Part 3
Hari-hari yang kulalui terasa begitu cepat, dan sekarang sudah menginjak minggu ke 2 aku Prakerin di Ar's Corp. dan beruntung sekali aku tak pernah bertemu dengan om Daniel.
Aku melangkahkan kaki memasuki kantor dengan riang gembira, bagaimana tidak gembira semalam aku mimpi yang amat indah. Aku bermimpi bersama dengan pak Adrian, dan dalam mimpi pak Adrian itu begitu hangat beda dengan kenyataan. Walaupun itu hanya mimpi tapi aku begitu bahagia, pernah ada orang yang mengatakan padaku bahwa semuanya berawal dari mimpi.
Saat aku memasuki lift ternyata aku memasuki lift yang sama dengan pak Adrian. Dan ingat di lift hanya ada kami BERDUA. Aku tersenyum ke arahnya dan ia hanya membalas dengan senyuman tipis yang nyaris tak terlihat. Suasana di dalam benar-benar hening, aku amat takut jika degupan jantungku akan terdengar olehnya. Oke ini mulai lebay.
Ting..
Tepat di lantai 15 lift berhenti dan pak Adrian terlebih dahulu keluar dari lift. Tepat di depan pintu ruangan accounting pak Adrian membukakan pintu dan ia menahannya dari dalam supaya aku masuk. Tiba-tiba wajahku memerah melihat perlakuannya.
"Cepat masuk, atau saya lepaskan pintunya." Ucapnya datar.
Aku pun segera masuk dan berjalan dengan tergesa-gesa meninggalkannya menuju ruangan ku. Aku tak peduli jika ia memandangku aneh, yang jelas aku harus menormalkan dulu detak jantungku.
Setiba di ruangan rupanya Zahra dan Nura telah hadir, aku segera duduk dan mengatur napasku.
"Kenapa Yya?" Tanya Nura.
"Gue benar-benar malu sekarang." Ucapku.
"Pak Adrian, ia bukain pintu buat gue." Ucapku. Walaupun itu tak sepenuhnya benar.
"What?" Ucap mereka serempak.
Aku pun hanya menganggukkan kepala dan mengambil minum dalam tas ku.
Tiba-tiba pak Hadrian masuk ke ruangan kami.
"Selamat pagi." Sapanya.
"Pagi pak." Ucap kami berbarengan.
"Saya punya sedikit pengumuman buat kalian. Mulai hari ini kalian akan dipindah tugaskan tidak disini." Tutur pak Hadrian.
Kami hanya saling memandang tidak mengerti.
"Jadi begini, rasanya jika kalian bertiga semuanya disini sepertinya pekerjaannya hanya sedikit. Jadi saya sudah menempatkan kalian di divisi yang berbeda-beda." Lanjut pak Hadrian.
"Maksudnya kita dipisah gitu pak?" Tanyaku memberanikan diri.
"Ya benar sekali. Dan saya pun telah tanyakan pada guru kalian, dan beliau tidak keberatan. Jadi untuk Nura saya pindahkan kamu ke bagian dokumen di lantai 3, Zahra di Customer Service di lantai 1. Sedangkan Ella tetap di sini." Ujar pak Hadrian.
Kami hanya melongo mendengar penjelasannya.
"Siap-siap ya Nura, Zahra, kalian biar saya antar saja 10 menit lagi." Ucap pak Hadrian dan beliau pun berlalu.
"Yah.. kita pisah dong." Ucap Zahra sepeninggalannya pak Hadrian.
"Masih satu kantor juga ra, kalem aja." Ujar Nura.
"Iya tenang aja." Ujarku. Padahal sebenarnya aku pun gak tenang kalau harus sendiri.
"Kalian bisa tenang, tapi aku nggakk.." Ujar Zahra dengan lebay.
Kami pun terdiam mendengar penuturannya.
***
"Bisa bantu saya?" Tanya seseorang yang amat sangat mengagetkan ku yang tengah melamun.
Aku pun membalikkan badan dan menoleh ke arah pintu. Ya ampun, pangeran ku berdiri di sana.
"Naraya.. Hallo." Ucapnya.
Apa? Ia panggil aku apa, Naraya?
"Eh.. iya pak. Bisa." Jawabku. Mampus deh kalau dia lihat aku hanya memandanginya.
"Ikut dengan saya." Ucapnya kemudian.
Aku pun berjalan mengekorinya.
---
Ia pun duduk di kursi tempatnya, dan disebelahnya ada kursi kosong.
"Ayo duduk." Perintahnya.
Dengan gugup aku pun duduk di sebelahnya.
"Saya akan mendikte kamu, dan kamu tulis di sini ya." Ujarnya sambil menunjukkan kertas di depanku.
"Baik pak."
Dan kalian tahu, selama aku menulis rasanya jantungku melompat-lompat. Walau terdengar lebay, tapi kurang lebih begitulah kondisi jantungku saat ini.
***
Ternyata sendirian itu benar-benar membuatku lelah, bagaimana mungkin aku di suruh ini-itu, antarkan ke sini, antarkan ke situ, pokoknya semuanya aku kerjakan sendiri. Tapi walaupun begitu aku tetap senang, karena bagaimana pun pak Adrian beberapa kali menyuruhku. Dan aku amat senang karena itu.
Waktu dzuhur berkumandang, aku pun segera melangkahkan kaki ke mushalla yang berada di lantai 15.
Masih sepi rupanya. Aku pun segera mengambil air wudhu.
Ketika aku masuk ke mushalla ternyata pak Adrian tengah berada di sana. Aku pun segera memakai mukena.
"Mau berjamaah?" Tanyanya.
Sumpah demi apapun, itu suara pak Adrian yang paling lembut yang pernah aku dengar selama ini.
"I..iya pak." Jawabku dan itu sangat kentara sekali bahwa aku gugup.
Bagaimana tidak gugup, aku sekarang hendak shalat berjamaah di imami sama calon imam. Eh?
Seusai shalat aku segera membereskan mukena dan hendak pergi.
"Duluan ya pak." Ujarku.
Ia pun hanya mengangguk.
Aku tidak berniat untuk keluar dari ruangan, karena aku membawa bekal yang sengaja Mom siapkan. Ahhh.. Mom memang yang terbaik.
Aku pun segera membuka grup chat di Whatsapp yang terdiri dari aku, Zahra, dan Nura. Hanya kami saja yang Prakerin di Ar's Corp.
*Nura*
Guys.. sorry aku istirahatnya di sini aja ya waktunya gak akan cukup kalau ke lantai 15.
*Zahra*
Apalagi aku yang di lantai 1 :(
*Nura*
Kacian... cup, cup, cup. Aku udah punya teman baru di sini :D
*Zahra*
Aku juga kok :p
*Me*
Dilupai yee aku kalau udah punya teman baru :/
*Zahra*
Nggak dong, Ayya tetap nomor satu :*
*Nura*
Ayya sayangnya aku :*
*Me*
Percaya deh.
*Nura*
Yah.. ngambek. :/
*Zahra*
Gak asik ah :/
*Me*
Gak ngambek kok sayangnya aku :* . aku makan dulu ya bawa bekel dari Mom =))
*Nura*
Gitu dong.. :) aku juga mau makan dulu ya.
*Zahra*
Gitu dong.. :) aku juga mau makan dulu ya. (2) .wkwkw
Aku pun segera menutup aplikasi dan mulai makan. Memang di setiap lantai itu terdapat kantin jadi kami gak perlu repot jauh-jauh.
***
Hari ini aku bangun dengan semangat 45. Segera kulangkah kan kaki ke bawah dan menuju meja makan.
"Pagi Mom, Dad, Bian." Sapaku.
"Pagi." Ujar mereka.
"Bawa bekal lagi ya Ayya." Ujar Mom.
"Nggak usah Mom." Jawabku sambil mengunyah roti.
Mom pun hanya mengangguk mengerti.
"Kamu betah Prakerinnya, gak mau pindah ke perusahaan Dad?" Tanya Dad.
"Apaan sih Dad. Betah dong. Tapi sekarang aku hanya sendirian karena teman-teman aku dipindahkan." Ujarku.
"Memang jarang sih yang Prakerin di akuntansinya langsung. Itu pun mungkin karena pak Hadrian tahu kamu anaknya Dad." Ucap Dad santai.
Uhukk...
Aku pun terbatuk dansegera ku raih gelas dan meminum airnya dalam sekali tegukan.
"Dad, maksudnya?" Tanyaku.
"Cuma ketemu sama pak Hadrian di restaurant, berbincang sedikit, dan kemudian Dad bilang aja putri Dad Prakerin di sana." Jawab Dad santai.
"Ahh.. Dad payah." Ucapku dan kemudian melanjutkan makan.
Mom hanya geleng-geleng kepala melihat kami.
Sepertinya hari ku tidak akan menyenangkan seperti kemarin-kemarin. Pantas saja pak Hadrian agak berbeda memperlakukan ku.
Tinggalkan jejak ya =))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro