MPBB-03
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Pukulan demi pukulan Gavin keluarkan sekuat tenaga, ia tidak mempedulikan tenaganya akan habis jika hampir empat jam ia memukul samsak. Gavin terus memukul dan mengeluarkan kekesalannya. Ia sesekali mengerang karena tangannya lecet, ia menghentikan aktivitas nya. Ia meraih handuk kecil dan mengusap keringatnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 23.21 WIB, Gavin beranjak dan keluar dari ruang olahraga nya. Ia menuju kamarnya dan mengambil handuk untuk mandi, ia ingin menyegarkan pikirannya yang sudah mulai kacau.
25 menit kemudian...
Gavin keluar dari kamarnya dengan keadaan yang sudah segar dan rapi, Gavin memakai kaos dilapisi jaket dan jeans serta sepatunya. Penampilan Gavin sekarang menandakan jika cowok itu hendak pergi, Gavin berjalan menuruni anak tangga dengan santai, ia tak takut ketahuan ataupun semacamnya.
Jam menunjukkan pukul 23.47 WIB, ia mengeluarkan motornya dari garasi dan menyalakan nya. Melajukan motornya keluar dari gerbang, tak lupa ia kembali menutup dan menggembok gerbangnya. Ia mendengar teriakan Mama nya, namun seolah tak mendengar Gavin melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
Gavin menghentikan motornya saat di depan terdapat beberapa orang yang juga memakai motor sepertinya, bedanya mereka mengenakan jaket yang sama persis, Gavin menebak jika mereka adalah Geng di kawasan ini. Sebelumnya ia di beritahu oleh orang yang sudah dianggap seperti Kakaknya, jika dikawasan ini terdapat Geng.
"Turun lo!"
Gavin dengan santai nya turun dan melepaskan helm nya, "Ada apa?" tanya Gavin, salah satu orang menelisiknya, "Ada urusan apa kesini?" tanyanya, Gavin merasa beruntung karena orang itu tidak mengajak ribut.
"Ketemu Dhirga." jawaban Gavin membuat orang itu sontak menyingkir dan salah satu orang yang sepertinya ketua geng menyalami nya. "Sorry ya bro, gue cuma takut ada apa-apa." ujarnya, Gavin mengangguk dan tersenyum tipis.
Ia segera menjalankan motornya setelah memakai helmnya, sebelum ia benar-benar melewati segerombolan itu, ia menekan klakson yang disambut baik oleh orang-orang itu. Gavin memarkirkan motornya di halaman rumah bercat putih gading.
"Permisi!"
"Masuk!" sahut seluruh orang yang ada di dalam, Gavin masuk ke dalam rumah itu. Rumah itu sangat sepi, karena memang khusus untuk berkumpul nya anak-anak Geng mereka. Geng yang diketuai oleh Gavin dengan Leader Regga.
"Bang!" sapa Gavin pada orang yang tengah duduk sendiri di sofa, sedangkan yang lain tengah bersenda gurau dan ada yang bermain Play Station. "Oh, Hai." sapa balik Regga, dia adalah orang
yang ia anggap kakak kandungnya sendiri, meskipun Regga adalah saudara dari Mama nya, tapi tetap saja, jarak itu ada. Tetapi dengan adanya Geng yang didirikan Regga ini membuat Gavin dan Regga menjadi semakin dekat.
Meskipun dekat, Regga sangat jarang bahkan tidak pernah bercanda dengan Gavin. Karena, baik Regga maupun Gavin sama-sama kaku dan dingin. Bahkan mungkin Regga lebih dingin daripada Gavin.
Gavin duduk di depan Regga, Regga menaruh tab pekerjaan nya. Gavin berdehem pelan, "Bang, ada apa?" tanya Gavin, Regga menatap tajam Gavin. Gavin hanya diam di tatap seperti itu oleh Regga.
"Ada masalah apa?" tanya Regga, Gavin mengerutkan keningnya, "Masalah? Apa?" tanya Gavin bingung, Regga sedikit terkekeh. "Dari ucapan kamu di telepon beberapa jam yang lalu, sepertinya kamu ada masalah." ujar Regga, Gavin hanya bisa diam. Ia sangat memahami Regga, Regga bisa tahu apa yang ia rasakan.
"Mama dan Papa nyari Vanno," ujar Gavin, Regga terkekeh pelan, "Kamu iri lagi? Ck, Gavin, Gavin... Kamu seharusnya bisa lebih dewasa, kasih sayang dari orang tua sudah cukup kamu dapatkan sewaktu kecil." ujar Regga, Gavin hanya diam saja. Regga beranjak dan mengambil tabnya.
"Coba kamu bisa berpikir lebih dewasa, pasti kamu tidak akan merasa seperti ini." ujar Regga dan menepuk pundak Gavin pelan, Gavin mengangguk singkat dan beranjak bergabung dengan teman-teman nya.
____
Sabtu pagi, Alula menguap lebar, ia baru saka bangun dari tidurnya. Pukul 04.20 WIB, masih sangat pagi untuk ia bangun, apalagi memulai aktivitas. Alula memejamkan matanya namun ia tak kunjung tidur lagi, Alula beranjak menuju kamar mandi.
Ia mencuci wajahnya, setelah itu Alula membuka ponselnya dan membaca beberapa notifikasi. Alula merasakan matanya memberat dan akhirnya gadis itu tertidur kembali.
Dua jam kemudian...
"Al, astagfirullah... Kamu itu perempuan loh, bangun jangan siang-siang! Ayo bangun, udah siang ini." ujar Bundanya menyibak gorden yang ada di kamar Alula. Alula menggeliat dan terbangun, kepalanya terasa pening, entah karena apa.
"Bunda sama Ayah mau ke Bandung, kamu di rumah nggak apa-apa kan?" tanya Bundanya, Alula mengangguk. "Bunda cuma sehari, dan malam pasti pulang." lagi-lagi Alula mengangguk mengerti dan segera bangun.
.
.
.
Alula mengambil beberapa es krim dan saat ia benar-benar sudah selesai, ia akan pergi ke kasir. Ia merasa sedang diawasi pun mengedarkan pandangannya, matanya bersitatap dengan mata tajam milik Gavin.
Alula berjalan saat Gavin seperti akan menghampiri nya, Gavin berdiri mengantri tepat dibelakangnya. Saat giliran Alula untuk menghitung belanjaan nya, Gavin juga sama-sama menyodorkan belanjaannya yang hanya dua botol air mineral. "Sekalian ya, Mbak." ujar Gavin.
Alula mengerutkan keningnya bingung, apalagi saat Gavin yang malah mengulurkan uang pada kasir. Bagaimanapun barang yang Alula beli lebih banyak, Alula melihat Gavin yang langsung pergi setelah memberikan uang pada kasir tanpa menunggu kembalian.
Setelah kasir itu memberikan struk belanjaan dan kembaliannya, Alula mengejar Gavin. "Kak Gavin!"
Gavin menoleh, Alula berlari mendekati nya. "Aga, panggil gue Aga. Jangan Gavin, Aga! Ingat ya!" ujar Gavin dan pergi, Alula hanya diam saja, ia melupakan tujuannya menghampiri Gavin.
____
Alula menghela nafasnya pelan, ia mengaduk-aduk makanannya. Ia sudah tidak berselera makan lagi saat kedatangan tamu yang tidak ingin ia temui. Menyebalkan.
"Alula, makan makanan kamu dengan benar!" tegur Ayahnya, Alula menggeleng dan menaruh sendok dan garpunya. "Aku kenyang, Yah. Udah ya? Alula ngantuk." ujar Alula, Ayahnya mengangguk. Begitupun Bundanya.
Alula melangkahkan kakinya menuju kamarnya, ia bersyukur bisa terbebas dari manusia seperti Dicky. Entah kenapa cowok itu sudah ada bersama orang tuanya. Alula tak memikirkan hal itu, ia membuka pintu kamarnya dan mengambil ponselnya.
Ia membuka salah satu aplikasi favorit nya untuk stalker apalagi jika bukan instagram. Alula membuka postingan kakak kelasnya yang juga lumayan terkenal dan dibanjiri komentar-komentar tidak penting dari fans-fans nya. Alula memang menjadi stalker dan secret admirer. Tetapi, ia bukan fans alay yang berteriak jika bertemu idolanya.
Alula membelalakkan matanya saat ia mendapatkan notifikasi jika seseorang baru saja mengikutinya. Follower nya bertambah satu, ia membelalakkan matanya lagi saat tahu siapa yang menjadi followers nya. Gavin!
Hampir saja ia menjatuhkan ponselnya saat melihat notifikasi jika seseorang menambahkan nya sebagai teman di Line. Setahunya, ia tidak pernah memberitahu orang luar ID Line nya kecuali teman-teman satu kelasnya.
Detik selanjutnya ia melihat satu pesan masuk, dan lebih mencengangkan lagi, ia mendapatkan pesan dari orang itu, lebih-lebih ia mengaku sebagai Gavin. Bisa ia percaya? Aishh, semua ini membuatnya pusing.
Alula menonaktifkan ponselnya, ia tak ingin lagi melihat pesan dari orang yang mengaku sebagai Gavin. Alula memejamkan matanya dan membukanya kembali, ia membuka laptop nya dan menonton film yang baru saja ia unduh.
Malam minggu ia habisnya seperti sekarang ini, benar-benar membosankan. Itu lah yang dirasakan Alula saat ini. Biarlah, suatu saat juga tidak seperti ini terus menerus kan?
____
Hai hai, aku rajin update nih.. Jangan lupa vote dan komen ya, ditunggu.
Love you😘😘
Vee💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro