Mantan
Gege kian mengerutkan alisnya. Ikutan frustasi karena kebingungan. Namun begitu mengamati sosok Weni dengan lebih teliti lagi, mata bulat gadis tersebut tiba-tiba ganti berbinar. "Wah, siapa manusia cantik ini?"
Seketika wajah Weni memerah, salah tingkah karena Gege tiba-tiba memujinya di tengah kebingungan ini. Sebenarnya sudah biasa ia mendengar pujian 'cantik' dari orang lain, hanya saja kali ini Gege memujinya dengan tatapan yang benar-benar kagum secara terang-terangan. Apalagi sambil memasang ekspresi polosnya yang menggemaskan. Rasanya seperti dipuji dengan tulus oleh anak kecil.
Weni menyelipkan rambut panjangnya ke belakang kuping. "Ah haha ... gue Weni, sepupunya Bang Sammy."
Weni tersenyum malu-malu sembari kembali duduk di sofanya. Sementara Samuel merotasikan matanya melihat sepupunya yang nampak berbunga-bunga tersebut. Pemuda tersebut secara tiba-tiba bangkit dari duduknya, melenggang menuju dapur.
"Ge, sini bentar!"
Mendengar teriakan Samuel, Gege pun menurut segera berlari kecil ke dapur.
"Kenapa, Samu—eh?!"
Gege terkesiap begitu sampai di dapur, tiba-tiba Samuel mengunci lehernya dengan lengan. Bahkan pemuda tersebut mendekatkan sebilah pisau di dekat wajah Gege.
"Jujur lo siapa?" tanya Samuel dengan nada rendahnya. Entah kenapa sejak kejadian tadi, kepercayaan Samuel pada Gege sedikit terkikis. Seolah gadis tersebut harus diwaspadai.
Namun bukannya menjawab, Gege masih sedikit mendongak menatap Samuel dengan raut terkejut. Mata bulat Gege perlahan berkaca-kaca. Bibirnya sudah menekuk ke bawah melihat Samuel yang lagi-lagi menampilkan raut garangnya.
Samuel yang menyadari ekspresi itu pun sedikit melonggarkan kuncian di leher Gege. Namun tatapannya tetap setajam silet, sampai rasanya mencabik-cabik jiwa gadis anjing tersebut. "Gausah nangis. Lo sebenernya siapa gue tanya."
Gege tetap tak berubah. Malah semakin parah, gadis tersebut mulai terisak kecil. "Hiks, S-Samuel jangan serem-serem sama Gege ...."
Ah sial, Gege benar-benar seperti anak anjing yang tak berdosa sekarang. Hal itu tanpa sadar menyentil hati moengil Samuel. Kalau sudah begini, mana mungkin pemuda tersebut bisa melanjutkan interogasinya.
"Dahlah." Samuel menghempas tubuh Gege sembarang arah. Pisaunya pun ia letakkan lagi ke nakas terdekat. Meski begitu ia masih tetap bertanya-tanya. Apa benar Gege yang mengerikan saat ia bangun tidur tadi sama dengan Gege yang berhadapan dengannya sekarang?
Untuk urusan itu, Samuel akan mencari tau nanti. Sekarang ia kembali mengecek kening Gege, dan ternyata masih hangat.
"Samuel, Gege ada salah ya sama Samuel?" tanya Gege takut-takut, apalagi saat Samuel menyentuh keningnya.
"Banyak," jawab Samuel sekenanya. Membuat bibir Gege kembali tertekuk ke bawah.
Samuel berdecih menatap ekspresi itu. "Udah sana balik lagi ke ruang tamu."
Gege pun menurut, dengan perlahan ia melenggang pergi dari dapur dengan perasaan campur aduk. Namun baru langkah kedua, gadis berambut pendek tersebut menoleh ke belakang lagi. "Samuel ... Gege takut kalau Samuel serem-serem."
Setelah mengatakan itu, Gege kembali berjalan keluar dari dapur. Meninggalkan Samuel yang termenung sesaat dengan pernyataan tersebut.
"Padahal yang siluman dia, kenapa yang serem gue?" gumam Samuel kebingungan.
Menggelengkan kepalanya, selanjutnya pemuda tersebut memilih mengambil alat dan bahan membuat bubur untuk anak anjingnya yang sedang sakit. Anak anjingnya huh?
*****
"Nanti Kak Gege harus ikutan party sama kita ya intinya."
"Sip!"
Samuel yang baru selesai membuat bubur pun sedikit terheran dengan hubungan keduanya yang sudah akrab dalam waktu singkat. Entah apa yang sudah kedua gadis tersebut bincangkan beberapa menit terakhir. Samuel pun membawa semangkok bubur dengan aroma menggoda dari dapur, lalu meletakkannya di meja kecil depan tivi. Hal itu mencuri atensi Weni dan Gege.
"Wih, bravo. Jago masak juga si abang! Enak kagak tuh?" Weni cekikikan.
Samuel tersenyum pongah. Kali ini wajahnya sudah tidak terlalu kusut karena sudah cuci muka. "Jelas mantap lah. Chef Juna aja berguru di gue."
Mendengar itu, Weni mencibir dengan ekspresi sinisnya. "Coba gue cicip dulu!"
Selanjutnya gadis jangkung tersebut melipir duduk di dekat Samuel dan meraih sendok di nampan dekat mangkok bubur tersebut. Namun sebelum Weni menyendok, dengan cepat Samuel menutupi mangkuknya.
"Ini bubur orang sakit buat Gege," cegah Samuel.
Gege yang merasa namanya disebut akhirnya ikut menoleh setelah sejak tadi hanya takut-takut menatap kedatangan Samuel. Brr ... Gege masih takut pada lelaki seram itu!
"Eung?!" sahut Gege.
Lagi-lagi Weni mencibir. "Yaelah, testi doang, satu sendok. Medit amat."
"Katanya kesini bukan buat numpang sarapan?" Samuel mengungkit perkataan Weni beberapa menit lalu.
"Ihh ... Kak Gege, Bang Sammy-nya nakal tuh!" Weni kini beralih mengadu pada Gege. Mencari pembelaan.
Dalam hati Samuel malah tertawa. 'Percuma lo minta tolong sama sesama bayi.'
"Iya Samuel emang nakal!"
Batin Samuel seketika berhenti tertawa begitu Gege menyahuti Weni.
"Samuel nakal! Samuel galak! Samuel pelit! Samuel jahat! Samuel serem! Gege gasuka Samueeeel!!!" lanjut Gege dengan teriakan panjangnya. Bahkan sampai napas gadis tersebut tersenggal karena mengatakan umpatan-umpatan tersebut dalam satu tarikan napas.
Bukan hanya Samuel, Weni juga cukup terkesiap dengan respon Gege. Suasana di apartemen jadi awkward. Kini Weni mulai memahami situasi. Hubungan kedua sejoli ini memang sedang tidak baik sejak Weni datang. Pasti sedang ada konflik di antara mereka. Setidaknya begitu yang Weni pikirkan.
"Oo ... keyy? Ah, gue baru inget kudu bagiin undangan ke sepupu yang lain juga." Dengan perlahan Weni berdiri dengan senyum canggungnya. "Gue balik dulu ya!"
Tak ada yang merespon. Baik Gege dan Samuel, keduanya masih sama-sama bersitatap dengan tatapan yang berbeda. Melihat itu, Weni memilih segera pergi dari apartemen Samuel tanpa banyak cincong lagi. "GUE DOAIN KESELAMATAN LO, BANG SAM!" Weni berteriak sambil ngibrit keluar.
Kini kembali pada kedua makhluk yang masih bersitatap ini. Samuel dengan tatapan tak mengerti dan Gege dengan tatapan yang dipaksa menantang meski sebenarnya ia sedikit takut.
"Buru sarapan. Entar buburnya adem udah gaenak lagi." Akhirnya Samuel memilih menetralkan keadaan. Ia hanya tak mau sakit Gege parah lagi seperti semalam.
Namun gadis yang dikhawatirkan tersebut malah menggeleng keras. "Gege ga mau makan!"
"Ge!"
Seketika Samuel sadar sudah menaikkan oktafnya. Pemuda tersebut dengan segera memperbaikinya. Samuel berdeham. "Ge, kalau gak sarapan nanti perutnya dimakan cacing perut loh, mau emangnya?" bohong Samuel dengan nada bicara seramah mungkin.
Gege terdiam sesaat. Memikirkan hal itu membuatnya menggeleng tanpa sadar. "Emangnya di sini ada cacing?" tanya Gege sembari menunjuk perutnya.
Samuel pura-pura terkejut. "Lo belum tau? Di dalem perut tuh ada cacing kecil-kecil. Mereka tuh yang makan makanan di perut, makanya beberapa jam kemudian lo bisa laper lagi kalo abis makan. Dan kalo perutnya sampe kosong ga ada makanan apapun, nanti cacingnya malah makanin perut. Mau lo perutnya bolong?"
Raut wajah Samuel yang seperti orang serius saat menjelaskan teori asal-asalannya, mau tak mau membuat Gege percaya tanpa tapi. Gadis tersebut bahkan tak kalah serius dalam menanggapi penjelasan Samuel.
Gege menggeleng lagi, kali ini sembari memegangi perutnya. "Gamau gamau .... Gege pengin punya perut gendut kayak si kucing hamil."
Dari berbagai alasan, bisa-bisanya Gege memikirkan hal seperti itu. Mendengarnya saja membuat Samuel menahan tawa. "Yaudah, makanya makan dulu. Nih."
"Dah bisa makan sendiri belum?" tanya Samuel sembari mengaduk bubur Oatmeal-nya.
Gege mengangguk. "Eung."
"Yaudah, nih," Samuel menyodorkan mangkuk buburnya, "hati-hati pada jatuh, entar belepotan meja gue."
Gege tak menghiraukan. Gadis tersebut mulai menggenggam sendoknya seperti menggenggam tongkat satpam, lalu berusaha menyendok bubur tersebut secara perlahan.
"Enak?" tanya Samuel ragu. Ini pertama kalinya ia memasak untuk orang lain. Meskipun hanya bubur sih.
"Biasa aja," jawab Gege tanpa pikir panjang. Baginya bubur ini tak lebih enak dari kue red velvet yang ia makan di kafe Zayyan.
Sementara Samuel malah menyendok lagi steak miliknya. Ia tak begitu terkejut akan jawaban Gege.
"Tuh kan jatuh." Samuel menyomot tisu di dekatnya, lalu segera membersihkan bubur yang terjatuh ke meja.
"Maaf," ujar Gege. Gadis tersebut jadi takut untuk melanjutkan makannya kalau sudah begini.
Menyadari Gege yang tak melanjutkan suapannya, Samuel mengambil alih sendok tersebut. Selanjutnya meraih telapak tangan Gege. "Gini cara megangnya."
Gege menurut saja saat Samuel menunjukkan cara memegang sendok dengan benar. Awalnya ini masih terasa kaku. Namun Samuel menuntun tangan Gege dengan menyendok bubur tersebut, lalu memasukkannya ke mulut gadis tersebut.
"Gini paham?" tanya Samuel setelah berhasil mengajarkan satu suapan.
Gege mengangguk. Membuat Samuel melepaskan pegangannya lagi. Membiarkan gadis tersebut mencobanya sendiri secara perlahan.
"Good girl." Tanpa sadar Samuel mengulurkan tangannya mengusap rambut gadis di hadapannya ini, pemuda tersebut tersenyum puas saat Gege berhasil menyendok buburnya sendiri tanpa berantakan.
Gege yang mendapatkan perlakuan tersebut secara tiba-tiba malah berganti tersenyum lebar kesenangan. Ia sangat suka mendapatkan usapan hangat apalagi jika di kepalanya.
Samuel sendiri kini sudah tak bisa menahan tawanya melihat senyum kegirangan Gege. Pemuda tersebut beralih mencubit gemas pipi gadis tersebut. Ia mulai berpikir bahwa memelihara Gege tidak begitu buruk. Andai saja wujud gadis tersebut sekarang masih seperti anak anjing, mungkin Samuel sudah menggigitinya karena gemas.
Untuk sesaat, Samuel benar-benar lupa akan tingkah Gege yang berubah seperti psikopat pagi tadi.
==TBC==
Seperti biasa, judul bab tidak ada kaitannya dengan isi bab 😂🙏
YANG PENCET VOTE JODOHNYA SEUNGMIN TXT! 🤘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro