Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Surat Viona

Khalid beranjak dari kursi dan berjalan mendekati Fauzan, ia melihat surat dari Viona tergeletak di sudut meja ditekan dengan siku tangan saudaranya.

"Sudah waktu Zuhur." Khalid menepuk pundak Fauzan.

"Kamu benar." Pria tampan itu tersenyum dan menutupi semua berkas yang ada di atas meja serta mematikan computer.

"Ayo pergi bersama." Fauzan beranjak dari kursi dan merangkul Khalid. Dua pria tampan itu berjalan bersama menuju Masjid Kerajaan. Surat berbentuk Jas berwarna hitam telah terjatuh dan terbang terbawa angin seakan ia ingin mengelilingi Istana Kerajaan Arab. Setelah salat mereka menuju ruang makan keluarga. Semua berkumpul untuk menikmati makan siang bersama.

"Fauzan, kapan saudaramu akan datang semuanya?" tanya Raja pada Fauzan ketika mereka telah berkumpul di ruang keluarga.

"Sepertinya bulan depan Ayahanda." Fauzan menunduk.

"Bagaimana dengan surat dari putri Negara lain, apa kamu sudah membaca dan membalasnya?" tanya Raja lagi.

"Maafkan saya Ayahanda, saya belum membukanya." Fauzan melirik Khalid yang hanya diam begitu juga dengan Kenzo dan Ayesha.

"Ayah telah memilih beberapa kandidat yang pantas untuk dirimu mungkin kamu bisa memilih salah satu dari mereka yang pasti lima Negara terkaya." Raja tersenyum.

"Baiklah Ayah." Fauzan tersenyum.

"Kalian berdua kapan memberikan kami cucu?" pertanyaan Raja mengejutkan Kenzo dan Ayesha.

"Apa?" Kenzo dan Ayesha serempak bertanya.

"Maaf Ayah, karena masih bulan madu kami belum bertemu dengan dokter." Ayesha tersenyum lembut.

"Baiklah, jangan terlambat." Raja dan Ratu beranjak dari kursi.

"Khalid, laporkan semua pekerjaan kamu pada Fauzan!" Raja berjalan meninggalkan putra dan putri mereka diikuti Ratu.

"Iya, Ayahanda." Khalid menunduk.

"Kak, apa aku harus melaporkan sekarang?" Khalid melihat kearah Fauzan.

"Beristirahatlah di istana kamu terlebih dahulu." Fauzan tersenyum.

"Terima kasih saudaraku, istanaku bersebelahan dengan dirimu." Khalid tersenyum tampan.

"Ayesha, apa kamu akan menetap di istana?" tanya Khalid pada adiknya.

"Aku akan mengikuti kemanapun suamiku pergi." Ayesha tersenyum, ia memeluk lengan kekar Kenzo.

"Kamu sangat beruntung Kenzo membuat aku iri." Khalid menepuk pundak Kenzo.

"Terima kasih Pangeran Khalid." Kenzo tersenyum.

"Aku akan kembali ke Istanaku." Fauzan beranjak dari sofa.

"Aku juga." Khalid mengkuti Fauzan.

"Bagaimana dengan kita berdua sayang?" Kenzo menatap lembut pada istrinya.

"Aku akan menuruti perintah suamiku." Ayesha tersenyum.

"Bagaimana jika kita membuatkan cucu?" Kenzo tersenyum menggoda dan Ayesha hanya tersipu mendengarkan ucapan Kenzo.

***

Khalid berjalan menyusuri pinggiran istana Fauzan, ia melihat surat yang tadi direbut dari tangannya tergeletak di depan jendela raksasa yang terbuka. Pria tampan dan masih lajang itu mngambilt surat Viona.

"Tertiup angin atau ia buang?" Khalid tersenyum dan membawa surat itu ke kamarnya.

Khalid−pangeran kedua membuka jas dan kemeja yang ia gunakan, merebahkan tubuh lelah di atas tempat tidur yang empuk, memperhatikan surat unik yang ada di tangannya.

"Aku tidak akan membukanya karena aku tidak punya hak tetapi jika surat ini sudah dibuang mungkin aku boleh membacanya." Khalid tersenyum dan meletakkan surat Viona di atas meja samping tempat tidurnya. Pria itu memejamkan mata untuk beristirahat.

Fauzan duduk elegan di depan meja kerjanya untuk membereskan banyak berkas. Pria itu cukup kuat bekerja dengan sedikit istirahat, ia hanya berhenti ketika waktu salat, makan dan tidur yang hanya beberapa jam, olah raga ringan di pagi hari setelah subuh untuk menjaga kondisi tubuhnya. Pangeran pertama melihat setumpuk surat yang telah tersusun rapi di meja tamu.

"Khalid sangat rajin merapikan surat-surat itu." Fauzan tersenyum.

"Surat? Surat Viona." Pria itu baru teringat dengan surat gadis Indonesia yang ia letakkan di atas meja.

"Kemana surat gadis itu?" Fauzan segera memeriksa semua berkas yang tergeletak di atas meja, ia bahkan harus masuk ke kolong meja untuk menemukan surat Viona dan membuat berantakan kembali surat-surat yang telah disusun rapi oleh Khalid.

"Apa? Tidak mungkin kamu keluar dari jendela?" Pria tampan itu segera keluar dari ruangannya dan mencari ke tepi jendela yang terbuka lebar.

"Dimana surat itu? Aku bahkan belum membacanya." Fauzan mengacak rambutnya, ia merasa sedikit kesal karena kehilangan surat dari Viona.

"Aku sangat penasaran apa yang ia tuliskan di dalam surat itu." Tangan-tangan kekar Fauzan menyibah rumput dan bunga yang ada di depan Jendela.

"Hah, tidak mungkin pelayan membersihkannya." Fauzan menyerah.

"Kemana kamu menghilang?" Pria itu terus berbicara sendirian.

"Bahkan surat kamu saja bisa mengacaukan hariku." Kaki panjang itu kembali melangkah ke dalam ruangan.

"Baiklah, kamu tidak mau aku baca." Fauzan kembali berkutat dengan pekerjaannya tetapi ia tidak bisa fokus dan masih memikirkan surat Viona.

"Ah, aku akan menanyakan kepada Khalid, mungkin ia melihatnya." Fauzan menghentikan pekerjaanya karena sudah waktu asar, ia merapikan meja kerja dan memasukan semua surat ke dalam kotak agar bisa dibawa kekamar. Pria itu harus membersihkan diri dan melaksanakan perintah Allah. Selesai salat Fauzan menarik tangan saudara keduanya untuk bebicara.

"Khalid, tunggu sebentar." Tangan Fauzan menghentikan langkah kaki Khalid.

"Ada apa Kak?" tanya Khalid dan tersenyum tampan kepada saudaranya yang melirik Kenzo.

"Aku mau kamu melaporkan pekerjaan kamu." Fauzan tersenyum, pria itu tidak mau menanyakan tentang surat Viona di depan saudara iparnya yang cukup mengenal gadis Indonesia itu.

"Baiklah." Khalid percaya dengan permintaan Fauzan. Mereka berjalan bersama menuju istana Pangeran Pertama.

"Khalid, apa kamu melihat surat Viona?" Fauzan langsung bertanya ketika mereka berdua telah sampai di pintu istana.

"Apakah surat itu termasuk laporan pekerjaanku?" Khalid tersenyum.

"Kamu yang terakhir bersama dengan diriku di ruang kerja." Fauzan menatap tajam pada adiknya.

"Ada hubungan apa kamu dengan gadis Indonesia itu?" Khalid tersenyum menggoda Fauzan.

"Kami hanya rekan bisnis." Wajah Fauzan terlihat serius.

"Benarkah, tetapi aku curiga karena kamu membedakan dengan surat-surat lainnya." Khalid memicingkan matanya.

"Sudahlah, dimana surat itu?" Fauzan mengadahkan tangannya.

"Ada di kamarku." Khalid berjalan masuk ke istana Fauzan.

"Apa?" Fauzan menarik tangan Khalid.

"Aku menemukannya di atas rumput depan jendela kamu, aku pikir kamu telah membuangnya." Khalid kembali tersenyum.

"Kembalikan kepadaku sekarang juga!" Fauzan semakin serius menatap pada saudaranya.

"Bukankah kamu mau aku melaporkan pekerjaanku?" Khalid tersenyum, pria itu sangat ingin menggoda Fauzan yang terlalu serius dengan pekerjaan dan bahkan tidak bisa bercanda.

"Aku akan mengambilkan langsung ke kamar kamu." Fauzan keluar dari istananya dan berjalan menuju istana Khalid.

"Ada apa dengan pria ini? Ia tidak pernah begini." Khalid berlari melewati Fauzan.

"Apa yang kamu lakukan berlari seperti anak kecil." Fauzan menaikkan salah satu alisnya.

"Aku mau membaca surat itu terlebih dahulu." Khalid tertawa dan melanjutkan langkah kakinya.

"Apa? Hey Khalid." Fauzan ikut berlari mengejar Khalid. Kenzo dan Ayesha tersenyum melihat dua saudara yang kejar-kejaran dari balkon kamar mereka. Khalid masuk ke kamarnya dan mengambil surat yang tergeletak di atas meja.

"Berikan padaku!" Fauzan menatap tajam pada Khalid yang tersenyum.

"Katakan padaku, apakah dia special?" tanya Khalid.

"Kamu tidak punya hak untuk menanyakan privasiku." Fauzan tetap tenang.

"Baiklah, aku menemukan surat ini di luar istana kamu berarti ini milikku." Khalid mau membuka amplop surat.

"Apa yang kamu lakukan?" Fauzan segera merebut surat dari tangan Khalid.

"Aku curiga pada Kakak." Khalid tersenyum.

"Terserah." Fauzan segera memasukan surat ke dalam saku kemeja dan berjalan keluar dari kamar Khalid.

"Ayolah, aku sangat penasaran dengan isi surat itu." Khalid mengikuti Fauzan.

"Laporkan segera pekerjaan kamu dari Dubai." Fauzan menatap tajam pada Khalid.

"Tenang saja, aku selalu bisa menyelesaikan semua pekerjaanku dengan baik." Khalid menepuk pundak Fauzan, pria itu sangat ingin membuat Fauzan kesal.

"Kita adalah saudara, bagikan sedikit kebahagian dirimu padaku." Mata Khalid melirik surat yang terselip di saku depan kemeja Fauzan.

"Baiklah saudaraku, mari berbagi pekerjaan." Fauzan tersenyum tampan dan berjalan kembali ke istananya.

"Sikap kamu membuat aku semakin penasaran dengan gadis bernama Viona." Khalid tersenyum penuh rencana.

Rasa penasaran yang terdapat dalam diri manusia adalah hal yang normal dan manusiawi. Bahwa tidak bisa dipungkiri lagi bahwa rasa penasaran yang termat sangat dapat mengganggu siklus hidup seseorang bilamana dia sendiri tidak dapat mengendalikan dan memberikan solusi bagi rasa penasarannya itu. Bertanyalah jika kamu penasaran akan seseuatu, jangan menyimpannya sendiri hingga menyiksa diri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro