen lagi!"
Gege mengulurkan tangannya, meminta permen seperti biasanya. Namun kali ini permen yang di mulutnya benar-benar sudah habis.
"Ikut gue ke mall dulu, nanti gue kasih lagi."
Ya ... tentu saja tak ada pilihan lain. Samuel harus membawa Gege ke mall langsung, mencari gaun dan sepatu yang benar-benar pas untuk dipakainya bertemu orangtua Samuel.
"Siap!" seru Gege sembari mengacungkan jempolnya.
Samuel menatap Gege dari atas sampai bawah. Ia tidak sepenuhnya yakin untuk membawa Gege ikut belanja ke mall. Lihat saja pakaiannya, masih sama memakai sweater wol berwarna putih tulang dan celana panjang senada, seperti pasien rumah sakit saja. Mungkin sedikit sentuhan fashion akan menyegarkan penampilannya.
Detik selanjutnya Samuel segera menjelajahi isi lemarinya. Kebanyakan dihuni oleh hoodie dan kemeja. Hmm, mungkin style tomboy akan pas untuk outfit sementara Gege hari ini. Diambilah kemeja kotak-kotak berwarna merah dan celana jeans Prada milik Samuel.
"Nih, pake sendiri," perintah Samuel sembari mengulurkan pakaiannya.
Menurut, Gege menerima pakaian tersebut. Namun jujur saja, gadis itu masih bingung. Apa yang harus ia lakukan dengan kain-kain ini? Bagaimana cara memakainya?
Melihat Gege yang masih belum melakukan apa-apa terhadap bajunya, Samuel menaikkan alis kirinya. "Jangan bilang lo nggak tau cara ganti baju?"
Dan sayangnya, dengan polos Gege menggeleng pelan. "Gege nggak pernah ganti baju, gatau cara pakenya."
"Terus gue harus bantuin lo ganti baju gitu?"
"Huum(?)"
Samuel berdecak. "Ogah, entar dikira gue orang mesum lagi. Gimana pun caranya, lo ganti sendiri, oke? Gue tunggu di depan tipi."
Ditinggallah Gege sendirian di kamar minimalis Samuel. Gadis itu benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Sesekali ia memang pernah melihat majikannya—Seno—memakai pakaiannya. Namun ingatan tata caranya tidak sepenuhnya teringat.
Sementara di sofa depan televisi, Samuel terduduk sembari mengamati gelang yang dipakainya. Ini beneran hal kayak gini terjadi di kehidupan gue? Selalu begitu yang dipikirkan Samuel sejak pagi. Hari ini, hari yang cukup melelahkan bagi Samuel. Dan Gege, ia belum cukup yakin untuk menampung gadis itu di apartemennya dalam jangka waktu tertentu. Bahkan memikirkan akan terjadi hal seperti ini saja Samuel tak pernah.
"Udah!"
Seruan Gege yang keluar dari kamarnya pun menarik atensi Samuel. Pemuda tersebut segera menghadap pada gadis itu. Dengan reflek, Samuel menepuk dahinya. Konyol, satu kata yang ia pikirkan saat melihat penampilan Gege saat ini.
"Lo beneran nggak ngerti?" Samuel memijat pangkal hidungnya.
"Eh, ini salah ya, Samuel?" Gege bertanya hati-hati.
Huft, bagaimana Samuel tidak frustasi? Gege memakai kemejanya terbalik, bagian kancingnya berada di belakang. Bahkan sweaternya saja masih tetap dipakai. Sementara celana jeansnya, entah bagaimana Gege bisa kepikiran untuk memakaikannya di kepala—dengan posisi terbalik.
"Seno makai bajunya kayak gini kok," gumam Gege.
Tanpa berkata lagi, Samuel mendorong Gege untuk masuk kembali ke kamarnya. Tak ada pilihan lain, ia akan membantu bocah ini berpakaian pada akhirnya. Sedikit kasar, Samuel menanggalkan kemejanya dari tubuh Gege. Kalau saja sweter Gege tidak terlihat buluk, akan bagus-bagus saja gadis ini memakainya. Namun Samuel tidak mau dibuat malu dengan membawa gadis berbaju kucel, jadi kini ia membawakan kaos pendek hitam sebagai dalaman sebelum kemeja.
"Jangan noleh, hadap sana." Samuel memutar balikkan tubuh Gege. Untung saja gadis itu nurut-nurut saja. Ia mencomot selimut tipis di ranjangnya, lalu digunakannya untuk menutupi tubuh Gege.
"Habis ini Gege dapet permen cokelat lagi?" Gege menoleh, mendongak menghadap wajah datar Samuel.
"Iya. Makanya anteng, hadap sana lagi!"
Seperti anak anjing penurut, Gege mengikuti perkataan Samuel. Ia bertekad untuk lebih anteng kali ini. Demi permen cokelat!
Untuk sejenak Samuel menggaruk rambutnya yang tak gatal. Ia tidak tahu harus bagaimana selanjutnya. Namun tak mau membuang waktu lagi, Samuel menarik selimut di tubuh Gege lebih ke bawah—di batas pinggang.
"Kalau gue narik sweter lo ke atas, lo ikut tarik selimutnya ke atas, oke?" Samuel memeragakan cara menaikkan selimut hingga sebatas dada Gege, memastikan agar gadis itu benar-benar paham. "Kayak gini, paham, 'kan?"
Gege mengangguk. Cukup mudah tuk dipahami. Samuel pun menurunkan kembali selimutnya sebatas pinggang. Selimut beralih ke tangan Gege, sedangkan Samuel sudah bersiap dengan ujung bawah sweter Gege.
"Oke, gue mulai ya."
Samuel memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Dengan perlahan ia mulai melepaskan sweter Gege, menariknya ke atas.
"Nah gitu, pinter." Samuel memuji saat Gege mengikuti intruksinya dengan benar.
Sweter pun tertanggal. Tubuh bagian atas Gege kini hanya tertutupi selimut tipis. Samuel menelan salivanya saat tak sengaja menatap bahu mulus Gege. Tidak, Samuel, jangan kehilangan fokus!
Demi mempertahankan presentase fokusnya, Samuel segera memakaikan Gege kaos pendeknya dengan tergesa-gesa—mungkin sedikit kasar. Membuat sang empu meringis karena merasakan wajahnya sedikit tergesek.
"Sakit tau!" Gege menggerutu.
"Lebay lo." Samuel tak peduli, ia lanjut memakaikan kemejanya.
"Gini nih cara pakainya. Sekarang lo ngerti, 'kan?" sinis Samuel sembari mengaitkan kancing kemejanya satu persatu.
"Sekarang tinggal celananya. Gue pegangin selimutnya, lo tarik celana lo ke bawah, paham?"
Gege mengangguk. Tanpa kendala, mereka melakukannya dengan lancar. Selanjutnya, Samuel membantu Gege memakaikan celananya. Sementara gadis itu memegangi selimut yang menutupi bagian bawahnya sembari mempelajari cara memakai celana dari guru Samuel.
Beres mereslating celana jeansnya, Samuel memutar balik lagi tubuh Gege hingga kembali menghadapnya, lalu melempar selimutnya ke sembarang arah. Mata minimalis pemuda tersebut menatap penampilan Gege dari atas sampai bawah, lebih baik. Hanya saja celananya kepanjangan karena dipakai Gege. Samuel pun berjongkok, menggulung bagian bawah celana Gege.
"Udah. Sekarang paham, 'kan, cara berpakaian?" Samuel menarik napasnya lega. Mendongak, menatap Gege masih dengan posisi berjongkok.
"Hu'um! Sekarang boleh minta permen lagi?"
Merotasikan bola matanya, Samuel berdiri. Ia merogoh sakunya mengambil permen. Seperti biasa, Samuel membukakan bungkusnya, lalu mengulurkan permennya ke dekat mulut Gege.
"Aaaa," diam-diam Samuel menyeringai licik, sementara Gege sudah ikut membuka mulutnya dengan wajah sumringah.
"Aaaa."
"Aaa emmm, hahahaha!"
Bukannya menyuapi Gege, Samuel malah melahap permennya sendiri. Lalu kabur dari jangkauan Gege dengan tawa menggelegar. Meninggalkan Gege yang kini—jika dihiperbola—tengah mengeluarkan asap panas dari lubang telinganya.
"SAMUEL!!!!"
==TBC==
YANG PENCET VOTE JODOHNYA FELIX BLACKPINK! 🤘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro