Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Skill Hitung!!!

"Jadi anda adalah ketua organisasi PPMS dan juga kepala dari tempat ini. Hmm, tapi kenapa sampai sekarang anda belum menyebarkan para master itu?" tanyaku dengan bahasa formal untuk menunjukkan sopan santunku kepada orang yang memiliiki pangkat terhormat.

Sambil berjalan, pak Dinata menundukkan kepalanya kemudian mengatakan, "Sebagai seorang pemimpin, saya sungguh merasa sedih karena masih tidak bisa menjalankan tugas saya karena memiliki banyak kendala setiap ingin menjalankan tugas itu."

Beliau diam sejenak, memberhentikan jalannya sambil memegang dagunya seolah sedang memikirkan sesuatu yang amat penting.

"Kalau begini, saya ingin meminta tolong kepada anda. Bagaimana jika anda hendaknya membantu saya untuk menyebarkan para master berpendidikan ini?" lanjut pak Dinata yang kemudian melanjutkan langkah kakinya.

"Oke, boleh juga." Aku berpikir setidaknya kalau aku membantu beliau mungkin aku bisa menyelesaikan permainan ini.

"Kalau begitu, anda bisa ke alun-alun Mega yang berada di perbatasan Flamesea besok pagi jam sepuluh," ucap pak Dinata yang tampak senang.

"Oke. Tapi saya sekarang tinggal di mana ya?" tanyaku yang mulai menoleh kiri dan kanan mencari rumah yang dapat ditinggali.

"Tinggal saja di rumah saya, mungkin masih ada kamar kosong yang bisa anda tempati. Sekalian anda makan malam bersama keluarga saya,"

"Baiklah kalau begitu." Tanpa basa-basi aku langsung menerima tawaran beliau. Apalagi itu tawaran untuk makan malam. Siapa coba yang tidak mau merasakan rasanya makanan yang tak pernah tercicipi dalam seminggu penuh? Jujur saja, walau aku tak merasakan lapar tetap saja nafsuku untuk merasakan makanan melonjak tinggi dan tak dapat ditahan.

➕➖✖️➗


Keesokannya, sesuai janji aku datang ke alun-alun Mega dengan setelan pakaian yang masih sama ketika aku datang ke dunia ini—seragam sekolah SMA dengan pakaian cape di bagian luarnya—dan gaya rambut tak teratur yang panjangnya hampir seleher.

Sorak sorai para master terdengar dengan jelas saling mengobrol satu sama lain. Aku mulai berjalan perlahan dengan pandangan yang tak lepas dari pemandangan asing nan indah, sejuk di mata. Rumput yang tumbuh subur, daunnya hijau segar dengan embun pagi yang masih terlihat, jenisnya ini hampir mirip seperti rumput di stadion lapangan sepak bola.

Jalan kecil yang mengelilingi alun-alun ini terhiaskan akan bebatuan dan kerikil kecil. Ketika kumemperhatikan pertengahan alun-alun ini, tampak jelas terlihat sebuah panggung kecil yang muat dinaiki dua orang dewasa. Aku mulai berpikir untuk berbicara di atas sana.

Perhatianku beralih kepada sekumpulan para master yang masih mengobrol di tengah alun-alun ini. dengan perasaan gugup Aku mulai berjalan ke arah panggung kecil, mengingat akan tugas dari pak Dinata. Beberapa langkah saat dipertengahan jalan, aku melirik ke tangan kananku yang mana terlihat sebuah cahaya biru transparan.

Ketika aku memperhatikan telapak tanganku dengan baik-baik sebuah hologram dangan warna cahaya yang sama keluar mengejutkanku.

[Tugas dari Dinata, sebarkan para master yang berkumpul di alun-alun Mega]

Yap, ternyata hanya sebuah petunjuk. Bisa dibilang ini bagian dari quest utama ... mungkin. Quest? Iya, quest atau juga berarti tantangan. Yang kutahu saat ini ada dua jenis tantangan. Pertama tantangan utama, yaitu tantangan yang sifatnya wajib untuk dikerjakan dengan mengikuti petunjuk yang bertahap. Kedua tantangan sampingan, yaitu tantangan yang sifatnya tidak wajib untuk dikerjakan, apabila dikerjakan mungkin aku akan mendapatkan beberapa hadiah.

Untuk saat ini aku belum pernah mendapatkan tantangan sampingan. Lagian aku juga baru masuk ke dunia yang gak kutahu apa namanya ini. dari pada itu, lebih baik aku memikirkan soal tantangan utamanya saja.

Membicarakan soal sebarkan, itu terdengar mudah untuk dilakukan. Yang menjadi masalah saat ini hanyalah bagaimana aku dapat membaginya dengan mudah, melihat bahwa aku tak mengetahui jumlah mereka yang terlihat banyak di mataku ini.

Tak ada jalan lain, sepertinya aku memang diharuskan untuk menghitungnya satu persatu terlebih dahulu. Tidak, dari pada menghitungnya satu persatu lebih baik aku ambil jalan yang lebih mudah saja. Seperti peribahasa antah barantah, Kalau ada jalan yang rumit maka buatlah jalan yang simpel.

Kuatkan mental, langkah yang tegang harus kubiasakan, tubuh yang gemetar harus pula kubiasakan. Karena dari kebiasaan pasti akan memberikan efek enjoy ke depannya. Bagaimanapun itu, dulu aku sangat jarang berbicara di depan umum. Apalagi yang seperti bapak proklamasi, itu membuat hatiku berdebar tak karuan serasa jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Di mohon perhatiannya. Selamat pagi para master sekalian, perkenalkan nama saya adalah Dayshi Andrian. Di sini saya ingin memberitahukan bahwa saya ditunjuk oleh pak Dinata secara langsung untuk membagikan kalian ke berbagai kota dan desa. Pertama-tama saya ingin mengetahui ada berapa banyak para master yang ada di sini?" Tak terduga, aku berbicara dengan fasih dan lancar. Tinggal kakiku yang masih gemetar membuat kain celana abu-abuku bergoyang-goyang, syukurnya angin berhembus dengan sepoi-sepoi.

"Mungkin sekitar 360-an orang." salah seorang mengangkat tangannya dan menjawabnya.

"gila banyak amat," batinku heboh. Ini membuatku menjadi sedikit lebih gugup.

"Tapi tepatnya berapa banyak semuanya?" Kembali kubertanya dengan fasih.

"Maaf, kita masih belum menghitung semuanya."

"Kalau begitu, semuanya harap berbaris sepuluh kali sepuluh. Sepuluh berbaris di depan, sepuluh berbaris ke belakang, oke. Jika sudah, kita akan mulai menghitungnya." Aku memberikan arahan layaknya seorang guru SD mengatur anak muridnya berbaris pada saat upacara bendera. Baiknya, beberapa dari mereka juga memberikan arahan kepada yang lainnya sehingga tak memakan waktu yang cukup lama.

Langsung saja ketika barisan telah tertata rapi, aku mulai menghitung setiap barisan yang lebih dari sepuluh itu. Dan tanpa kusadari, aku membuat sebuah skill untuk memperlancar pengamatan dan peghitunganku.

•••

[New Skill [Hitung] level 1

Amati dan hitunglah, skill ini terbentuk karena keinginan anda. Pengamatan anda akan menjadi lebih akurat dan kinerja otak anda akan menjadi lebih cepat dalam mencerna banyaknya hasil yang anda amati.

DEX (+3) AGI (+2) ]

•••


Tak tahu apa yang tertulis pada bagian bawah notif tersebut, aku pun langsung menggunakan skill tersebut tanpa adanya kesengajaan.

“[Hitung]?”

Pandanganku memperhatikan barisan seketika terlihat lebih jelas dari sebelumnya, ini terasa seperti mengganti lensa kamera lama yang telah buram. Manik mataku bergerak cepat sembari pikiranku menganalisa apa yang kulihat hingga kesimpulan pun datang begitu saja. Total dari semuanya adalah 350 orang.

Sekarang aku tinggal membaginya. Apa yang telah kupelajari waktu bersama TARANGKAGI benar-benar berguna di waktu sepert ini, sehingga aku Dengan cepat membagi 350 orang master dengan 70 tempat yang akan disebarkan. Alhasil tiap satu tempat terdapat lima orang master yang akan dikirimkan.

"Jadi para hadirin, dalam satu tempat ada lima orang yang berkuasa untuk mengajari tempat itu." Bagus ini akan selesai, seperti yang dikatakan beliau tadi malam bahwa ada tujuh puluh tempat di wilayah Bodhas.

Aku terkekeh senang, dan tersenyum-senyum sendiri di atas panggung.

Pada akhirnya, semuanya setuju dan memulai perjalanannya masing-masing. Ini juga berkat dari pak Slamet—bawahan dari pak Dinata—yang membantu mengatur mereka ke tempat mana mereka harus pergi.

Penyebaran para master telah terselesaikan. Dari tiga puluh tempat desa dan kota, terdapat lima orang yang akan berkuasa dan mengajari tempat itu. Aku juga ikut andil dalam penyebaran ini. Bukan sebagai pengajar, melainkan sebagai seorang pengawas.

Resha, Eko, Nasyifa, Citra, dan Anie adalah para master yang akan aku awasi di Bodhas bagian Timur tepatnya di kota Boas.

Rumah-rumah yang berjejeran dan di pusatnya terdapat banyak kios yang juga ikut berjejeran. Tempat itu cukup ramai dengan teriakan para penjual dan pembeli yang sedang tawar-menawar. Terus menelusuri jalan kami pun menemukan sebuah tempat untuk menginap dalam jangka yang lama, sebut saja dengan apartemen.

Selesai membagikan dan membersihkan kamar masing-masing. Kami semua berkumpul kembali di kamar Eko untuk membicarakan tujuan kami datang ke kota Boas ini.

"Jadi untuk langkah pertama apa yang harus kita lakukan?" tanya Citra yang sedang berdiri melilit rambut panjangnya dan memulai pembicaraan.

"Yah pastinya kita akan mencari kepala daerah terlebih dulu kemudian memintanya agar memberikan kita tempat khusus untuk mengajar." Eko pun menjawabnya sembari duduk di sofa panjang lalu menghirup secangkir teh yang telah disediakan.

"Benar juga. Lebih cepat lebih baik," kata Nasyifa yang juga sedang duduk di sofa dengan santainya, kedua kakinya dilipat seperti gaya duduk seorang artis.

"Tidak, aku tidak setuju. Langkah pertama yang harus kita lakukan seharusnya adalah mengisi perut kita  terlebih dahulu. Bagaimanapun kita sudah seharian ini, kita tidak memakan satupun benda apa lagi makanan, tenaga sangat diperlukan." Sanggah si Resha yang selalu fokus pada pembicaraan.

"Benar juga. Kalau perut kita kosong yang ada nantinya malah susah, tak ada tenaga maka kegiatan akan menjadi lambat bahkan tertunda," ucap Nasyifa

"Jadi menurut pengawas, bagaimana kita ke kepala daerah terlebih dahulu ataukah kita mengisi perut agar tenaga kembali pulih?" tanya Resha dengan melihatku lirih.

Tanpa pikir panjang aku berkata, "kalau begitu kita mengisi perut, kalian tahu sendirikan kalau kita tak memiliki tenaga, apa lagi nanti ketika bertemu kepala daerah kita loyo, bisa saja kita di tolak hingga tak bisa mengajar kota kecil ini."

Setelah lama berdiskusi di apartemen, kami pun pergi mengisi perut di sebuah kedai makan yang letaknya tak jauh dari apartemen Bucin Ta Vatu kemudian pergi ke tempat kepala daerah kota Boas.

➕➖✖️➗


Sesampai di kediaman kepala daerah. Kami melihat sesosok pria berjas merah. Orang itu berjalan dengan kaki yang diangkat terlalu tinggi. Wajah seperti om om genit dengan mata yang sengaja disipitkan dan alis yang dipaksakan naik bahkan ia tersenyum lebar. Tingginya sekitar 180 cm dan tak memiliki rambut sehelaipun di atas kepalanya. Sosok itu mendekati kami dengan tatapannya yang aneh, tapi tampaknya dia mungkin datang karena ingin ke kediaman kepala daerah.

"Siapa anda?" Tanya Resha was-was saat pria aneh berjalan lebih dekat ke arah kami.

"Hahaha aku jadi duta shampo lain. Hahahaha dulu pernah sih pakai lidah buaya, sekarang pakai bunga bangkai hahahah." Dengan tampangnya yang seperti om genit, orang ini tersenyum lebih lebar memberikan efek muka yang seperti om-om mesum.

"Eh, saya bertanya dengan serius. Bukannya mau dilawak dengan candaan yang tidak jelas," tegas Resha yang tampak sedikit geram.

Aku sendiri terkejut dengan apa yang baru saja om bertampang genit ini katakan. Pikirku dalam hati, ternyata iklan shampo yang biasa kujadikan stiker dari medsosku ada juga di dunia ini.

"Betul betul betul, nama saya Opin, saya adalah kepala daerah disini, hahahah ...," ucapnya tersenyum lebar, kemudian datang menghampiri kami lebih dekat.

Disaat aku masih memikirkan perkataan orang yang dinamakan pak Opin ini sebelumnya, aku kembali dikejutkan saat mendengar apa yang barusan pak Opin katakan. Tanpa sadar aku berseru, "malah plagiatin orang!"

•••


Sekedar informasi.
1. Cape, sebuah pakaian luar tanpa lengan dan dikenakan dengan cara diikatkan di sekitar leher.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro