Abdullah
Abdullah−Pangeran termuda kerajaan Arab saudara kembar Ayesha, masih muda tetapi memiliki kemampuan bisnis luar biasa. Pria tampan itu seharusnya kembali ke Arab tetapi ia sengaja menuju Indonesia karena mendengar pengusaha wanita yang sedikit lebih muda darinya telah mengembangkan bisnis ke mancanegara bersama pengusaha muda lainnya.
Pangeran Abdullah sangat penasaran dengan sosok gadis muda bernama Viona Alexander sehingga membuat dirinya menyempatkan diri mampir ke Indonesia. Sekretarisnya telah membuat janji dengan sekretaris Viona sehingga mereka bisa bertemu di kantor.
Seorang pria tampan berdiri menghadap dinding kaca, membelakangi pintu, ia menunggu gadis muda pemilik perusahaan besar yang telah mengepakkan sayap hingga mancanegara. Pintu terbuka, Abdullah dapat melihat seorang gadis dengan rok panjang berwarna hitam dipadukan dengan kemeja putih kotak-kotak dan hijab polos bewarna biru berjalan masuk ruangan.
“Assalamualaikum, Tuan Abdullah.” Suara lembut Viona membuat pria itu memutarkan tubuhnya menghadap gadis cantik dengan tubuh indah tertutup pakaian lengkap hanya terlihat wajah dan telapak tangannya.
“Waalaikumsalam.” Abdulah tersenyum tampan, senyuman itu mengejutkan Viona dan tanpa sadar ia mengucapkan nama orang lain.
“Fauzan.” Mata Viona melotot, ia tidak percaya pria di depannya bagaikan jelmaan Fauzan, pria yang paling ia kagumi dan cintai bahkan hampir bertemu di Singapura.
“Maaf Nona, apa kamu mengatakan sesuatu?” Abdullah tersenyum tampan dan lembut.
“Tidak.” Viona menunduk.
“Fauzan, dia bukan Fauzan, aku pasti sedang berhalusinasi.” Viona memejamkan matanya berusaha menghapus bayangan Fauzan.
“Apakah ketika di Singapura aku juga behalusiana?” Gadis itu mengetuk dahinya dengan jari.
“Nona ada apa dengan dirimu?” Abdullah menunduk untuk melihat wajah gugup Viona.
“Tunggu.” Viona menatap wajah tampan yang begitu dekat darinya, mata mereka bertemu.
“Kenapa, pria ini mirip Fauzan?” Viona berbicara di dalam hati, napasnya tertahan.
“Nona muda.” Abdullah menjentikkan jarinya di depan mata Viona untuk menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
“Ya.” Viona terkejut, ia mundur dan hampir jatuh dengan sigap Abdulah menangkap tubuh gadis cantik di depannya.
“Apa kamu selalu ceroboh?” Abdullah tersenyum tampan, tangannya melingkar di pinggang Viona dan tangan gadis itu berpegangan di leher pria itu.
“Aku rasa begitu.” Viona tersenyum malu, ia tidak percaya pria di depannya bukan Fauzan tetapi wajah mereka terlihat mirip hanya saja senyuman dan tatapan Abdullah lebih lembut.
“Apa kamu bisa berdiri?” tanya Abdullah dengan lembut.
“Ah ya, maafkan aku.” Viona berdiri dengan bantuan Abdullah.
“Apakah kamu Viona Alexander?” Abdullah memperhatikan Viona dari atas hingga bawah.
“Ya, silahkan duduk Tuan Abdullah.” Viona tersenyum canggung, ia tidak mampu lagi melihat wajah pria di depannya.
“Kamu masih sangat muda tetapi aku tidak percaya wanita hebat seperti dirimu masih tetap ceroboh di depan pria.” Abdullah tersenyum.
“Apa? Bahkan mulutnya sama pedas dengan Fauzan.” Viona menggerutu di dalam hati. Ia benar-benar malu karena berpikir pria di depannya adalah Fauzan.
“Maafkan aku Tuan, aku hanya terkejut karena wajah anda mirip seseorang yang aku kenal.” Viona memalingkan wajahnya.
“Seseorang yang menjadi idola wanita di dunia Prince Fauzan.” Abdullah tersenyum menatap Viona yang langsung melihat dirinya.
“Aku akan memperkenalkan diri, Abdullah Arsyad, putra bungsu Raja Arab dan aku kembaran Ayesha.” Abdullah mengulurkan tangannya.
“Oh my God, apakah kelima pangeran sesempuran dan setampan Fauzan, mereka memborong semua wajah pria paling tampan di dunia.” Viona hanya bisa berbicara di dalam hati tanpa menerima uluran tangan Abdullah.
“Apa kamu tidak mau berkenalan denganku?” Abdullah tersenyum.
“Maafkan saya, Viona Alexander.” Viona berjabat tangan dengan Abdullah.
“Baiklah, apa saya bisa bekerjasama dengan perusahaan dirimu?” tanya Abdullah dan menatap Viona yang kembali menunduk, gadis itu gelisah, ia sangat ingin bertanya tentang Fauzan.
“Nona, sepertinya anda tidak berminat.” Abdullah beranjak dari kursi.
“Ah, maafkan saya.” Viona menarik jas Abdullah.
“Maafkan saya, saya harap anda mau kembali duduk dan memulai pembicaraan dari awal.” Viona tersenyum, ia berusaha menenangkan diri dari kegilaan bayangan Fauzan.
“Baiklah, sepertinya kamu sedang ada masalah.” Abdullah menatap Viona.
“Tunggu sebentar, aku akan meminta seseorang membuatkan minuman, apa kamu mau kopi?” tanya Viona lembut.
“Ya, kopi pahit.” Abdulah tersenyum.
“Apa?” Viona kembali terkejut, bahkan selera kopi Abdulah sama dengan Fauzan.
“Kopi pahit, apa kamu tidak bisa mendengarkannya?” Abdullah memicingkan matanya.
“Baiklah tunggu sebentar.” Viona segera keluar dari ruangan dan menutup pintu, ia menyenderkan tubuhnya di dinding.
“Ya Tuhan, kenapa bayangan Fauzan ada pada pria itu, jantungku berdetak terlalu cepat.” Viona berusaha menenangkan diri.
“Nona, ada yang bisa aku bantu?” tanya Mera.
“Buatkan kopi pahit dan coklat dingin untuk diriku.” Viona menekan dadanya dengan tangan.
“Baik Nona.” Mera memperhatikan Viona yang terlihat gugup.
Viona kembali ke dalam ruangan dan melihat Abdullah duduk dengan elegan membaca berkas yang tergeletak di atas meja, pria itu benar-benar duplikat Fauzan, semua tentang Fauzan ada padanya sehingga membuat Viona kebingungan.
“Kenapa kamu sangat lama? Apa kamu membuat kopi sendiri?” Abdullah tersenyum.
“Saya tidak bisa membuatkan kopi.” Viona berusaha tersenyum untuk menenangkan jantungnya.
“Pria sangat suka dengan wanita yang bisa menyajikan kopi untuk pasangannya.” Abdulah terus tersenyum hangat.
“Anda bukan pasanganku.” Viona duduk di samping Abdullah.
“Jodoh tidak ada yang tahu Nona.” Abdullah meletakkan berkas di atas meja.
“Aku sudah membaca proyek baru yang sedang kamu rencanakan, ini sangat cocok dengan perusahaan diriku.” Abdulah menatap wajah cantik Viona, ia sangat suka melihat bola mata biru gadis di depannya begitu jernih dan tulus.
“Apa kamu mau bekerjasama dengan perusahaanku?” Abdullah mengalihkan pandangannya.
“Aku harus berdiskusi dengan para pemilik saham.” Viona melihat kearah Abdullah.
“Kamu bisa melakukannya, aku hanya punya waktu tiga hari di sini dan akan kembali ke Arab.” Abdulah melirik Viona.
“Hah, andai aku punya keberanian untuk bertanya tentang Fauzan.” Viona menatap Abdullah tanpa sadar.
“Kenapa mereka harus sangat mirip?” Viona terus berbicara di dalam hatinya sehingga ruangan menjadi sunyi. Pintu terbuka Mera mengantarkan secangkir kopi panas dan segelas coklat dingin.
“Silahkan Nona dan Tuan.” Mera tersenyum dan keluar dari ruangan.
“Terima kasih,” ucap Viona dan Abdullah bersama membuat mereka tersenyum.
“Apa kamu suka coklat?” tanya Abdullah memecahkan keheningan.
“Ya, ini bisa menenangkan diriku.” Viona meneguk coklat dingin miliknya.
“Apa kamu sedang tidak tenang?” tanya Abdullah lagi yang terus memperhatikan Viona.
“Ah tidak, saya memang suka minum coklat dingin ataupun hangat.” Viona tersenyum.
“Baiklah, bisakah kamu berikan jawaban untuk diriku besok?” Abdullah meneguk kopi panas miliknya.
“Jawaban?” Viona bingung.
“Ya, jawaban kerja sama kita.” Abdullah tesenyum.
“Tentu saja, aku akan segera menghubungi para pemegang saham.” Viona tersenyum canggung.
“Terima kasih, mungkin kita bisa membicarakan kerja sama ketika makan malam besok.” Abdullah tersenyum.
“Apa?” Viona terkejut.
“Aku permisi Nona Viona.” Abdullah tersenyum tampan dan keluar dari ruangan meninggalkan Viona dalam kebingungan.
“Selamat jalan Tuan.” Mera tersenyum melihat wajah tampan Abdullah. Pria itu menemui sekretarisnya yang berada di ruang tunggu.
“Apa sudah selesai Tuan?” tanya Sekrateris Abdullah.
“Sudah, ayo kita kembali ke Hotel.” Abdullah tersenyum.
“Bagaimana Nona Viona Tuan?” tanya Sekretaris mengikuti Abdulah berjalan menuju lift.
“Aku suka dia cerdas, lucu dan ceroboh.” Abdulah tersenyum.
Kesan pertama sangat penting, tetapi menjadi diri sendiri itu lebih baik karena tidak ada kebohongan diawal adalah hal baik diakhir. Terkadang manusia berusaha menjadi orang lain ketika bertemu dengan orang baru yang akan mengecewakan karena tidak bisa mempertahankan sesuatu yang tidak pernah dilakukan. Jadilah diri sendiri dengan kesan baik yang dimiliki karena manusia bukanlah makhluk sempurna yang diinginkan manusia lainnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro