Part 48
Assalamu'alaikum...
Selamat apa ya dini hari mungkin😂
Ini aku Update jam 02.05 lho aku baru kelar nulisnya dibaca dikit langsung Update jadi sorry kalau banyak typo.
Semoga syuka, yang dari kemaren tersakiti mulu karena Ayya nya galau mulu mana suaranya?😂😂
Happy Reading♡♡♡
Aku memandang langit-langit kamar hotel. Yups malam ini aku masih di Yogya dan rencananya besok aku akan kembali ke Jakarta. Tapi sepertinya rencana awalku akan berubah.
Sebenarnya aku memang telah menyerah akan Adrian, tapi ketika mendengar percakapan di kamar mandi tadi aku memutuskan untuk peduli kembali pada Adrian. Bagaimanapun dia pernah dan masih jadi seseorang yang bersemayam di hatiku jadi aku gak mungkin membiarkannya masuk ke dalam perangkap seseorang ketika aku mengetahui kebenarannya.
Flashback
Aku yang hendak membuka pintu mengurungkan diri ketika mendengar suara seseorang yang begitu familiar.
"Iya kamu harus lebih sabar Ndre." itu suara Nadira sepertinya dia sedang berbicara dengan seseorang di telpon.
"Aku baru aja bertunangan dengan Adrian jadi gak mungkin lah kalau aku langsung menikah dengannya"
"...."
"Kamu tahu bukan, saham papaku di perusahaan itu 45% sedangkan milik direktur yang sekarang itu hanya 30%. Jadi jika aku telah menikah dengan Adrian, sesuai wasiat Papa jika aku sudah menikah dengan orang yang bisa mengelola itu maka semua saham itu akan menjadi milikku yang merupakan anak tunggal."
"...."
"Kamu sendiri kan tahu kenapa aku milih Adrian. Karena dialah satu-satunya orang yang dipercaya oleh kakak sepupuku. Jadi gak akan banyak masalah ketika nanti pengalihan kekuasaan di perusahaan."
"...."
"Hahahaha kamu benar. Adrian terlalu bodoh dengan mempercayai semua omong kosongku. Dia juga percaya dengan kebohongan yang aku ciptakan untuk semakin menjauhkannya dengan mantan kekasihnya."
"...."
"Mantan kekasihnya itu putri sulung pengusaha kaya Balla Company itu lho."
"...."
"Yups! Aku juga awalnya gak yakin akan bisa memperburuk keadaan mereka, apalagi setelah dia bekerja disini. Tapi see? Aku bisa bahkan dia sendiri yang memperlihatkan kekalahannya dengan resign dari perusahaan."
"..."
"Kamu tenang aja, semua telah aku atur. Intinya sebulan dua bulan setelah semua kekayaan papa berganti nama menjadi namaku aku akan bercerai dengan Adrian."
"..."
"Aku telah memikirkan itu. Jadi Adrian gak akan mendapatkan apa-apa di perusahaan. Aku akan membuat seolah-olah dia yang bersalah atas perceraian nantinya."
"...."
"Benar sekali, aku tahu Adrian masih mencintai mantannya, jadi aku akan menggunakan mantannya itu untuk alasan perceraian nanti."
"...."
"Sangat mudah untuk menjebak mereka, kamu tenang saja Ndre setelah semuanya beres aku akan kembali menjadi milikku."
"..."
"Ndre kita akhiri saja, aku takut ada orang yang datang."
"..."
"Sepertinya aman, karena toilet ini kosong."
Aku bersyukur karena Nadira sepertinya tidak menyadari keberadaanku.
"Oke bye, love you."
Aku pun diam mencerna kembali apa yang sebenarnya terjadi.
Flashback Off
"Arghhhh!!!" aku mengerang frustasi memikirkan bagaimana caranya supaya aku mendapatkan bukti yang nyata untuk membongkar semua kebusukan Nadira.
Aku menyesali keadaan kemarin, kenapa tidak terpikirkan olehku untuk merekam percakapan mereka.
Daripada menyesali semua yang telah terjadi, lebih baik jika aku menyusun strategi baru untuk menjebak Nadira.
Satu ide terlintas dibenakku, akhirnya aku pun menghubungi Anna.
Me :
Na lo bisa bantu gue???
Anna :
Bantu apa Yya?
Me :
Besok aja kita ketemu ya..
Libur kan besok?
Anna :
Okay!
Besok hubungi lagi aja.
Me :
Sip.
Aku pun memejamkan mata mencoba untuk tidur malam ini.
---
"Daddy gak setuju. Pokoknya hari ini kamu harus ikut ke Jakarta." ucap Daddy final setelah aku mati-matian membujuknya supaya bisa tinggal disini.
"Dad! Please.. Ayya hanya mau melakukan satu hal lagi yang Ayya anggap benar sekarang." ucapku.
"Kamu tahu? Bahkan Daddy sudah membiarkan kamu melakukan apa saja selama ini, tapi hasilnya? Kamu sendiri yang menderita bukan? Dengarkan Dad untuk kali ini saja, kamu jangan terjebak oleh masa lalu, cukuplah Daddy yang merasakan itu." ujar Daddy.
Aku mengerutkan keningku merasa tak mengerti dengan ucapan Dad. Aku melirik Mom yang hanya terdiam memandang kami berdua. Sebenarnya cukup aneh melihat Mom gak membelaku.
"Intinya, mau Daddy setuju atau tidak Ayya akan tetap disini." ucapku sambil memalingkan wajah.
"Oke. Sekarang kamu pilih Daddy atau Adrian?" tanya Dad.
"What??" aku jelas tak percaya dengan pertanyaannya.
"Kenapa? Kamu gak bisa jawab?" tanya Dad kembali.
"No! Bukan seperti itu, hanya saja Daddy dan Adrian itu gak bisa dipilih. Aku gak mungkin memilih salah satu dari kalian."
"Bilang saja kalau kamu..."
"Khana." ucapan Mom menghentikan Daddy.
"Ayya, apalagi yang akan kamu lakukan sekarang? Kamu tahu bukan Adrian telah bertunangan! Kamu sudah tidak memiliki harapan apa-apa lagi." ujar Mom dengan tegas.
"Mommy, aku akan melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Aku gak bisa membiarkan ini semua terjadi." ucapku dengan nada membujuk.
"Apa yang akan kamu lakukan? Kami harus mengetahuinya." ujar Mom.
"Arghhh... Terlalu ribet jika kalian harus mengetahuinya." erangku frustasi. Dan kali ini aku benar-benar menyesal telah menyetujui untuk pindah kembali ke Jakarta.
"Katakan atau tidak kami beri izin?" tanya Mom.
Aku menghembuskan napas pasrah, dan pada akhirnya aku pun menceritakan semua yang kudengar malam itu. Ada raut terkejut dari wajah Mommy dan Daddy.
"Kenapa kamu menyusahkan diri sendiri? Sebaiknya kamu katakan langsung pada Adrian." ucap Dad.
"Dia tidak akan mempercayai begitu saja tanpa bukti Dad." ucapku.
"Baiklah. Dad izinkan." ucap Daddy sambil mendesah.
"Makasih Dad, love you." ucapku sambil memeluk Daddy.
"Katakan pada Dad jika kamu mendapatkan masalah apapun disini, jangan hanya menceritakan pada Mommy mu." ucap Dad.
"Siap boss!" ucapku dan mengeratkan pelukanku.
Ting...
Bunyi notifikasi dari ponselku aku pun mengeceknya.
Anna :
Gue udah di cafe, lo dimana?
Aku menepuk jidatku pelan karena melupakan Anna gara-gara meminta izin dari Daddy dan Mommy.
"Kenapa Yya?" tanya Mom.
"Aku lupa kalau aku ada janji dengan teman." jawabku sambil menunjukkan cengiran khas ku.
"Mom, Dad, Ayya pamit dulu ya. Safe flight buat kalian." ucapku sambil mengecup pipi Mom dan Dad, dan segera berlari pergi.
"Hati-hati Ayya." ucap Mom setengah berteriak.
Aku pun hanya melambaikan tangan karena sudah berada di luar pintu kamar hotel mereka.
Dengan tergesa aku membawa mobil karena merasa tak enak membuat Anna menunggu lama. Jangan tanya kenapa aku bisa membawa mobil karena aku memang membawanya dari Jakarta. Sedangkan Mom dan Dad mereka kesini dengan naik pesawat.
"Anna maaf lama." ucapku ketika duduk dihadapannya.
"Yang janjian jam berapa, datang jam berapa." ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ulululu.. Ngambek ya neng? Maaf deh." ucapku sambil menoel dagunya.
"Aku ternoda.." ucapnya sambil berakting jijik.
"Jijik tahu Na." ucapku sambil bergidik dan malah dibalas tawa olehnya.
"By the way lo udah pesen belum?" tanyaku.
"Sudah dong tuan puteri, lengkap untuk anda juga." ucapnya.
"Gumawwo." ucapku.
"Eh Yya lo ngapain sih ngajak kesini?" tanya Anna.
"Jadi gini..." ucapku terhenti ketika melihat seseorang yang aku kenal memasuki cafe.
"Anna ngumpet." ucapku dan langsung mengambil buku menu di meja untuk menutupi wajahku.
Aku melirik gelisah, rupanya dia duduk tepat dibelakangku. Aku bersyukur dengan tempat yang dipilih Anna. Ini bukan cafe biasa, bahkan modelnya hampir seperti restaurant.
"Yya kenapa?" tanya Anna.
"Syuuttt!!!" ucapku sambil membekap mulut Anna.
"Jangan keras-keras." bisikku.
"Lo tahu? Dibelakang kita ada Nadira dan dia datang dengan cowok yang entah siapa. Jadi lo diam dulu." bisikku lagi.
Anna pun hanya mengangguk walaupun aku yakin dia gak mengerti.
"Ndre aku kangen sama kamu." itu suara Dira, aku mendengarnya dengan jelas karena dia di belakangku.
Ndre? Berarti orang yang bersamanya adalah orang yang sama dengan yang di telpon.
"Aku juga. Kamu gak main hati kan dengan si Adrian itu?" tanya si lelaki.
Anna mengangkat alisnya bingung. Aku hanya memberi kode supaya dia diam saja.
"Ya enggaklah ndre. Kamu tahu sendiri bukan aku hanya cinta sama kamu. Sedangkan Adrian? Aku hanya menggunakan dia untuk mendapatkan saham papa."
"Syukurlah. Kakak sepupu kamu yang membuatnya ribet. Kalau saja dia percaya padaku." ucap si pria.
"Yaa seperti itulah dia. Tapi kamu juga sih ndre, punya prestasi apa kamu agar kakak ku bisa percaya sama kamu?" ucap Dira sambil tertawa.
"Masa bodo dengan prestasi sekarang. Yang penting kita harus mendapatkan apa yang menjadi tujuan kita dengan menikahnya kamu dengan si bodoh Adrian" ucap pria itu.
"Kamu tenang saja, seperti apa yang aku katakan padamu malam itu bahwa aku akan bercerai dengan Adrian ketika saham itu telah menjadi milikku." ucap Dira.
"Good girl. Aku menunggu hari itu tiba. Melihat Adrian yang bodoh itu menyesal karena menyangka semua yang terjadi adalah kesalahannya." si pria berkata sambil tertawa.
Cukup! Aku gak mau mendengar semua ocehan mereka lagi. Aku berbisik pada Anna.
"Hubungi Adrian supaya dia kesini. Katakan padanya bahwa aku dan Dira ada disini, katakan apa saja yang bisa membuatnya cepat kesini." ucapku.
Anna pun hanya menganggukkan kepala. Aku tahu bahwa dia merasa syok dengan apa yang dia dengar sekarang. Sebenarnya aku meminta Anna kesini untuk membantuku mengamati gerak gerik Dira di kantor. Aku gak menyangka akan bertemu dengannya disini dan mendapatkan apa yang ku mau secepat ini.
Aku berdiri dan mendekati tempat dimana Dira berada.
"Hai Dir." sapaku sambil tersenyum.
Kulihat Dira sedikit terkejut. Iyalah dia terkejut karena sedang bersandar di bahu pria itu.
"Ha..Hai Sha." ucapnya gugup.
Tanpa permisi aku duduk di depan mereka.
"Oh iya Dir ini siapa? Kenalin dong ganteng juga." ucapku sambil tertawa anggun. Padahal dalam hati aku ingin sekali melenyapkan dua orang ini.
"Oh ya kenalin dia Andre sahabatku." ucap Dira.
"Hai gue Andre." ucap Andre sambil mengulurkan tangannya.
Dengan terpaksa aku pun menerima uluran tangan itu.
"Shaquella." kenalku.
"Ndre masih avaliable gak? Gue jomblo lho. Lo tahu gue kaya kan? Kalau lo nikah sama gue wahh udah enak deh hidup lo." ucapku sambil tertawa.
"Hahahhhaa lo ternyata orangnya humoris ya." ucap Andre sambil tertawa.
"Iya ndre, dia itu emang banyak becanda." timpal Dira.
"Siapa yang becanda? Gue serius lho. Gini ya Daddy gue punya anak cuma gue sama adek gue. Dan adek gue gak minat sama sekali sama perusahaan, ya otomatis lah perusahaan bakalan gue yang pegang." ucapku.
"Maksudnya apaan sih?" tanya Dira.
"Lha, lo berdua gak ngerti maksud gue?" tanyaku dan dijawab anggukan bodoh mereka.
"Sama gue juga gak ngerti." ucapku sambil tertawa.
Mereka pun ikut tertawa. Aku hanya mencoba mengulur waktu menunggu sampai Adrian datang.
"Oh ya, kalian deket banget ya? Sampe senderan gitu? Kalau Adrian lihat gimana coba?" tanyaku mulai memancing.
"Kita udah sahabatan dari kecil kok, dan Adrian juga tahu sama Andre." jawab Dira.
"Ooh gitu." ucapku sambil memutar otak harus mengatakan apa lagi.
Tapi pandanganku teralih pada pintu masuk, memperlihatkan Adrian yang masuk dengan tergesa. Aku gak tahu apa yang Anna katakan hingga membuat Adrian datang begitu cepat.
"Naraya, apa yang kamu lakukan disini?" tanya Adrian ketika sudah berada di dekat kami.
Ku lihat ekspresi terkejut dari wajah Nadira dan juga Andre.
"Apaan sih Ad? Kamu khawatir banget kayanya sama aku. Aku jadi terharu deh masih dikhawatirin sama mantan." ucapku sambil terkekeh.
Kulihat Adrian mengerutkan keningnya bingung dan melihat kepada Nadira dan Andre yang tampaknya salah tingkah.
"Duduk dulu Ad, kita ngopi santai aja dulu." ucapku sambil mengedipkan sebelah mataku.
Tanpa diminta lagi Adrian duduk di sebelahku berhadapan dengan Nadira.
"Oh ya Dir, ini hari Minggu lho dan semalam kalian baru aja bertunangan kok malah jalan sama sahabat sih? Kalau aku dulu sama Adrian suka jalan gitu kalau hari Minggu. Iya gak Ad?" tanyaku sambil menumpu daguku dengan sebelah tangan dan menengok ke arah Adrian.
"Eh aku lupa, gak papa nih Ad aku bilang kalau kita mantan di depan tunangan kamu?" tanyaku sambil tersenyum semanis mungkin.
Tidak ada jawaban dari Adrian dan aku pun merasa gak peduli akan hal itu.
"Ad kamu tahu gak kalau Andre itu sahabatnya Dira. Ganteng ya Ad? Cocok gak buat aku? Gak dosa kan kalau mantan yang merekomendasikan?" tanyaku sambil terkekeh pelan.
"Tadi juga aku bilang sama Andre kalau aku itu kaya, perusahaan Daddy itu gede banget, cabangnya banyak. Hotel, resort, rumah sakit, sekolah, universitas, Mall, dan segala macamnya tersebar di mana-mana bukan hanya di Indonesia. Bahkan kemarin aku baru aja ngehadirin openingnya hotel baru Dad di Singapura." ucapku lagi.
"Kamu kenapa sih? Maksud kamu apa?" tanya Adrian. Aku yakin dia mulai jengah dengan segala ucapanku.
"Kamu tuh gak ngerti banget sih. Kan aku cuma mau kamu kasih penilaian aja tentang Andre cocok gak sama aku? Dia kan sahabatnya Dira. Eh kamu udah tahu kan kalau mereka sahabatan?" tanyaku.
"Maksudnya apa Dir?" tanya Adrian.
Kena! Aku yakin bahwa Dira berbohong soal Adrian yang kenal Andre.
"Ad maksudnya.." aku segera memotong Dira.
"Ohh kamu belum kenal Ad? Ahhhh.. Mungkin Dira lupa mengenalkan dia pada kamu Ad. Tapi dia bilang tadi kamu udah kenal. Mungkin dalam mimpi kali ya Dir? Aku tahu kok banyak orang yang bermimpi tapi menganggap itu kenyataan." ucapku diakhiri dengan kekehan pelan.
Tidak ada yang bicara lagi setelah aku mengatakan itu.
"Sha maksud kamu apasih? Kamu tiba-tiba datang, ngomong gak jelas ngelantur kemana-mana." tanya Dira.
Akhirnya dia merasa kesal juga padaku.
"Kalau aku bilang aku kesini buat rebut Adrian dari kamu marah gak?"
"Naraya!"
"Shaquella!" mereka menyebutku bersamaan.
"UWOW!! Daebak! Kalian menyebut nama lengkapku bersamaan. Sepertinya kalian jodoh tapi tak sampai." ucapku sambil tertawa kembali.
Kulihat wajah Dira sudah memanas.
"Naraya ayo kita bicara." ucap Adrian.
"Kenapa? Bicara saja disini." ucapku acuh.
"Karena keinginanmu aku akan bicara. Kamu tahu bukan bahwa kita udah gak ada apa-apa lagi. Jadi harap mengerti itu dan jangan ganggu kehidupanku." ujar Adrian.
"Aku ngerti kok, dan aku juga gak akan ganggu kamu lagi setelah ini." ucapku sengaja menjeda ucapanku melihat bergantian ke arah mereka.
"Tapi hanya ada satu hal yang aku gak ngerti." ucapku sambil mengeluarkan ponsel dari saku.
"Apa maksud dari semua ini?" tanyaku dan mulai memutar rekaman percakapan antara Dira dan Andre yang tadi aku rekam.
"Itu semua bohong Ad!" teriak Nadira bahkan sebelum rekamannya berakhir.
"Diam!" bentak Adrian dan mendengarkan kembali rekamannya.
Aku hanya tersenyum ke arah Nadira dan mengangkat bahuku.
"Kalau kamu gak percaya kamu bisa lihat waktu dan tanggal aku merekamnya Ad." ucapku setelah rekaman itu berakhir.
"Adrian kamu jangan percaya dia. Kamu tahu dia licik dan berusaha keras untuk membuat hubungan kita berakhir. Adrian kamu percaya aku kan? Kamu gak akan menyakitiku bukan?" tanya Dira.
"Aku rasa aku telah menyakiti orang yang salah." ucap Adrian.
"Kamu percaya aku kan?" tanya Dira.
"Ya. Aku akan mengambil keputusan ini." ucap Adrian.
Aku memandangnya tak percaya, kulihat Dira tersenyum licik ke arahku.
"Aku akan membatalkan pertungan kita. Aku akan segera bicara pada keluargamu malam ini juga. Aku gak mungkin menikah dengan orang yang hanya ingin menikah demi mendapatkan saham." ujar Adrian sambil matanya menatap tajam ke arah Dira.
"Ad! Kamu gak bisa seperti itu. Kamu gak bisa membatalkan semuanya." ucap Dira.
"Kenapa? Karena kamu kaya? Aku gak pernah silau dengan semua itu." ucap Adrian dengan nada yang sarat akan emosi.
"Ad, kamu tenang aja aku akan mendukungmu. Oh ya lupa aku pun akan mengirimkan rekaman ini kepada mu sebagai bukti untuk memperkuat pembatalan petunangan mu." ucapku dengan nada tenang.
"Kamu lihat Ad? Dia bahagia bukan dengan semua ini? Dia telah merencanakan semuanya." ucap Dira.
"Tentu saja aku bahagia. Aku telah menyelamatkan satu orang, eh tidak satu bahkan dua keluarga dari semua tipuanmu." aku menjawab ucapan Dira.
"Diam kamu! Jangan bicara apapun lagi. Aku muak mendengarnya." teriak Dira.
"Cukup Nadira! Aku gak mau mendengar suaramu lagi, tunggu saja nanti malam." ucap Adrian dan langsung beranjak tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Dengan segera Nadira mengejarnya.
Aku menatap Andre yang sekarang duduk di hadapanku. Aku pun menaikkan kedua alisku dan dia pun segera berdiri.
"Ndre tunggu." ucapku menghentikan langkahnya.
"Kamu masih tertarik kan dengan penawaranku tadi?" ucapku sambil terkekeh.
Andre pun hanya melengos pergi tanpa menjawab ucapanku.
Aku tertawa pelan melihat itu.
Setelah menormalkan semuanya kembali aku mulai ingat bahwa masih ada Anna disana, aku pun segera menemuinya.
"Anna." panggilku.
Dia pun segera menoleh.
"Sumpah demi apa gue lihat drama korea secara live gini?" tanya Anna.
"Gila lo bilang drama korea lo kira gue Kim So Hyun. Emang sih muka gue mirip dia kita kan kembar." ucapku sambil tertawa.
"Lo tadi keren banget... Kalau aja ada produser disini pasti lo langsung diajak main film." ucap Anna dengan wajah berbinar-binar.
"Hahahahaha jadi artis kayanya nyenengin ya. Boleh juga tuh." ucapku sambil tertawa.
"Tapi sumpah gue gak nyangka kalau si Dira itu sebusuk itu. Lo tahu dari mana dia bakalan kesini hari ini?" tanya Anna.
"Gue juga gak tahu semuanya bakalan kebongkar secepat ini bahkan baru sehari mereka bertunangan. Makasih banget lho An udah rekomendasiin tempat ini." ucapku.
"Setelah ini gue yakin Adrian bakalan resign dari perusahaan. Karena bagaimana pun dia gak akan nyaman kerja di perusahaan mantan tunangannya." ucapku lagi.
"Iya juga sih. Tapi gue gak mau kehilangan manager kaya dia. Walaupun sikapnya nyebelin dan sering nyuruh seenak jidat tapi semua kerjaan kita berjalan semestinya." ucap Anna dengan sedih.
"Udahlah jangan sedih, lo ikut aja resign dan ngintil aja sama Adrian." ucapku becanda.
"Lo kira gue tuyul harus ngintilin pak Adrian." ucap Anna sambil mendelik.
"Becanda kali Na. Oh ya setelah ini lo harus ngasih tahu semua yang terjadi di kantor mengenai Adrian ke gue. Lo harus mengamati setiap gerak-gerik Adrian." pintaku.
"Iyaa iya lo tenang aja. Tapi gue jadi sangsi deh kalau Adrian bakalan resign." ucap Anna.
"Emang kenapa?" tanyaku sambil minum jus yang udah gak terlalu dingin lagi.
"Pastinya sebelum dia resign dia udah dipecat duluan" ucap Anna.
"Gak mungkin! Gue yakin mereka gak akan lakuin itu, wong yang salah si Dira" ujarku.
"Malu lah kalau mereka melakukan itu." lanjutku.
"Iya juga sih." ucap Anna sambil mengangguk-anggukkan kepala.
***
Aku menatap pantulan diriku di cermin. Sebenarnya aku gak tahu hendak kemana hari ini, hanya saja aku takut jika tiba-tiba ada panggilan mendadak dari Anna atau apapun itu yang membuatku harus pergi.
Hingga siang gak ada sms atau telpon dari Anna aku pun merebahkan diriku di kasur dengan pakaian yang gak pantas dipakai tidur.
Ting..
Satu bunyi notifikasi dari ponsel membuatku cepat-cepat membukanya.
Anna :
Pak Adrian benar-benar resign 😭
Barusan dia pamitan ke kita sambil membawa barang-barang.
Pantesan dari tadi dia bolak balik mulu, kata sekretarisnya ke ruangan HRD.
Dia gak dipecat kok, tapi mengundurkan diri.
Si Dira hari ini gak masuk.
Me :
Adrian udah pergi atau masih disana?
Anna :
Barusan dia baru pergi.
Si renata sampe mewek lho 🙄
Me :
Oke makasih banget ya Na. 😙😙
Gue tunggu lho di Jakarta.
Anna :
Sama-sama beb. 😙😘
Gue tunggu kabar baik dari kalian. 💕
Aku tersenyum melihat pesan terakhir Anna. Kabar baik? Mungkin ini juga sudah kabar baik, melihat Adrian tidak tertipu dengan Nadira kembali. Aku pun segera bersiap untuk pergi ke Jakarta.
Diperjalanan ada pesan dari Adrian.
Pak Adrian :
Kamu dimana? Aku mau bicara.
Me :
Aku udah di jalan mau ke Jakarta.
Kenapa? Mau bilang makasih?
Gak usah,wkwkwk. 😁😁
Pak Adrian :
Aku kira masih di Yogya.
Iya makasih naraya atas semuanya.
Me :
Gak usah bilang makasih napa.
Pak Adrian :
Udah terlanjur ngetik.
Yaudah hati-hati.
Jangan main ponsel kalau nyetir.
Me :
Oke.
Tidak ada balasan dari Adrian aku pun melanjutkan kembali perjalanan karena memang lampu lalu lintas sudah berganti menjadi hijau.
###
Aku telah berada di dalam pesawat. Bukan pesawat menuju Jakarta tapi pesawat menuju Jepang. Setelah meminta izin Daddy untuk pergi liburan selama seminggu aku pun memutuskan untuk pergi kesana sekalian mengunjungi Mom Teressa yang juga menetap disana bersama suami dan anaknya.
Walaupun sekarang katanya sedang musim panas di Jepang, tapi aku tak mempedulikan hal itu. Bagiku pergi ke Jepang saat ini adalah hal yang paling tepat setelah semua kondisi yang kulalui.
Perjalanan ini harus aku lewaati bersama kak Rio lagi. Bukan, kak Rio bukan mau menemaniku hanya saja dia ada urusan bisnis di negeri sakura itu. Sepertinya sang pencipta sedang senang membuat sebuah kebetulan.
Di tengah perjalanan kami atau tepatnya ketika kami masih berada di ketinggian kak Rio tiba-tiba menghampiri tempat dudukku.
"Ayya, langit menjadi saksinya hari ini. Aku rasa aku tidak bisa menunggumu lagi. Maka dari itu hari ini adalah terakhir kalinya aku bertanya kepadamu." kak Rio menjeda ucapannya.
"Sudikah kamu menerimaku menjadi calon suamimu?" tanya kak Rio.
Aku mengambil napas panjang sebelum menjawab.
"Langit yang menjadi saksi, aku menerima..."
Hai.. Hai.. Hai..
Semakin mendekati ending nih😊 entah dua part lagi mungkin menuju kata tamat😄
Jangan lupa vote☆ sama komentarnya ya😊😊
Gumawwo😙😙😙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro