Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sambalado

"Jangan batuk, Samuel. Ini airnya diminum dulu."

Gege benar-benar tak mengerti. Setelah mengatakan itu kenapa orangtua Samuel tertawa? Tidak ada yang lucu, 'kan? Setelah tempo lalu menemani Seno yang terperangkap dalam kamar terbakar, dan tuannya itu terus terbatuk, Gege benar-benar tidak bisa mendengarkan batuk lagi dari orang-orang tersayangnya. Itu seperti gaungan menuju perpisahan maut baginya.

Eh, tunggu. Kalau begitu apa berati Samuel sudah menjadi daftar dari salah satu orang yang dia sayang? Ah, tidak juga. Gege hanya menyukai Samuel saat pemuda tersebut mencoba menolong Seno, dan juga saat memberikannya permen coklat tentu saja. Samuel galak, pelit, jelek—menurutnya—tidak seperti Seno yang selalu memanjakannya.

"Pacar kamu lucu, Sam. Berapa usianya?" tanya Monik sembari terus terkekeh.

"Ah ... saya 20 tahun," jawab Gege kikuk. Ia jadi bingung. Ini Samuel sudah tidak kenapa-napa? Sudah tidak butuh minumannya?

Tapi melihat Samuel yang melotot kecil padanya membuat Gege yakin kalau pemuda itu baik-baik saja.

"Wah, satu tahun lebih muda dari Sammy ya. Tante kira masih 15 tahunan, imut banget soalnya. Tadi sampe mau omelin Sammy karena dikira bawa anak kecil ke sini." Monik terkekeh lagi.

Gege menyengir, hatinya senang dipuji imut begitu. Bahkan pipinya merona. Rasanya lebih senang daripada dipuji cantik. Karena dulu Seno-nya selalu memanggilnya imut tiap kali ia mencoba mencari perhatiannya.

"Ghea emang imut, Tante, hehe."

Monik sedikit terkejut dengan respon Gege. Gadis itu tidak berterima kasih saat dipuji, hmm, malah makin narsis. Apalagi Gege mengatakannya dengan terlalu percaya diri.

"Ngomong-ngomong, Ayah. Bukannya peringatan wedding anniversary nya minggu depan? Kenapa dirayain sekarang?" tanya Samuel sembari meraih segelas minuman dari Gege, lalu meneguknya.

"Kan minggu depan Ayah sama Bunda sudah ada di Jepang. Mau ngerayainnya kapan kalau bukan sekarang, 'kan?" jawab Tama enteng.

"Maksud Sam, bukannya ini terlalu mendadak? Besok juga kalian harus berangkat, 'kan? Entar kecapekan pas mau berangkat gimana?"

"Tenang aja, Sam. Semuanya udah dipertimbangin kok." Kali ini Monik yang menjawab.

Mendengar itu, Samuel tak menjawab lagi, hanya mengangguk-angguk paham. Samuel tahu, bahwa kedua orangtuanya sangat kritis dalam menyusun jadwal. Semuanya penuh pertimbangan, jadi Samuel yakin apapun yang mereka kerjakan ini tidak terlalu beresiko untuk urusan yang lain. Ia meneguk minumannya lagi, lalu menaruhnya pada nampan yang sedang dibawa oleh pelayan yang lewat.

"Oiya, Gheana, kalau boleh tau, kamu tinggal di daerah mana ya?" Kali ini Tama ikut bersuara lagi.

"Di perumahan Greenhouse," jawab Gege yang tak hilang senyum sumringahnya.

Tama nampak berpikir sebentar sebelum akhirnya menjawab, "oo pantesan marga kamu Wijaya. Jadi kamu salah satu penghuni perumahan elit itu ya?"

Gege tak tahu harus jawab apa. Ia menatap Samuel bertanya-tanya. Sementara Samuel dengan cepat mengedipkan satu matanya. Gege tak tahu lagi apa maknanya itu. Tapi menurut naluri anjingnya, ia hanya harus menjawab 'iya' demi kelangsungan hidupnya.

"Iya ... betul," jawab Gege lirih.

"Ghe, katanya tadi kamu mau cari kamar mandi." Samuel memilih mencari jalan keluar untuk pergi dari hadapan orangtuanya sebelum Gege ditanyai lebih detail lagi.

"Engga—"

"Bun, Yah, Samuel izin anterin Gege dulu bentar ya," potong Samuel sebelum Gege melanjutkan kalimatnya.

"Yaudah, sana gih anterin," ucap Monik, lalu beralih menatap Gege. "Senang bertemu kamu, Gheana. Nanti kita bincang-bincang lagi ya."

"Iya, Tante."

Selanjutnya Samuel pamit sekali lagi dan dengan tergesa membawa Gege pergi. Bukan ke toilet, tapi malah ke balkon lantai dua yang cukup sepi.

"Samuel, Gege capek." Gege mengeluhkan kakinya yang dipaksa berjalan cepat menaiki tangga menuju tempat sepi ini. Bahkan pergelangan tangannya terasa memerah karena terus ditarik Samuel sejak tadi.

"Sama. Gue juga," jawab Samuel tanpa menoleh. Pandangannya tertuju pada ratusan manusia yang tengah menikmati pesta. Semuanya nampak berbahagia, seolah melupakan masalah yang mungkin mereka punya.

"Kapan kita pulang ke rumah, Samuel?"

Lebih tepatnya, kapan Gege akan menerima permen coklatnya? Itulah yang Gege inginkan sejak tadi. Gege merasa ingin berguling-guling, tiduran di selimut hangat sekarang juga. Rasanya lelah, tapi ia juga masih menginginkan permen coklat yang dinanti-nantinya sejak tadi.

"Mau pulang sekarang?" Kali ini Samuel menoleh, sedikit iba melihat raut lelah di wajah Gege yang masih tertempel riasan tipisnya. Samuel tak sadar kalau raut lelahnya lebih kentara daripada Gege.

Gege mengangguk menjawab pertanyaan Samuel. "Mau permen."

Entah kenapa Samuel sontak tertawa mendengarnya. Menggelikan, lihatlah, gadis itu sedaritadi benar-benar menurut padanya hanya demi sebuah permen coklat.

Pemuda tersebut kembali menumpukan lengannya di pegangan balkon, menatap menerawang ke bawah sana. "Sebentar. Gue cuma pengin liat-liat suasana di sini. Ini tempat favorit gue dulu pas masih tinggal bareng ortu."

"Gege gak nanya," jawab Gege enteng sembari mengikuti Samuel menumpukkan lengannya ke  pegangan balkon.

Samuel berdecih, menatap Gege sinis. "Bukannya anjing paling demen dengerin orang curhat ya?"

"Tapi Gege lagi gak mau dengerin curhatan Samuel!"

"Yaudah, seterah lo." Samuel kembali menenggelamkan dirinya menatap ke bawah. Pemuda tersebut tiba-tiba tersenyum. Ia tak begitu terkejut saat melihat ada seorang gadis yang pernah mengisi ruang hatinya itu tengah menghidupkan pesta di bawah sana. Samuel tahu, orangtuanya pasti selalu mengundangnya saat mengadakan pesta.

Gadis berambut pendek dengan highlight blonde di rambut bagian dalamnya, tengah semangatnya bernyanyi di atas panggung untuk semua orang. Suaranya sangat halus, menghanyutkan suasana dengan membawakan lagu 'Perfect' milik Ed Sheeran.

Gadis bersuara merdu itu, Lila, adalah mantan kekasih Samuel. Dan pemuda tersebut masih belum bisa mengalihkan hatinya untuk gadis lain. Alasan dari perpisahan mereka belum bisa Samuel terima sampai sekarang.

Gege yang melihat Samuel senyum-senyum sendiri pun bingung. Menurutnya Samuel ini aneh. Kadang galak, kadang baik, kadang tertawa, lalu menatapnya sinis lagi. Dan kali ini, bahkan Samuel juga bisa terlihat sentimental.

"Hachim!"

Samuel sontak menoleh mendengar Gege bersin. Gadis tersebut nampak memeluk dirinya sendiri kedinginan. Apalagi dress yang ia kenakan kini dress tanpa lengan. Samuel baru tersadar kalau udara di atas sini terasa lebih dingin daripada di bawah sana.

"Samuel, Gege pengin pulang," pinta Gege, matanya kini sedikit memerah selepas bersin tadi.

Samuel menengok sebentar ke bawah sana sekali lagi, Lila sudah tidak bernyanyi. Lalu pemuda tersebut pun segera mengiyakan permintaan Gege. Lagipula, urusannya menemukan Gege dangan kedua orangtuanya sudah selesai.

*****

"Samuel, Gege ngantuk, pengin dipuk-puk."

Sekali lagi kesabaran Samuel diuji di sini. Padahal tadi sebelum berangkat pulang ia sudah memberikan gadis itu permennya. Namun di tengah perjalanan pulang, saat dirinya sedang menyetir, Gege malah mendusel-duselkan kepalanya ke lengan kiri Samuel. Menyulitkannya mengendalikan stir kemudi.

Dengan cepat Samuel menepikan mobilnya di dekat palang yang menandakan bahwa mobil boleh berhenti di situ. Ia menegakkan badan Gege agar tidak melendotinya lagi. "Lo mau permen nggak?" Oke, Samuel masih bersabar, ia menggunakan cara pertama dulu.

Namun sayang Gege menggeleng. Matanya benar-benar sayu, agaknya tersisa satu watt saja. "Gege pengin tidur."

"Yaudah tidur aja, gausah ngelendot ke gue," sinis Samuel.

Gege tak langsung menjawab, gadis itu kembali menyenderkan kepalanya ke lengan Samuel. "Puk puk, Seno. Gege pengin dipuk-puk," ucap Gege lemah sembari menyentuh kepalanya sendiri, tanpa membuka matanya. 

Melihat itu, Samuel sedikit tertegun. Anak anjing ini ternyata sangat manja pada majikannya yang terdahulu. Meski sedikit risih, entah kenapa akhirnya Samuel memilih mendekat, meraih kepala Gege, menyenderkannya ke bahu Samuel dengan hati-hati. Tanpa Samuel sadari, Gege tersenyum merasakan kenyamanan. Kepalanya sedikit diduselkan. Ini mengingatkannya pada Seno yang selalu menjadi sandarannya saat ingin terlelap.

"Ssstt, jangan banyak gerak, nanti make up lo nempel di baju gue," lirih Samuel sembari menepuk-nepuk lirih punggung Gege—sesuai permintaan gadis tersebut.

"Maaf, Samuel."

Samuel tak menjawab. Suasana dalam mobil seketika hening. Hanya halusnya deru napas Gege yang terdengar, serta samar-samar suara kendaraan lain yang lewat.

Menghela napas, Samuel ikut memejamkan matanya. Meski begitu tangannya masih setia menepuk punggung Gege. Hari ini banyak sekali yang terjadi. Sisa liburan semesternya tinggal 19 hari lagi. Masih cukup lama. Kalian tau, kampus Samuel terkenal sebagai kampus kerja rodi saat musim ujian tiba. Namun saat musim libur tiba, rasanya seperti barusaja di dropout saking lamanya masa liburan.

Samuel kembali membuka matanya, menatap wajah Gege yang nampak terlelap dengan tenang. Pemuda itu tersenyum. Setidaknya gadis ini sudah membantunya malam ini. Samuel ... sudah tidak membutuhkan lagi.

Diam-diam pemuda tersebut berpikir untuk menyingkirkan Gege besok. Membawanya jauh ke suatu tempat yang jauh, lalu meninggalkannya di sana. Samuel yakin gadis itu akan baik-baik saja. Gege bukan manusia biasa. Gadis itu bisa merubah bentuk dari anjing lalu menjadi manusia. Samuel yakin Gege punya kekuatan lain yang akan membuat gadis itu bertahan hidup meski tanpanya.

Setidaknya begitulah yang Samuel pikirkan.


==TBC==

YANG PENCET VOTE JODOHNYA SOOBIN ENHYPEN! 🤘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro