16
Hening
SEOKJIN MENGHAMPIRI Bim dan Suny yang sedang duduk di bangku taman. Lalu kemudian ikut duduk di tengah di antara mereka berdua. Membuat suasana jadi canggung.
"Apa kalian sedang membicarakan sesuatu yang penting? Ah, sepertinya kehadiranku mengganggu kalian berdua," seringai Seokjin pada sosok pria di sampingnya yang sudah memandangnya dingin.
"Rasanya rindu juga ya. Dulu kalian berdua adalah murid yang populer karena kepintaran kalian. Aku ingat dengan jelas saat pengumuman hasil ujian semester nama kalian berdua selalu berada di rangking tertinggi. Kalian, seperti bersaing satu sama lain. Dulu siswa di sekolah menjuluki kalian dengan sebutan pangeran dan puteri kelas A."
"Aku benci julukan itu," sahut Bim dan Suny hampir secara bersamaan. Membuat Seokjin tersenyum kecil.
"Ketika Suny pindah. Murid di sekolah menyebut Sang pangeran telah kehilangan Sang puteri. Benar begitu kan, Bim?" tanya Seokjin memancing sosok pria itu.
"Kalian berdua seperti pasangan yang benar-benar cocok. Jujur dulu aku merasa sangat cemburu padamu Bim. Dan aku merasa tidak punya harapan lagi."
Suasana di sana berubah hening. Tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka bertiga. Hanya suara daun-daun yang diterpa angin yang mengisi kesunyian di sana.
"Tapi semesta telah berkata lain. Sekarang keadaan sudah berubah. Aku merasa takdir telah memberiku kesempatan kedua untuk bersama dengan wanita yang sangat aku sayangi."
"Jadi, Tuan Bim. Sebagai sesama seorang pria aku meminta padamu. Agar memberiku kesempatan untuk bersama dengan wanita yang aku cintai ini." Seokjin tanpa ragu memegang tangan milik Suny. "Aku harap kamu juga bahagia dengan keluarga kecilmu bersama Loli."
Suny menatap pada wajah Seokjin. Dia tidak menyangka pria itu akan bersikap seberani ini. Tapi di sisi lain dia merasakan hangat di dadanya. Seulas senyuman kecil terukir di bibirnya.
Sementara Bim hanya bisa terdiam. Tak lama kemudian dia mendengus geli. Menepuk-nepuk bahu sosok pria di hadapannya. "Kamu sudah menjadi pria yang dewasa ya sekarang."
"Kamu kira selama ini aku bocah ingusan?" decak Seokjin balas tersenyum tipis. "Jadi kamu setuju untuk memberiku kesempatan? Apa kita perlu bersaing sekali lagi?"
Kali ini Bim tertawa geli. "Aku tidak berniat untuk mempunyai dua istri. Satu istri saja sudah sangat merepotkan. Aku harap kamu berhasil mendapatkan wanita yang sangat kamu cintai itu," ucap Bim melihat pada sosok Suny yang saat ini pipinya sudah semerah tomat.
"Kalau begitu selamat berjuang, aku pergi duluan. Ada pekerjaan di kantor yang harus aku urus," pamit Bim pada mereka berdua lalu kemudian pergi dari tempat itu.
Sekarang Bim sudah memiliki perusahaan yang dia rintis sendiri dari nol. Akhirnya setelah sekian lama. Mimpi terbesarnya telah terwujud. Kedua orang tuanya juga sudah tidak bekerja lagi sebagai pembantu di rumah keluarga Loli.
Kini orang tuanya sudah punya rumah sendiri berkat usahanya. Terkadang Bim dan keluarga kecilnya akan pergi ke sana ketika libur. Puterinya, Nari sangat senang mengabiskan waktu di sana karena ada sebuah perkebunan anggur milik kakek dan neneknya.
Bagi Bim, hal seperti itu sudah cukup baginya. Dia sangat bahagia bersama keluarga kecilnya. Dia tidak ingin hanya karena perasaan lama yang dia miliki untuk Suny. Menghancurkan kebahagian yang selama ini telah menghiasi hidupnya.
Saat ini Bim hanya berharap. Agar Suny juga dapat menemukan kebahagian yang selama ini wanita itu cari. Dan ketika Seokjin mengatakan akan memperjuangkan Suny. Bim juga ikut senang karena pada akhirnya wanita itu punya kesempatan untuk bersama pria yang dia cintai.
Terkadang, melihat orang yang kita cintai hidup bahagia saja sudah cukup untuk membuat kita ikut bahagia. Hanya saja itu semua perlu sebuah rasa ikhlas di dalam hati. Karena tidak semua pertemuan bermaksud untuk dipersatukan.
Setelah Bim pergi. Keadaan di sana tambah hening. Seokjin dan Suny hanya diam saja. Tapi tangan Seokjin yang tadi memegang tangan milik Suny masih terpaut erat. Pria itu belum mau menarik tangannya.
Angin berhembus cukup kencang memainkan rambut mereka berdua. Seokjin menatap pada sosok wanita di sampingnya. Sementara Suny hanya bisa tertunduk malu. Dia tidak punya keberanian untuk balas menatap pada sorot mata hitam tajam milik pria itu.
***
"Kamu harusnya jangan asal berkelahi seperti tadi. Sekarang kamu lihat sendiri kan? Orang tua kita jadi sampai dipanggil oleh pihak sekolah," tutur Yoosun pada sosok Mihi yang berada di sampingnya.
Saat ini mereka sedang berada di balkon atap sekolah. Memandang lingkungan sekolah yang luas itu dari atas sana. Mihi balas menatap sebal pada Yoosun. "Kenapa kamu malah menyalahkanku? Temanmu itu yang mulai duluan tahu!"
"Tapi tetap saja kamu tidak harus balas bersikap kasar juga padanya kan?"
"Siapa yang tidak marah jika ada orang yang menamparmu tiba-tiba? Dan lagi, dia melakukan ini padaku hanya karena cemburu. Aku sungguh kesal padanya. Temanmu itu. Tolong ajari dia bagaimana cara agar tidak menampar orang sembarangan ya."
Yoosun hanya menghela napas pelan. Cewek di sampingnya ini memang tidak bisa diberi arahan baik-baik. Ada saja alasannya untuk menyangkal ucapannya.
"Aku paling tidak suka cewek yang keras kepala sepertimu," cetus Yoosun dengan raut wajah sedikit marah.
"Lalu apa ruginya untukku jika kamu tidak suka cewek yang keras kepala?" sahut Mihi memutar bola matanya kesal karena cowok itu masih saja membela Nari.
"Ruginya kamu tidak bisa punya cowok sepertiku."
"Siapa juga yang mau cowok sepertimu, Yoosun. Seolah tidak ada cowok lain saja," kekeh Mihi mengibaskan rambut bergelombangnya. Mengejek.
Yoosun mendengus geli melihat tingkah cewek itu. "Hei, aku juga tidak mau cewek sepertimu. Jangan percaya diri dulu."
"Awas saja, ingat kata-katamu ya. Jangan menjilat ludahmu sendiri nanti. Jika suatu hari kamu jatuh cinta padaku."
"Kamu juga, jangan sampai suka padaku ya."
"Kalau nanti suka gimana?" goda Mihi pada cowok itu.
"Aku gak bakalan suka balik."
"Ih, sok jual mahal sekali kamu ini. Lagian mustahil juga aku akan suka padamu."
Yoosun mengerutkan dahinya tidak terima. "Mustahil? Dengan wajah yang kumiliki ini. Kamu yakin?"
"Wajahmu biasa-biasa saja. Tidak ada yang spesial tuh," cemooh Mihi. Padahal sebenarnya harus dia akui kalau cowok itu memang benar-benar sangat tampan.
Setelah pertemuan pertama mereka. Ketika insiden hpnya yang rusak oleh Yoosun. Malamnya Mihi mengecek akun media sosial milik cowok itu. Dan semalaman itu dia hanya menghabiskan waktunya dengan melihat-lihat foto milik Yoosun.
"Tidak spesial apanya? Sepertinya kamu memiliki gangguan penglihatan ya? Cepat periksa ke dokter mata sana."
"Ada sih yang spesial. Aku rasa wajahmu itu mirip Papa Seokjin. Tapi sifatmu tidak sebaik dia," sindir Mihi karena memang baginya tidak ada sosok laki-laki sebaik Papa Seokjin.
Yoosun yang mendengar perkataan Mihi seketika terdiam menyadari sesuatu. "Mihi apa kamu sudah tahu?"
"Tahu tentang apa? Tentang aku yang sangat cantik? Dari dulu juga aku sudah tahu itu," canda Mihi walau sebenarnya dia memang cantik.
"Kita berdua," Yoosun menelan ludahnya pelan. "Adalah kakak dan adik."
...
Np : Potret Yoosun dan Seokjin 🙄🥺 Tidak ada bedanya walau berjarak umur puluhan tahun😂🤭
Oh iya, selamat lebaran ya semuanya. Mohon maaf lahir dan batin🙏🏻
Maafin kalo aku ada salah2 ya🥺 lama update misalnya :")
MY PRINCE FRIEND 3, 14 Mei 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro