Banting
"Ah, pusing banget ...."
Di pagi hari begini, suasana hati Samuel sudah buruk saja karena kepalanya terasa berat. Pemuda tersebut menyibak selimutnya, lalu mencoba untuk bangkit duduk. Awalnya masih belum fokus. Namun begitu menyadari tubuh bagian atasnya sudah tidak menggunakan sehelai benang pun, mata yang tadinya berat untuk melihat cahaya pagi pun segera terbuka lebar-lebar.
"Kok gue shirtless gini?!" gumamnya panik. Tidur tanpa berpakaian bukanlah kebiasaannya.
"Samuel udah bangun?"
Suara lemah dari arah sampingnya semakin membuat Samuel terkejut kuadrat. Ia mendapati Gege tengah dengan damainya memejamkan mata. Gadis itu hampir tidak terlihat karena tertutupi selimut tebal hingga ke bawah dagu.
"Lo ngapain di sini?!" seru Samuel panik sembari sedikit menjauh. Ia segera mengambil satu bantal untuk menutupi dadanya yang terekspos.
Lalu tiba-tiba entah kenapa kepala Samuel sakit, beberapa potongan kejadian semalam menghampiri otaknya.
"Gege jangan mau diambil Haidar ya? Gege anjingnya Sammy, 'kan?"
"Gege pengin nyobain rasanya mabuk?"
"Ini lebih bikin mabuk daripada minuman tadi."
"Gege suka?"
"Maaf, Sammy mainnya kasar. Gege kesakitan ya?"
Lalu ingatan saat dirinya melempar kemejanya begitu saja ke lantai juga mampir dalam otaknya. Tapi sisa selain itu, Samuel benar-benar tidak ingat. Apa saja yang sudah ia lakukan pada gadis ini?
'Bajingan lo, Sam!' umpat Samuel pada dirinya sendiri. Pikirannya jadi kemana-mana sekarang.
"Ge, lo ... lagi pakai, khem, baju, 'kan?" tanya Samuel hati-hati. Sungguh, suasananya sangat canggung. Samuel cukup menyesal karena mabuk terlalu jauh semalam. Ia benar-benar merasa menjadi pria brengsek saat ini.
Namun nampaknya tidur Gege tak terganggu. Gadis itu hanya menggumam tak jelas menjawab pertanyaan Samuel. Hal itu membuat Samuel makin frustasi. Pemuda tersebut memilih segera mengambil salah satu kaos di lemarinya, dan cepat memakainya. Pertama ia harus melindungi asetnya dulu. Sebelumnya, belum pernah ada gadis mana pun yang menyaksikan langsung tubuh torsonya. Ini membuat Samuel sedikit malu kalau mengingat Gege sudah melihatnya lebih dulu. Tunggu, Gege benar hanya melihat tubuh bagian atasnya, 'kan? Ah, sebenarnya apa saja yang sudah terjadi semalam?!
"Samuel ...."
Mendengar itu, Samuel kembali menaruh atensinya pada Gege. "Kenapa?"
Nampaknya kedua mata Gege mulai terbuka meski sayu. Gadis itu masih terlihat sangat mengantuk. "Gege pakai baju kok."
Bisa-bisanya gadis itu tersenyum setelah mengatakan itu. Samuel bahkan sampai bingung sebenarnya pipinya sekarang jadi memanas gara-gara senyuman itu atau karena perkataan Gege yang membuat Samuel semakin malu. Namun Samuel sebisa mungkin mengatur ekspresinya agar terlihat santai.
"Kalau masih ngantuk tidur lagi aja." Setelah mengatakan itu, Samuel segera keluar dari kamarnya. Merupakan langkah pertama untuk menetralkan degup jantungnya.
'Tuh kan dia pakai baju. Lagian celana gue juga masih stay kayak yang semalem gue pakai. Cuma buka baju doang. Pasti gaada yang terjadi, 'kan? Gue ga ngapa-ngapain, 'kan? Tapi ciuman semalam? Kenapa itu ada di ingatan gue juga? Jangan-jangan selain itu gue ... Nggak, nggak!'
Samuel benar-benar sedang peran batin sekarang. Ia mengacak rambutnya makin frustasi. Bisa saja Samuel menanyakan langsung pada Gege apa saja yang terjadi semalam. Tapi apa ia akan masih punya muka jika Gege menceritakan semuanya dengan jujur? Samuel belum siap dengan kenyataan atau apapun yang akan dijelaskan Gege. Jadi untuk sementara ini, setidaknya ia harus pura-pura tak terjadi apa-apa saja dulu.
Ngomong-ngomong, dimana ketiga sahabatnya itu? Samuel baru ingat kalau mereka bertiga sedang menginap di sini semalam. Tapi bahkan Samuel tidak menemukan satu pun batang hidung mereka pagi ini. Padahal Samuel bisa menanyakan pada mereka apa saja yang terjadi semalam.
Segera Samuel mencari ponselnya, ternyata masih tergeletak di ruang tamu. Beberapa pesan dari satu jam lalu muncul di bar notifikasinya. Ternyata pesan grup.
Tongkrongan
Azka
Sialan si Zayyan sama Haidar! Napa lo pada ninggalin gue semalem hah?! Pagi-pagi langsung jadi nyamuk gue.
Zayyan
Sorry, Az, si Haidar mabuk berat jadi gue anter balik duluan.
Zayyan
Samuel belum bangun emangnya?
Azka
Mana bisa bangun. Pas gue mau ngungsi ke kamarnya aja dia lagi bobo bareng mbak Pacar. Mana si Samuel ga pake baju lagi, bikin ambigu anjir.
Zayyan
Serius?! Wah, kayaknya kedatangan kita semalam emang ganggu banget deh. Sorry ya @samuel 😂
Samuel meringis malu membaca pesan grup. Kenapa pula kamarnya tidak dikunci? Ah, kacau sudah. Setelah ini pasti ia akan menjadi bahan ledekan ketiga sahabatnya itu.
Oke, lupakan dulu sejenak. Samuel memilih membersihkan diri dulu agar terasa lebih segar pagi ini. Perut Samuel juga masih terasa begah karena mabuk berat semalam. Setelahnya ia langsung membuat sup pengar. Samuel sendiri tidak tahu pasti bagaimana cara membuatnya, ia hanya membuat sebisanya dan memasukkan bahan apa saja yang ada di kulkas. Potongan ayam, pangsit rebus, jamur, wortel, kol, daun bawang, semuanya asal Samuel masukan. Yang penting supnya hangat dan terasa kaldu ayamnya saja sudah layak makan, begitu pemikiran Samuel—yang tidak jago memasak.
"Heung ... Samuel masak apa?"
Di tengah kegiatan mengaduk supnya, Samuel dikejutkan dengan kedatangan Gege yang tiba-tiba memeluknya dari belakang. Gadis itu bahkan menduselkan kepalanya di punggung Samuel.
"Baunya enak banget," lanjut Gege dengan suara serak khas bangun tidurnya.
"Awas ilernya nempel di baju gue," ketus Samuel meski dirinya sedang dugun-dugun saat ini.
Namun bukannya takut, Gege malah terkikik kecil membayangkan ekspresi ketus Samuel. "Gamau lepas."
"Yaudah, gausah sarapan pagi ini."
"Ih, kok gitu?!" Bersamaan dengan itu, Gege pun menurut melepaskan pelukannya. Gadis tersebut segera berdiri di samping Samuel mengamati sup yang berbau enak—sampai membangunkan tidurnya—itu.
Samuel melirik Gege, matanya tiba-tiba terfokus pada luka kecil yang terdapat di bibir bawah gadis itu. "Eh, bibir lo pecah-pecah?" tanyanya khawatir.
"Ck, kan semalem Samuel yang bikin bibir Gege sampe luka gini. Nih, di sini juga perih tau," jawab Gege polos sembari menunjukkan bekas merah di sekitar lehernya.
Samuel terkesiap sebentar. Tunggu, bahkan di leher juga? Dan melihat sebegitu merahnya tanda di leher Gege, Samuel tak berani membayangkan bagaimana tak terkendalinya ia semalam.
"Cuci muka dulu sana, nanti gue siapin supnya buat lo." Tiba-tiba Samuel mengalihkan topik. Ia hanya ingin Gege cepat pergi dulu dari pandangannya, setidaknya sampai Samuel bisa menetralkan degup jantungnya.
Tanpa disuruh dua kali, untung saja Gege menurut. Ia segera ngacir dengan cepat ke kamar mandi. Ngomong-ngomong, Samuel sudah mengajarinya cara cuci muka dan gosok gigi saat sebelum pergi ke kediaman Noah beberapa hari lalu. Jadi ia tidak perlu khawatir gadis itu akan basah kuyup karena tidak tahu cara menggunakan keran dengan benar.
Diam-diam Samuel memerhatikan langkah Gege. Gadis itu tidak ada kesulitan sama sekali saat berlari kecil ke kamar mandi. Itu berarti ... Samuel tidak sampai melakukannya, 'kan?
Samuel menggeleng pelan. Lagi-lagi dia memikirkan hal itu. "Bersikap saja seperti biasa, Samuel," monolog Samuel menenangkan diri.
Selanjutnya sup sudah masak. Samuel menyicip sedikit, rasanya tidak seburuk itu. Sebelas dua belas dengan sup yang dimasak Zayyan, setidaknya itu menurut Samuel. Akhirnya dua mangkuk yang tadinya kosong pun sudah terisi penuh dengan sup hangat buatan Samuel. Sekarang sudah jam 7 pagi, waktu yang cocok untuk sarapan.
Bertepatan dengan Samuel yang menyajikan supnya ke meja makan, Gege pun keluar dari kamar mandi setelah selesai dengan urusannya. Wajahnya kini terlihat lebih segar.
"Wuihhh udah jadi." Dengan senyum lebar, Gege segera mengambil duduknya, memandang ngiler pada sup berbau kaldu ayam yang menyengat dengan uap mengepul. Sungguh menggoda lidahnya.
"Cobain, enak nggak?"
Mendengar itu, Gege segera menyendokkan supnya. Tidak ada lagi makanan yang tumpah kali ini. Terkadang Samuel cukup kagum dengan kemampuan Gege yang dapat cepat belajar tentang banyak hal baru. Padahal belum ada satu bulan sejak Gege berubah jadi manusia. Tapi anjing satu ini sangat pintar beradaptasi.
"Eum ... enak banget. Gege suka!"
Melihat respon memuaskan dari Gege, Samuel diam-diam tersipu. Ia pun segera ikut menyusul menikmati supnya. Keduanya sibuk dengan makanan masing-masing. Hingga keheningan pun tercipta untuk beberapa menit ke depan.
Dan Gege adalah yang pertama menandaskan sarapannya. Antara lapar atau memang sup buatan Samuel begitu enak baginya. Gadis itu menghabiskan tanpa sisa, bahkan kuah supnya sekalipun.
"Habis!" seru Gege sembari menaruh sendoknya di atas mangkuk.
Samuel yang masih belum menyelesaikan sarapannya, cukup terkejut dengan kecepatan makan Gege pagi ini. "Tumben makannya cepet."
Gege menyengir mendengar celetukan Samuel. "Kan ini buatan Samuel. Jadi Gege semangat makannya, hihi."
Untuk sesaat Samuel lagi-lagi tersipu, mengalihkan pandangannya dengan menyuapkan sup ke mulutnya. Sial, kenapa mendengar pujian dari Gege saja Samuel langsung salting begini?
"Samuel akhir-akhir ini sering merah ya pipinya. Biasanya pucet," celetuk Gege sembari menopang dagunya memerhatikan Samuel makan.
Samuel melirik Gege sebentar, lalu kembali fokus pada supnya. Kali ini ia melahap satu buntalan pangsit rebus yang utuh. "Pipi gue emang biasanya gini kok."
Melihat Samuel yang menjawab dengan mulut penuhnya, membuat Gege gemas sendiri. Pipi Samuel jadi terlihat lebih gembul sekarang. Tangan Gege pun dengan santainya terulur menoel pipi kanan Samuel.
"Mbul, mbul, lucu banget sih pacarnya Gege, hehe ...."
Samuel hampir tersedak. Dengan ketus ia menyingkirkan tangan Gege. "Sana mangkuknya taruh di wastafel dulu, entar gue cuciin sekalian."
Gege kembali terkekeh. Entah kenapa wajah ketus Samuel pagi ini malah terlihat menggemaskan di mata Gege. Namun tak ayal, gadis itu menurut juga. Ia segera bangkit berdiri sembari membawa mangkuk kosongnya. Diam-diam gadis itu tersenyum jahil tanpa diketahui Samuel.
Cup.
Samuel reflek membeku. Tanpa aba-aba, Gege mengecup pipinya dengan cepat.
"Samuel gemesin, jadi Gege cium deh," lanjut gadis itu sembari kabur ke dapur. Meninggalkan Samuel yang masih belum menggerakkan badannya.
Tanpa sadar wajah Samuel kian memerah. Kedua sudut bibirnya terangkat cukup tinggi. Entah kenapa ia merasakan seperti ada sesuatu menggelitik di perutnya. Sensasinya begitu mendebarkan namun Samuel menikmati itu.
Plak!
Samuel segera menampar pelan pipinya sendiri sembari menghilangkan senyumannya dalam hitungan detik. "Sadar, Samuel."
Namun tak ayal, Samuel kembali senyum-senyum sendiri sembari mengelus pipinya.
*****
Pagi yang sibuk kembali menyapa Lila. Mengerjakan 2 pekerjaan paruh waktu sekaligus di setiap harinya bukanlah hal mudah. Terkadang ia kerepotan dalam menyesuaikan jadwalnya. Namun begitu ia teringat dengan senyum bahagia kedua adiknya saat dibelikan lampu belajar kemarin lusa, membuatnya lupa bagaimana cara mengeluh. Ia tidak akan menyerah demi senyuman kedua adik kembarnya yang masih duduk di bangku SMP tersebut.
"Lila, ke sini sebentar."
Suara panggilan kepala koki sekaligus pemilik warteg tempatnya bekerja itu membuat Lila terpaksa menghentikan kegiatannya membersihkan cumi-cumi. Setelah membersihkan tangannya, gadis tersebut dengan cekatan segera mendekat. "Ada apa, Bu?" tanyanya.
Bu Hida, wanita paruh baya berhijab yang sedikit lebih tinggi dari Lila tersebut nampak tersenyum lembut. Sosoknya memang menghangatkan meski pada karyawannya sendiri. "Hari ini kamu pulang dulu ya."
Mendengar itu tentu saja Lila langsung panik. Apa ia melakukan kesalahan? Kenapa dia dipulangkan dengan cepat? Namun sebelum Lila menyuarakan rasa penasarannya, Bu Hida lebih dulu melanjutkan kalimatnya. "Ada yang nyariin kamu. Kayaknya penting banget. Gih datengin, orangnya di depan."
"Siapa, Bu? Ini beneran? Tapi gimana dengan pekerjaan saya hari ini?" Lila masih belum bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Seperti biasa, ia selalu memberondong banyak pertanyaan.
"Tenang. Dia bahkan udah kasih kompensasi ke ibu buat ngizinin kamu cuti kerja hari ini. Udah pasti penting, 'kan, kalau gitu?"
"Sana buruan samperin," lanjut Bu Hida dengan senyumnya.
Mau tak mau, Lila menurut meski kebingungan. Kira-kira siapa yang rela mengeluarkan uang untuk mendapatkan waktu dengannya tersebut? Apakah ada hal yang sepenting itu?
Setelah selesai merapikan diri, Lila langsung pamit keluar menemui sosok yang sedang menunggunya itu.
"Lylia."
Merasa dipanggil, Lila segera celingukan. Kemudian ia menemukan sosok pria yang tampak asing baginya itu. Dilihat dari gaya berpakaiannya, pria tersebut terlihat biasa saja. Menggunakan kaos hitam dan celana pendek selutut, sangat santai. Namun dengan postur tinggi tegap dengan wajah tegas tersebut, memberikannya aura yang kuat meski berpakaian seseadanya seperti itu.
"Permisi, apa saya mengenal anda? Ada keperluan apa dengan saya?" tanya Lila tanpa basa-basi.
Pria yang terlihat beberapa tahun lebih tua darinya itu pun nampak menatap Lila serius. "Ini soal si 'tukang keluyuran' itu."
"Hah?" Lila tak bisa menyembunyikan ekspresi cengonya kali ini.
"Soal ibumu."
==TBC==
YANG PENCET VOTE JODOHNYA JEONGIN WITHUS! 🤘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro