Kesal
Kepala Viona pusing berada di keramaian, ia merasa mual melihat banyak orang yang semakin mendekat. Perlahan gadis itu mundur untuk menghindari para wartawan dan fans, ia segera keluar dari sirkuit balapan dan bertemu dengan Kenzo berserta Ayesha.
“Viona.” Kenzo menarik tangan Viona yang kesulitan keluar dari kerumunan.
“Kak Kenzo.” Viona terkejut.
“Apa kamu baik-baik saja?” Ayesha menyentuh pundak Viona.
“Ya, terima kasih Kak Kenzo dan Putri Ayesha.” Viona menunduk.
“Panggil aku Ayesha saja.” Ayesha tersenyum dari balik cadarnya.
“Ayo kita keluar bersama.” Kenzo menggandeng tangan Ayesha yang memegang tangan Viona yang tersenyum merasakan keamanan dan kenyamanan bersama pasangan suami istri itu.
“Malam sudah sangat larut sebaiknya kita kembali ke kamar.” Kenzo melihat Viona sekilas, pria itu benar-benar menjaga pandangannya dan berjalan bersama kembali ke hotel.
“Dimana kamar kamu?” tanya Ayesha.
“Di sebelah kamar David,” jawab Viona.
“Apakah ada perempuan di sana?” tanya Kenzo khawatir.
“Ada.” Viona melihat Kenzo.
“Kami akan mengantarkan kamu ke kamar.” Ayesha menyentuh tangan Viona dengan lembut.
“Putri Ayesha, apakah kalian hanya berdua?” tanya Viona pelan.
“Kami bertiga.” Ayesha tersenyum.
“Masuklah dan jangan keluyuran di malah hari!” Kenzo melihat Viona seperti seorang adik.
“Baiklah, terima kasih.” Viona tersenyum dan masuk ke dalam kamarnya. Kenzo dan Ayesha kembali ke kamar mereka.
Viona mengunci pintu, ia segera membersihkan diri dan mengganti pakaian, tubuh segar dan bersih berbaring di atas kasur yang telah diletakkan di lantai agar ketika jatuh tidak terlalu tinggi dan sakit, ia memikirkan kalimat Ayesha yang mengatakan mereka bertiga, sebuah pertanyaan muncul di benak Viona.
“Siapa orang ketiga yang Ayesha sebutkan?” Viona sangat penasaran. Sebuah pesan muncul di layar ponsel Viona.
“Tidurlah, aku masih bersama tim balap.”
“Ya, bersenang-senanglah.” Viona membalas pesan dari David.
Fauzan yang telah selesai membersihkan diri dan beganti pakaian duduk di depan layar computer, ia berusaha fokus dengan pekerjaan tetapi bayangan Viona berada dekat dengan David dan pria lainnya membuat pria itu sangat kesal.
“Apa yang dia lakukan?” Fauzan menutup layar computer dan menyalakan tv, berita tentang kekasih David Hamilton, seorang pengusaha muda bernama Viona Alexander muncul dan telah tersebar ke seluruh dunia. Foto dan video kebersamaan David dan Viona terpajang di tv. Fauzan segera mematikan benda elektronik itu.
“Apakah dia berpacaran dengan David?” Merebahkan tubuh berototnya di atas tempat tidur.
“Bagus, kamu tumbuh dewasa lebih cepat dan jatuh cinta.” Senyuman tipis terlihat di sudut bibir Fauzan.
“Kenapa David membahayakan Viona dengan membawanya berada diantara pria asing, itu sangat tidak baik.” Fauzan mengambil ponselnya, ia mencari kontak Viona dan mengirimkan sebuah pesan.
Viona yang baru saja akan mematikan ponsel, ia melihat sebuah pesan muncul di layar dengan wallpaper foto Fauzan, jari indah dan lentik membuka pesan.
“Apa kamu sangat senang berada diantara pria asing? Apa kamu tidak tahu itu sangat berbahaya? Sangat ceroboh!” Viona membaca pesan dari nomor yang tidak tersimpan di ponselnya, sebuah nomor dengan kode Negara Arab.
“Siapa ini?” Viona berpikir keras, ia tidak ingin langsung membalas pesan itu.
“Kak Kenzo? Tidak mungkin, pria itu tidak pernah mengatai diriku ceroboh dan dia juga tidak pernah berkata kasar.” Viona hanya bisa mengingat kelembutan dan kebaikan yang Kenzo lakukan.
“Fauzan, aaaaaah.” Viona segera duduk.
“Nomor Negara Arab, selalu memarahi dan mengatai diriku ceroboh.” Tubuh indah itu berguling-guling di atas kasur hingga terjatuh ke lantai.
“Aw, dia ada di sini, aaaah.” Viona terus berteriak menumpahkan kebahagiaanya, ia sangat merindukan pria itu.
“Apa yang harus aku lakukan?” Mata biru berbinar itu memandang layar ponselnya, ia gugup wajahnya terasa panas.
“Bagaimana aku membalas pesan ini?” Viona menutupi wajahnya dengan bantal.
“Anda siapa? Ah tidak.” Jari Viona kembali menghapus pesan yang ia ketik, begitu seterusnya, ia benar-benar tidak tahu harus membalas dengan kalimat atau pertanyaan. Itu adalah pesan pertama yang ia terima dari Sang Pangeran pujaan hati.
“Apakah kamu pangeran Fauzan?” Jari indah itu kembali mengetik sebuah pesan tetapi tidak terkirim karena ia telah tertidur.
Viona terlambat bangun, ia sangat tergesa-gesa untuk melaksanakan salat Subuh dan kembali merebahkan diri, ia melihat ponsel yang telah mati karena kenabisan listrik.
“Ah, aku tertidur karena terlalu lelah.” Viona segera menyambungkan ponsel dengan listrik dan mengaktivkan ponsel.
“Tunggu dulu, pesan dari Fauzan, apa aku membalasnya? Apa yang aku tulis?” Viona segera menyalakan ponsel.
“Cepatlah!” Tangan Viona menggoyang-goyangkan ponsel, ia merasa benda itu menyala dengan lama.
“Mana pesan semalam?” Viona menyentuh layar ponsel dengan cepat dan membuka kitak pesan.
“Ah bodoh, aku tidak mengirimkan pesan.” Viona kesal.
“Apa aku boleh menghubunginya?” Jari Viona menekan icon panggilan dari layar ponsel. Cukup lama ia menunggu tetapi tidak ada yang menjawab.
“Kenapa dia tidak menerima panggilanku?” Viona meletakkan ponsel dan terdiam.
“Apakah kamu Pangeran Fauzan?” Viona mengirimkan pesan dan beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, ia sangat lapar dan butuh segera sarapan.
Viona berjalan sendiri menuju restaurant yang ada di dalam hotel, ia tidak menghubungi David karena yakin pria itu sangat lelah karena balapan dan berkumpul bersama tim serta para pembalap lain untuk menikmati pesta kemenangan.
Menyelesaikan sarapan, Viona bersiap kembali ke Indonesia, ia telah mengirim pesan kepada David untuk pulang terlebih dahulu karena banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Gadis itu duduk dalam ruangan yang disediakan pihak hotel untuk menunggu jemputan. Ia kembali menekan icon hijau untuk menghubungi Fauzan.
Ia melihat Fauzan berdiri besama Ayesha dan Kenzo di depan hotel, mereka sedang bersiap masuk ke dalam mobil untuk pergi ke Bandara.
“Fauzan.” Viona berlari keluar dari ruangan dan berusaha mengejar mobil Fauzan.
“Fauzan tunggu.” Viona berteriak sekuat tenaga dan terduduk di pinggir jalan.
“Kenapa tidak bisa bertemu?” Viona sangat kesal bercampur sedih, sedikit lagi ia bisa melihat wajah yang dirindukan dan mungkin mereka bisa berbicara walau hanya sepatah dua patah kata.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” David membantu Viona berdiri.
“Kak David.” Viona menatap wajah tampan di depannya.
“Apa kamu tidak malu dilihat banyak orang dan membuat diriku menjadi pria yang tidak bertanggungjawab.” David mengusap air mata Viona.
“Maafkan aku.” Viona menunduk.
“Kemarilah, kita akan pulang bersama.” David menarik tangan Viona masuk ke dalam mobil dan pelayan mengantarkan koper mereka.
“Siapa yang kamu kejar?” tanya David duduk di samping Viona.
“Aku melihat seseorang yang aku kenal.” Viona tersenyum.
“Teman atau pacar?” tanya David menatap Viona.
“Aku tidak punya pacar.” Viona merebahkan tubunya di kursi.
“Bagaimana jika jadi pacarku?” David tersenyum.
“Apa?” Viona menatap David.
“Menjadi pacarku.” David menatap Viona.
“Aku dilarang Kak Stevent berpacaran.” Viona menunduk.
“Benarkah?” David menatap lurus kedepan.
“Ya, dari dulu hingga saat ini.” Viona mengepalkan jari-jari tangannya.
“Baiklah, aku akan bertanya kepada Stevent.” David melirik Viona yang masih dalam kegelisahannya, pikiran gadis itu pada punggung kekar yang ia lihat tadi.
Mobil memasuki tempat parkir Bandara, Viona terlihat tergesa-gesa keluar dari mobil, matanya memandang ke setiap sudut Bandar Udara Changi Singapura berharap bisa bertemu dengan Fauzan, ia yakin pria itu memiliki jalur khusus menuju landasan terbang.
“Kamu mencari siapa?” David telah selesai melakukan chek in untuk mereka berdua.
“Tidak ada.” Viona tersenyum.
“Ayo masuk.” David menarik tangan Viona. Seorang pria menatap tajam pada tangan yang berpegangan.
“Apa mereka benar-benar sepasasang kekasih?” tanya Fauzan pada hatinya yang terasa panas dan sesak.
Rasa marah bisa datang dari mana saja. Terkadang kesal dan marah muncul dari teman atau kekasih. Segala sesuatu dapat diselesaikan dengan berbicara baik-baik, duduk bersama dan tanyakan masalah yang menyebabkan rasa marah dan kesal. Cinta, rindu, dan sayang kadang sulit untuk diungkapkan, kadang mulut seakan terkunci dan hanya hati yang tidak bisa berbohong dengan apa yang ia rasakan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro