1. Dunia Fantasi Matematika
Matematika itu hal yang paling aku tak sukai
Angka dan angka saja sudah membuatku malas untuk melihatnya.
Ditambah lagi ada x, y, a, b dan semacamnya yang membuatku tidur pulas dibuatnya.
****
Perkenalkan namaku Dayshi Andrian, seorang laki-laki yang memiliki rambut hitam, agak panjang, dengan poni yang sedikit rata. Umurku 15 tahun. Hobiku adalah belajar, hampir setiap harinya waktuku digunakan untuk belajar.
Namun, ada satu pelajaran yang sangat sulit kupelajari. Pelajaran itu adalah matematika. Mungkin banyak juga orang yang susah untuk memahami pelajaran matematika, ada juga yang membencinya, bahkan ada juga yang hanya mendengar kata "hari ini adalah pelajaran matematika" dia sudah lemas sebelum dimulainya pelajaran.
Ya, terkecuali sih kalau gurunya asyik, tampan, dan rupawan. Terus kalau gurunya killer gimana? Sudah, banyak kenangan.
Begitupun denganku, aku tidak menyukai matematika dalam artian yang berbeda. Maksudnya aku sangat ingin mempelajari matematika, tetapi setiap aku melihat bahkan mendengar hal-hal terkait matematika, tidak sampai tiga detik aku sudah tertidur. Sepertinya pelajaran ini sangat cocok untuk menjadi "cerita dongeng pengantar tidurku."
Sebab hal itulah aku selalu saja mendapatkan nilai yang sangat buruk di matematika, sampai-sampai aku dibilang orang yang sangat parah di matematika. Bagaimana tidak, pertambahan dan pengurangan saja aku tak tahu. Padahal sudah beribu kali kucoba untuk mempelajarinya, tapi beribu kali pula aku hanyut dalam tidurku yang nyenyak.
Untungnya aku punya ibu yang selalu mendukungku. Bahkan ibu juga selalu mengajariku, baik di rumah dan di sekolah. Pokoknya, ibuku adalah guruku yang the best lah.
Dan, tibalah hari di mana aku telah merasa putus asa untuk mempelajarinya.
Suatu hari itu adalah hari ini, hari di mana aku kehilangan semangat belajar. Di samping kasur tepat di meja khusus belajarku, aku duduk dengan posisi kedua tangan lurus ke depan sambil memegang satu buku tipis yang sampulnya bertuliskan "Mengenal Matematika untuk SD kelas 1, 2, dan 3" sedangkan kepalaku sempoyongan menghadap ke bawah, menahan rasa kantuk.
Di samping itu ada juga ibuku yang berdiri dan menunjuk-nunjuk bukuku.
"Bu, aku sudah capek Bu. Sudah lah aku sudah tak mau belajar matematika lagi," kataku yang sudah lesu.
"Bagaimana kamu bisa matematika kalau tidur terus kerjaannya. Lihat buku ini saja kamu sudah menguap." Ibuku yang juga guruku ini, sedari tadi melihatku lesu dan membuatnya ingin selalu mengomeliku .
"Aduh Bu. Betulan, menyerah aku. Ini bukannya matematika tapi malah mati-matian Bu." Aku sudah merasa sangat pusing. Aku pun berserah diri dan tengkurap tidur di meja.
"Ya sudah, kalau kamu masih gak ngerti-ngerti. Ibu juga bakal nyerah mengajarimu. Tapi, nanti kalau ada orang yang ke sini, kamu harus dengarkan apa yang dia katakan. Oke," ucap ibuku dengan menekan kata 'oke' di bagian akhirnya--agar didengar baik-baik--sambil memegang pundakku.
"Oke, oke. Kalau itu matematika pasti aku bakal tidur," sahut aku yang perlahan-lahan tertidur di atas meja dengan mataku yang sedari tadi memang sudah tertutup.
Ibuku menggelengkan kepala sambil tersenyum melihat tingkahku. Ia juga akhirnya beranjak pergi dari kamarku.
Namun, tak lama kemudian ada seorang pria berbadan bongsor yang datang ke kamarku. Pria itu tidak tampak seperti seorang pengajar. Dia hanya terlihat seperti orang aneh yang tertutupi jubah hitam hingga ke kepalanya.
Lebih-lebih aku sangat terkejut saat ia menatapku sambil tersenyum sinis memperlihatkan deretan gigi putihnya. Ia tampak mencurigakan seperti ada maksud lain di balik senyumnya.
Sesaat setelah itu, ia mengambil segelas air putih dan berkomat-kamit entah apa yang ia katakan.
Dalam batinku aku benar-benar berdoa kepada yang maha kuasa saking bingungnya terhadap tingkah orang aneh tersebut. Belum lagi ketika ia selesai melakukan ritualnya, ia menyuruhku untuk meminum air tersebut lalu pergi begitu saja.
Aku terheran-heran atas apa yang ia lakukan. Rasanya aku tidak mau menuruti apa yang ia suruh tadi. Sayangnya, aku sudah berjanji kepada ibu. Aku pun dengan pasrah meminum air tersebut lalu tidur begitu saja.
➕➖✖️➗
Dalam tidurku entah mengapa badanku terasa ringan seolah-olah saat ini aku sedang terbang di langit tanpa adanya tarikan gravitasi. Di saat itu juga kesadaranku pun mulai kembali. Aku membuka mata, tetapi hanya kegelapan yang dapat kulihat. Beberapa detik kemudian aku mulai melihat seberkas cahaya yang perlahan-lahan mulai melebar.
Saat cahaya itu bersinar luas, aku menutup mataku karena silaunya. Perlahan aku kembali membuka mata dan ....
"Apa yang terjadi? Aku dimana?"
Mataku membulat lebar, melihat saat ini aku berada di tengah padang rumput stepa yang luas dan membukit. Bintang yang berhamburan di langit berwarna-warni. Bulan yang begitu bulat, membesar seolah mendekati bumi.
Aku dapat merasakannya. Angin dingin di malam hari. Napasku yang hangat saat kutiup ke telapak tanganku. Aku juga dapat mendengar desiran rumput yang terawai oleh angin. Aku berpikir bahwa ini adalah mimpi, tapi ini terasa sangat nyata.
Setelah mengamati semua pemandangan ini, aku kembali berpikir dan pikiranku mulai terfokus kepada orang aneh yang tadi memberiku air hasil komat-kamitnya. Apakah ini gara-gara orang aneh itu?
Saat aku berpikir lebih dalam, tiba-tiba datang seseorang yang mengejutkanku, orang itu datang dari arah belakangku. Karenanya, pikiranku jadi ke mana-mana.
Orang itu memiliki wajah yang lumayan ganas, matanya berwarna kuning dan terlihat tajam mempesona. Tapi sayang dia memakai pakaian yang memiliki gambar yang tak kusukai.
Ya, sebuah pakaian sweater dengan gambar simbol matematika yaitu tambah. Tertera pula di atas gambar tersebut tertulis "plus my life" di depan sweater-nya.
"Bah bah bah ... tahu gak" dia datang dan berdiri di depanku.
"Tidak, tapi pakaian yang kamu kenakan merusak pandanganku," jawabku acuh tak acuh.
"Bah bah bah ... kamu tidak tahu siapa aku. Coba lihat,"
Ia menunjuk gambar yang ada di depan sweater-nya menggunakan kedua jempolnya dengan rasa bangga yang sangat tinggi.
"ini adalah simbol tambah. Simbol di mana dasarnya matematika. Dan, di dunia ini namaku adalah si tambah untukmu"
"Sial, lagi kah? Matematika! Oke, oke, soal tambah lagi kah? Hahaha ... tapi aku heran juga, mengapa aku tak mengantuk ya di sini?"
Aku yang masih terduduk tanpa sadar memegang antara bibir dan hidung, aku sedang berpikir.
"Bah bah bah ... kamu tak akan bisa mengantuk apalagi tidur di sini. Karena sekarang ini bukanlah tempat dari duniamu berasal. Kamu sekarang berada di dunia mimpi. Tepatnya di dunia fantasi matematika bagi dirimu." Dia melipat kedua tangannya kemudian tersenyum lalu melanjutkan penjelasannya hingga selesai.
Beberapa di antaranya, ia menjelaskan tentang adanya sebuah aturan atau syarat agar aku bisa keluar dari dunia mimpi ini.
Aturannya cukup simpel, yaitu; dilarang bermalas-malasan dan dilarang berputus asa. Apabila dilakukan maka aku akan selalu terjebak di dunia ini. Karena pada dasarnya lawanku adalah matematika, pelajaran yang diwajibkan untuk aku pelajari di dalam dunia ini.
Walau begitu, aku juga mendengar beberapa hal menarik. Seperti, aku tak memiliki rasa kantuk dan rasa lapar. Dengan pengecualian, jika aku menginginkannya sendiri.
Ya, tetapi tetap tak bisa dipungkiri bahwa aku akan terjebak selamanya di sini hingga menjadi gila. Kamu tahu, matematika itu bagiku sudah kayak magnet beda kutub. Walau aku sudah mati-matian mempelajarinya, pada akhirnya juga, aku hanya bisa terpaku menatap waktu yang terbuang karena tidurku itu.
Lagian sekarang aturannya telah aku langgar. Iya, aku sudah drop banget, putus asa banget. Beberapa kali aku menghembuskan napas pasrah, tubuh lemas, dan hanya ingin mengikuti arus lemah ini.
Namun, pada akhirnya aku memperkuat seluruh tulang belakangku. Terlintas sebuah harapan yang telah lama aku lupakan.
Bukankah dulu aku ingin menguasai matematika. Apakah sekarang aku sudah bisa mempelajarinya? Iya, Pasti bisa. Hak istimewa, tak ada rasa kantuk jika aku tak menginginkannya.
Ya, ini tetap sedih, benar-benar menyedihkan. Sepertinya aku harus memantapkan jiwa dan ragaku terlebih dahulu karena ini sama saja dengan dead or alive untuk survival di dunia fantasi ini.
Gila berarti mati
Kembali berarti hidup
"Oke, akan kupertaruhkan segalanya agar aku bisa kembali menonton anime kesukaanku," kataku sembari mengingat teman baikku yang membuatku menjadi seorang otaku.
"Bah bah bah ... kau bergumam kah?" tanya si Tambah penasaran dengan apa yang kukatakan tadi.
"Hei Tambah, apakah dunia ini memiliki waktu yang berbeda dengan duniaku. Atau, apakah aku selalu tertidur di duniaku hingga aku kembali?" tanyaku penasaran, apakah aku benar-benar sedang bermimpi atau aku sedang dipindahkan ke dunia lain.
"Bah bah bah ... tenang saja waktu di dunia ini berbeda dengan duniamu, waktu kamu di real world terhenti. Artinya waktu di sini tak berlaku di dunia nyata. Walaupun kamu beribu-ribu tahun di sini pun tetap saja waktu di real world tak bergerak meski hanya sedetik.
"Terkecuali sih kalau kamu berhasil keluar dari sini, baru waktu di real world akan berjalan kembali pas setelah kamu bangun pagi seperti biasa," jelas si Tambah yang kemudian duduk di sampingku.
"Ooh, jadi kalau aku keluar dari sini maka aku akan bangun dari tempat tidurku. Yang terasa hanyalah seperti bermimpi semalaman, begitu?
Terus, bagaimana jika aku tidak bisa keluar dari sini?" tanyaku kembali menoleh ke samping kanan di mana Si Tambah duduk.
"Bah bah bah ... itu sama saja dengan death equals crazy. Yang berarti kamu akan bangun dengan keadaan gila. Artinya, jiwamu akan terperangkap di dunia ini," kata Si Tambah sambil tersenyum ke arahku.
Aku menelan ludah, gemetar serta kesal. Pastinya kesal karena tak dapat keluar dari dunia ini, kesal tak bisa lagi melanjutkan hobi belajarku di perpustakaan, dan kesal karena tak lagi dapat mengikuti tontonan favoritku.
Dengan perasaan gundah itu, aku kemudian berusaha berpikir positif. Masih ada satu ... tidak, masih banyak hal yang bisa aku pelajari di sini. Pasti di sini adalah tempat yang menyenangkan.
➕➖✖️➗
Arahan pertama dari si Tambah adalah memperlihatkan sebuah data statistik dari diriku. Ia mengatakan data tersebut adalah status yang aku miliki saat ini. Status yang mana berisikan nama, umur, dan hal yang masih belum aku mengerti. Yang jelas di samping tulisan tersebut tertera angka nol yang berjejeran ke bawah.
Dan, ada pula di pojok atas yang dinamakan bar status berisi HP dan MP.
"Bah bah bah ... untuk kedua kalinya perkenalkan namaku adalah Tambah, salah satu simbol dasar dari matematika. Tugasku hanyalah sebagai pemandu awal dari perjalananmu."
Belum juga jelas langsung lanjut aja nih si Tambah. Dan, lagi ia mulai
mengujiku untuk membaca angka yang muncul dari hadapanku. Yeah, angka-angka ini cukup menarik. Bentuknya keluar dari berbagai macam bentuk yang menyatu dengan alam.
Jujur saja, belajar seperti ini takkan membuatku ngantuk. Namun yang kusayangkan di sini, mengapa aku harus menghitung dari angka nol sampai satu triliun. Aduh, pusing sih, tetapi ... biarlah. Yang penting aku bisa belajar asik dengan model fantasi yang tak membuatku kacau.
Menghitung sampai pagi menjelang dan angka menghilang
➕➖✖️➗
Gila, energiku serasa terkuras habis dan mulutku seakan berbusa-busa lalu bibirku terasa sangat kering.
Sekarang aku sudah terkapar di rerumputan segar ini. Aku bersyukur masih ada yang dinamakan waktu istirahat. Waktu dimana pikiran menjadi fresh dan rileks kembali. Otak tenang akan melancarkan proses pembelajaranku.
Kamu tahu, aku sangat suka tantangan. Apalagi kalau tantangan itu adalah sesuatu yang sangat kuinginkan, pastinya aku 'kan berusaha untuk menyelesaikannya.
"Akhirnya aku bisa mempelajarimu. Dasar kamu ya, matematika. Lihat saja, di sini akan kupastikan kau akan kutaklukkan!"
••••
Bagaimana bab awalnya ?
Moga aja seru ^×^
Ini cerita pertama yang kubuat, jadi kalau ada kekurangan tolong dikomen ya.
UP seminggu sekali.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro