Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Overthinking?

Beberapa hari berlalu.

Minggu kelas pengganti pun berakhir dan kini tiba saatnya minggu ujian. Kaede berusaha untuk fokus pada ujian di depannya tapi pikirannya dipenuhi oleh Atsumu. Padahal ujian sudah berjalan selama beberapa hari tapi Kaede masih belum bisa memusatkan fokusnya pada ujian.

Semenjak insiden Rumi hampir membunuhnya hari itu, Atsumu sama sekali tidak menemuinya. Kaede mencoba menanyakan kabar Atsumu melalui Osamu, tapi sayang sekali saudara kembar lelaki pirang itu malah meminta Kaede untuk bertanya langsung pada yang bersangkutan.

'Ayo fokus Kaede!'

___

Ujian hari ini selesai.

Kaede menatap Tsukasa yang menghembuskan nafas panjang.

"Bagaimana ujiannya? Mau mati?" Tanya Kaede.

"Hampir mati! Dan bodohnya aku sampai lupa dengan kanji di dalam soal!" Jawaban Tsukasa membuat Kaede terkekeh.

"Sudahlah. Ayo kita pulang."

"Mau mampir ke Famima? Aku ingin beli ice chocolate."

"Um." Kaede mengangguk.

Mereka pun meninggalkan kelas dan segera menuju Famima yang terletak tidak jauh dari gedung fakultas.

dalam perjalanan banyak orang yang menatap tajam Tsukasa, terutama para perempuan.

Prak

Sebuah telur terbang dan pecah di dekat Tsukasa. Kaede tahu kalau itu adalah perbuatan yang disengaja. Dia pun geram dengan ulah para pemuja Kuroo yang tidak terima pangeran mereka akan menikah dengan Tsukasa dan sekarang mereka mengganggu dan membully Tsukasa.

"Siapa yang melempar telur ini?! Jangan jadi pengecut! Kalian pikir telur murah?!" Kaede mengepalkan tangannya. Emosinya yang sedang tidak stabil pun seperti bisa meledak kapan saja.

Mendengar kekesalan Kaede, yang melempar telur bukannya berhenti, mereka malah melempari semakin banyak telur. Kaede dan Tsukasa yang awalnya bisa menghindar pun akhirnya kena juga karena telur yang dilempar semakin banyak.

"Sudah Kaede! Hiraukan saja mereka!"

"Hah?!" Kaede yang mendengar kalimat Tsukasa pun sedikit terkejut. "Mereka kan keterlaluan, Tsukasa!"

Tsukasa tidak mau berdebat dengan Kaede. Dia menarik tangan Kaede agar mereka bisa segera meninggalkan tempat itu.

Beruntung.

Apartemen Kaede letaknya tidak jauh dari kampus jadi mereka bisa segera mengungsi karena saat ini tubuh mereka bau amis.

"Tsukasa mandilah dulu. Pakai saja bajuku." Kaede mempersilahkan Tsukasa mandi terlebih dahulu setelah mereka sampai di apartemennya.

Kaede pun menghela nafas dan segera menuju dapur untuk membuatkan coklat panas untuk Tsukasa.

'Kenapa selalu saja ada masalah?! Dan juga kenapa Tsukasa hanya diam saat dia diganggu seperti itu? Ada apa dengan Tsukasa? Dia tidak seperti biasanya.'

Setelah beberapa menit, Tsukasa keluar dari kamar mandi mengenakan dress miliknya. Kaede tersenyum tipis saat melihat Tsukasa sudah bersih dan wangi.

"Arigatou, Kaede." Ucap Tsukasa.

"Um." Kaede mengangguk. "Ini minumlah." Kaede memberikan secangkir coklat panas pada Tsukasa.

Setelah memastikan kenyamanan dan kehangatan Tsukasa, Kaede masuk ke dalam kamar mandi dan membasuh dirinya yang juga terkena lemparan telur itu.

Sementara Tsukasa duduk bersender di sofa. Dia menengadahkan kepalanya dan menghela nafas.

Setelah beberapa menit, Kaede yang sudah bersih keluar dari kamar mandi. Dia menatap Tuskasa yang duduk menyender di sofa dengan tatapan kosong.

"Tsukasa?" Kaede menghampiri Tsukasa. "Ada apa? Kenapa kau seperti ini?" Kaede duduk bersimpuh di depan Tsukasa dan menggenggam tangannya.

Tsukasa menatap Kaede yang memasang wajah khawatir.

"Ceritakan padaku, Tsukasa!"

Tsukasa menggelengkan kepalanya. "Daijoubu yo Kaede. Aku hanya mengantuk."

'Dia bohong.' Pikir Kaede.

Kaede menghela nafas. "Kalau begitu istirahatlah di kamarku. Aku akan beli sesuatu untuk makan malam."

"Um." Tsukasa mengangguk. "Aku ingin onigiri."

"Baiklah. Aku akan belikan onigiri di kedai Osamu-kun."

Kaede pun mengantar Tsukasa ke kamarnya. Dia lalu bersiap-siap untuk keluar.

___

Onigiri Miya.

"Irashaimasen." Osamu menyambut Kaede yang masuk ke kedainya.

"Bisa tolong bungkuskan onigiri yang bergizi?" Kaede duduk di depan counter Osamu.

"Hah?" Osamu pun memasang wajah bingung. "Onigiriku semuanya bergizi." Ucap Osamu.

"Kalau begitu tolong tuna mayo, kombu, dan ikura, masing-masing dua."

"Baiklah." Osamu pun mulai membuatkan pesanan Kaede. "Tumben kau pesan banyak?"

"Temanku datang dan dia bilang ingin onigiri."

"Souka."

Kaede pun memperhatikan Osamu yang sedang bekerja. Tanpa sadar Kaede terus menatap wajah Osamu.

'Yappari wajah mereka sangat mirip.'

"Kenapa menatapku terus? Sedang memikirkan Atsumu?"

"T-tidak..." Kaede memalingkan wajahnya.

"Haahh... kalian ini! Kenapa tidak kembali saja? Masalah kemarin kan hanya salah paham."

"..."

Osamu melirik Kaede yang menunduk. Jujur saja selama beberapa hari ini Kaede terus memikirkan perkataan Sakusa tapi entah kenapa hatinya masih belum yakin untuk kembali pada Atsumu.

Setelah beberapa menit, Osamu meletakkan satu kantung berisi enam onigiri pesanan Kaede.

"Ini pesananmu."

"Ah!" Kaede berdiri dan mengeluarkan dompetnya. "Berapa totalnya?"

"Struknya ada di dalam."

Kaede pun membuka kantung itu dan melihat nominal yang tertera dalam struk. Dia pun membayarnya pada Osamu sesua dengan nominal yang ada di struk.

"Arigatou. Datang lagi ya." Osamu tersenyum.

"Um." Kaede mengangguk.

"Jangan galau terus. Meski menyebalkan tapi Atsumu tulus kok padamu." Osamu menepuk kepala Kaede.

"A-apa yang kau bicarakan?" Kaede memalingkan wajahnya.

"Sudah sana pulang. Langitnya sudah mulai gelap."

"Um. Sampai jumpa Osamu-kun."

"Sampai jumpa."

Kaede pun melangkah meninggalkan kedai Osamu. Dia menyentuh kepalanya yang ditepuk oleh Osamu. "Kenapa semua orang memperlakukan aku seperti adik mereka?" Gumamnya.

Kaede berjalan menuju stasiun. Sebelum itu dia mampir ke Family Mart untuk membeli susu dan kebutuhan untuk sarapan besok.

"Kaede-chan?" Suara yang begitu merdu di telinga Kaede, membuat jantungnya berdegup kencang.

Dia menghentikan langkahnya untuk masuk ke dalam Family Mart dan menoleh. Terlihat sesosok pria berbadan tinggi dan berambut pirang berdiri di belakangnya.

'Atsumu-kun?!'

Kaede pun menatap Atsumu.

"Dari mana?" Atsumu menangkap kantung bertuliskan 'Onigiri Miya' yang dibawa Kaede. "Ah dari kedai Samu ya?"

"U-um." Kaede memalingkan wajahnya.

"Mau belanja lagi? A-aku menganggu ya?" Atsumu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil memasang senyuman canggung.

"Tidak..." Ucap Kaede lirih.

'Dia sudah mengorbankan tangannya yang berharga untuk menyelamatkan nyawamu, Kaede! Jangan jadi orang jahat yang tidak tahu malu!'

"Ji-jika tidak keberatan bisa kita bicara sebentar?" Tanya Atsumu sedikit ragu.

Kaede menatap Atsumu yang tersenyum lalu pandangannya berganti ke tangan kiri Atsumu yang masih ditutup plester, membuat hatinya tersayat.

"Um." Kaede mengangguk.

"Be-benarkah?! Ka-kalau begitu ayo kita cari tempat duduk."

Kebetulan di dekat situ ada sebuah taman bermain kecil yang cukup sepi. Mereka memutuskan untuk duduk di bangku taman itu.

"Sudah beberapa hari tidak bertemu, sepertinya kau sudah baik-baik saja." Ucap Atsumu saat mereka sudah duduk bersama di bangku itu.

"Um. Aku baik-baik saja."

"Syukurlah." Atsumu tersenyum.

"Jika kau tidak datang aku mungkin sudah mati."

"Jangan bicara begitu. Siapapun yang melihat kejadian itu pasti akan menolongmu."

"Tapi yang melihat kejadian itu hanya kau."

"E-ehh..." Wajah Atsumu sedikit memerah.

"Maafkan aku."

"H-heh?! T-tidak! Seharusnya kan aku ya-"

"Kau membiarkan tanganmu terluka hanya untuk menolongku."

"Itu sudah jelas kan? jangankan tangan, aku bahkan akan memberikan nyawaku padamu." Atsumu meraih tangan Kaede. "Kau tahu kan aku pria brengsek yang suka mempermainkan perempuan? Tapi setelah bertemu denganmu, hidupku terasa berubah. Aku bahkan rela memberikan nyawaku untukmu."

"Tidak-" Air mata Kaede mulai mengalir.

"Aku sangat mencintaimu! Berikan aku satu kesempatan lagi!"

"Hentikan..."

"Kaede-chan!"

"Hentikan Atsumu-kun!" Kaede menunduk, menyembunyikan wajahnya yang sudah basah karena air mata. "Aku tidak ingin membicarakan hal itu!"

"Tapi-"

"Aku hanya ingin memastikan tanganmu baik-baik saja!"

"Kaede-chan..."

"Aku sangat berterima kasih kau sudah menolongku. Aku hanya ingin membicarakan hal itu, bukan yang lain."

"Itu artinya kau  masih belum bisa memaafkanku?" Atsumu meraih pundak Kaede.

"..." Kaede hanya menatap wajah Atsumu.

"Kaede-chan?"

"Aku memaafkanmu..." Ucap Kaede lirih. "Tapi aku tidak bisa kembali padamu." Kaede melepaskan tangan Atsumu darinya lalu bangkit.

"Kenapa?" Atsumu ikut bangkit. "Apa rasa cintamu padaku sudah hilang? Kau benar-benar membenciku?"

"Maafkan aku Atsumu-kun." Kaede pun melangkah meninggalkan Atsumu. Dia berlari sambil mengusap pipinya yang terus basah karena air mata.

"Tidak... kau bohong kan Kaede-chan?" Atsumu mengepalkan tangannya. "Aku tahu kau masih mencintaiku! Kenapa? Kenapa sulit sekali membuatmu yakin dan kembali padaku? Apa lagi yang harus aku lakukan?!" Air mata Atsumu mengalir menatap punggung Kaede yang menjauh.

___

"Tadaima." Ucap Kaede lirih saat dia masuk ke dalam apartemennya.

Dia meletakkan kantung onigirinya di dapur dan segera masuk ke dalam kamar mandi.

'Tsukasa tidak boleh tahu aku habis menangis.'

Kaede membasuh wajahnya.

"Kaede?" Tsukasa memanggil Kaede dari luar kamar mandi.

"Hai'." Kaede keluar dari kamar mandi setelah mengeringkan wajahnya.

"Mana onigirinya?" Tanya Tsukasa.

"Aku hangatkan dulu. Duduklah."

"Baiklah."

Kaede memasukkan enam onigiri itu ke dalam microwave. Tsukasa memperhatikan gerak-gerik Kaede yang terlihat tidak seperti biasanya. Dia sering menghela nafas dan tatapan matanya seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat.

"Kau tidak apa-apa Kaede?"

"Hm?" Kaede menoleh pada Tsukasa. "Aku? Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?"

"Yah kau seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Sedang bertengkar dengan kakakmu? Atau nenekmu memaksamu lagi?"

"Tidak. Yah nenekku memaksaku untuk menikah dengan laki-laki pilihannya memang benar sih."

"Kenapa tidak menurutinya saja?"

"Jika kau dipaksa menikah dengan seseorang yang tidak kau cintai, apa kau mau?"

"Jangan balik bertanya padaku!"

Kaede menghela nafas.

'Benar juga. Bukan hanya Atsumu-kun tapi Tobio-kun juga. Apa yang harus aku lakukan?'

Ting

Setelah onigiri selesai dihangatkan, Kaede menyajikannya di atas meja makan.

"Itadakimasu." Ucap Kaede.

"Setelah makan malam mau apa? Mau nonton film?"

"Apa kau lupa? Kita sedang dalam masa ujian."

"Aku malas belajar!"

"Itu terserah kau. Jika kau kesulitan mengerjakan soal aku tidak akan membantumu."

"Kono!"

"Habiskan makananmu dulu."

Kaede dan Tsukasa makan dengan tenang. Suasana sunyi memenuhi tempat itu. Mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Keduanya sedang dirundung masalah dan sedang meniti tali tipis untuk menemukan titik terang dari masalah mereka.

Berbeda dengan Tsukasa yang masa depannya sudah di ujung tanduk, masalah Kaede bergantung pada keputusannya. Jika dia memilih Atsumu maka dia merasa akan mengulangi kesalahan yang sama. Tapi jika dia memilih Kageyama, hatinya memberontak karena dia tidak bisa mencintainya.

Dia sunggung ingin meninggalkan Jepang dan kembali ke LA. Tapi dia sadar, jika kabur masalah tidak akan selesai. Itulah yang membuatnya tidak bisa fokus pada kuliahnya.

"Aku sudah selesai." Tsukasa menyodorkan piringnya yang kosong.

"Ah." Kaede tersadar kalau sedari tadi dia bahkan belum menghabiskan satu onigiri pun.

"Dasar!" Tsukasa melipat tangannya di depan dada.

Kaede segera menghabiskan makanannya dan mencuci piring. Dia melirik Tsukasa yang duduk di sofa sambil membuka buku. Hatinya sedikit lega melihat Tsukasa terlihat sedikit membaik.

'Syukurlah. Setidaknya aku bisa membuatnya merasa nyaman di sini walau sedikit.'

Kaede tersenyum tipis. Dia masuk ke dalam kamar untuk mengambil buku yang dia perlukan.

"Belajar sebentar setelah itu aku mau tidur!" Ucap Tsukasa.

"Um." Kaede mengangguk dan duduk di samping Tsukasa. "Jangan lupa dengan kanji lagi ya Tsukasa."

"Jangan mengejekku!"

___

Beberapa hari berlalu.

Tidak terasa tinggal dua hari lagi ujian berakhir. Kaede sedikit bernafas lega karena dia akan segera melewati masa ujian dan bebannya sedikit berkurang.

Malam ini Kaede mendapat kabar bahwa Aika akan datang dan menginap. Gadis mungil berkulit pucat itu berkata bahwa akan ada urusan bisnis yang membuatnya harus menetap di Tokyo selama beberapa hari.

Tentu saja Kaede tidak akan membiarkan calon kakak iparnya itu menginap di hotel sendirian. Karena itu dia membuka pintu apartemennya lebar-lebar untuk gadis half itu.

"Konbanwa Kaede-san!" Aika tersenyum lembut di depan pintu apartemen Kaede.

"Konbanwa. Masuklah." Kaede mempersilahkan Aika masuk.

"Gomen ne Kaede-san, aku akan merepotkanmu."

"Tidak masalah." Kaede tersenyum tipis.

"Kaede-san sedang belajar?" Aika yang melihat tumpukan buku di atas meja pun bertanya.

"Um."

"Heehh rajin sekali ya."

"Tidak kok."

'Itu hanya alasan agar aku bisa mengalihkan perhatian.'

"Kau sudah makan?"

"Um!" Aika mengangguk.

"Tumben sekali Nii-san tidak mengantarmu kesini." Kaede menuju dapur untuk mengambil minuman.

"Beberapa hari lagi akan ada pertandingan di sini, jadi dia harus fokus latihan. Aku tidak mau mengganggunya."

"Souka." Kaede menghanpiri Aika yang duduk di sofa dan memberikan minuman hangat untuknya. "Ini minumlah."

"Arigatou." Aika pun meminum teh hangat yang dibuat oleh Kaede. "Haahh hangatnya~"

"Istirahatlah di kamarku."

"Um! Aku juga sudah mengatuk. Besok aku harus bangun pagi dan mempersiapkan keperluan untuk meeting."

"Gantilah pakai bajuku."

"Ryoukai!" Aika tersenyum. "Ah iya! Kaede-san, aku batal memutus kontrak dengan agency, apakah sudah ada kabar dari direktur?"

"Itu..." Kaede memalingkan wajahnya. "Masih belum. Mereka sama sekali tidak menghubungiku. Mungkin aku memang sudah diberhentikan."

"Hah?! Tidak bisa begitu dong! Aku kan sudah memberi pernyataan kalau pemutusan kontraknya batal! Dan juga masih ada project untuk musim dingin lho!"

"Mungkin mereka memakai model yang lain? Lagi pula aku sudah menimbulkan banyak masalah dan kerugian."

"Itu tidak adil!"

"Sudahlah. Sana istirahat."

"Haahh..." Aika menghela nafas. "Yasudah kalau begitu." Aika bangkit dan menatap Kaede yang sedang membaca buku.

'Masalahmu sudah banyak. Setidaknya aku ingin meringankan salah satunya. Ini tidak beres! Aku akan menyelesaikan urusanku dengan agency! Aku kan sudah membayar mereka!'

"Oyasumi, Kaede-san. Jangan belajar sampi larut ya." Aika masuk ke dalam kamar Kaede.

"Iya." Kaede menyenderkan badan dan kepalanya di sofa. "Berat..." Gumamnya.

___

Tengah malam.

Kaede yang baru selesai belajar pun masuk ke dalam kamar. Dia melihat Aika yang sedang sibuk dengan smartphonenya.

"Belum tidur?" Tanya Kaede yang duduk di sisi lain ranjang.

"Hmm? Belum..." Jawab Aika.

Tiba-tiba ada panggilan masuk. Aika pun duduk dan mengangkat panggilan itu. Ternyata panggilna video.

"Ah! Oikawa-senpai!" Aika tersenyum.

"Oikawa?" Gumam Kaede.

Kaede pun berbaring dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Sebelum menutupi kepalanya dia melirik layar smartphone Aika dan melihat wajah orang yang dipanggil Oikawa itu.

'Siapa dia?' Pikir Kaede.

Kaede pun menutupi kepalanya dengan selimut dan memiringkan tubuhnya membelakangi Aika.

'Kenapa Aika video call dengan pria lain malam-malam begini? Aika tidak mungkin selingkuh kan? Dia kan sangat lengket dengan Nii-san. Tapi siapa pria Oikawa ini?'

Kaede pun sedikit menguping pembicaraan mereka.

"Eh? Oikawa-senpai mau pulang?"

"Iya. Ada masalah yang harus aku selesaikan. Aika-chan dukung aku ya."

"Hai'. Jangan lupa oleh-olehnya ya Senpai!"

"Tentu! Aika-chan mau aku bawakan apa?"

"Hmm... apa ya? Pokoknya sesuatu yang cantik!"

"Secantik Aika-chan?"

"Mou Senpai!"

"Hahahaha!! Kenapa responmu begitu? Kau tidak pernah digombali Ushiwaka ya?"

"Senpai tau sendiri kan Wakatoshi bukan type orang yang suka menggombal sepertimu!"

"Yah dia kan terlalu polos dan bodoh!"

'Kurang ajar sekali si Oikawa ini! Berani-beraninya dia menghina kakakku!' Kaede meremas selimut yang dia genggam.

"Jangan mengejeknya, Oikawa-senpai!" Aika menggembungkan pipinya.

"Hahahahahaha!!!"

'Jika aku bertemu dengannya akan aku pukul kepalanya! Awas saja kau Oikawa!' Kutuk Kaede.

Kaede memejamkan matanya. Dia geram mendengar suara Oikawa yang ada di seberang telfon. Dia berusaha untuk tidur agar tidak mendengarkan suara pria itu.

'Awas ya jika kau berselingkuh, Aika!' Pikir Kaede sebelum dia masuk ke dunia mimpi.

_____

Halooo

Hana kembaliii

Ada yang kangen?

Gak ada?

Ya sudah ☹️🤧🤧

NB : Mulai chapter ini akan ada beberap scene yang saya ambil dari book L-N-F-I-L-W-Y-A punya temen saya Ichirisa

Bagi yang belum membaca booknya monggo mampir biar ngerti alur gabungan antara book ini dan book Tsukasa.

Sekian pidato saya.

Terima kasih banyak atas dukungan kalian semua 🤧 tanpa kalian book ini hanya sampah 😭😭

Sampi jumpa chapter depan 🤧

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro