Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dua

Hari-hari berlalu dan Harvi justru memilih 'kabur' dari Nadina. Tentu saja karena rasa bersalah yang menyerangnya. Ya padahal itu juga bukan salah Harvi kan tidak sengaja mengetahui rahasia Nadina?

Tetapi tentu saja menghindar saat mereka tinggal di satu gedung apartment yang sama dan bersebelahan sangatlah mustahil. Sepintar-pintarnya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Sama seperti Harvi yang meski sudah mengubah jadwal berangkat kantornya satu jam lebih awal dan pulang kantornya satu jam lebih lambat, pada akhirnya ia tetap harus berhadapan dengan Nadina juga.

Nadina juga sepertinya baru pulang kantor, terlihat dari gadis itu yang masih memakai setelan kerjanya. Nadina terlihat kesulitan dengan beberapa tumpukan paketnya, sepertinya karena Harvi berhenti membantu membawakan paketnya beberapa hari ini, Nadina juga baru sempat mengambilnya dari ruangan mailbox hingga semua paketya jadi menumpuk.

"Mau dibantuin aja Mbak bawanya? Tapi nanti maleman mungkin pas waktunya ganti shift, soalnya kalau sekarang saya cuma sendiri." Itu suara staff penjaga yang bertugas di ruangan mailbox.

Seharusnya Harvi pura-pura tidak mendengar percakapan itu dan segera berlalu, tetapi pada akhirnya, hati kecilnya berkata tidak. Ia maju mendekati Nadina yang masih bingung dengan tumpukan paketnya. "Nggak usah Pak, saya aja yang bawain."

"Eh?" Nadina tampak terkejut karena Harvi ternyata belum pergi dari ruangan tersebut. Mungkin setelah tadi sapaannya hanya dibalas asal lewat oleh Harvi, Nadina pikir Harvi memang sedang buru-buru. "Nggak usah Mas, nanti repot."

"Iya Mas, nggak apa-apa nanti sama saya aja nanti malem dianterin ke unit Mbak Nadina-nya langsung."

Ada perasaan tidak menyenangkan ketika mendengarnya. Harvi tidak tahu apa alasannya ia harus merasa demikian. Padahal memang itu bukan urusan dan kewajibannya. "Nggak apa-apa, sekalian saja sama saya. Paling saya pinjam trolly itu aja buat bawa barangnya ke atas," kata Harvi sambil menunjuk trolly untuk membawa barang yang ada di pojok ruangan.

"Oh iya silahkan Mas."

Nadina masih tidak bersuara ketika Harvi mengangkut paket-paketnya ke atas trolly. Harvi juga tidak berusaha membuka percakapan setidaknya sampai mereka sampai di depan lift barang.

"Mas Harvi...ini beneran nggak apa-apa?" tanya Nadina setelah mereka terperangkap dalam keheningan yang menjemukan. "Aku bawa sendiri juga bisa kok, pakai dorongan nggak berat."

"Nggak apa-apa Nad, udah sekalian aja." Itu adalah perkataan final dari Harvi. Dan mereka kembali terjebak dalam hening lagi sampai akhirnya pintu lift terbuka dan mereka berdua masuk ke dalamnya.

Perjalanan menuju lantai dua puluh enam terasa menyesakkan. Setidaknya bagi Harvi yang seketika tidak tahu harus bicara apa pada Nadina. Kalau saja Nadina tahu bagaimana isi kepala Harvi saat ini ketika melihatnya, gadis itu mungkin akan menamparnya. Kenapa isi mimpinya beberapa hari lalu harus terngiang lagi. Inilah alasan Harvi menghindari Nadina.

"Mas—"

"Nad—"

Keduanya bersuara di waktu bersamaan. Tetapi hal yang seharusnya menjadi canggung itu justru malah memecah tawa di antara mereka. "Kamu duluan aja, Mas," kata Nadira di sela tawanya. "Kamu mau ngomong apa?"

Tidak tahu. Harvi hanya ingin mengalihkan pikirannya jadi berinisiatif untuk mengajak Nadina mengobrol meski bahkan ia tidak tahu apa yang harus dibicarakan.

"Itu...brownies dari kamu kemarin enak."

"Oh...iya kan? Memang aku suka banget, favoritku dari zaman kuliah! Sampai tiap temen ke Bandung aku nitip! Nah kemarin kebetulan mereka udah bisa kirim antar kota juga, jadi aku pesan." Nadina selalu bersemangat saat bicara. Dan ia memancarkan aura yang juga positif untuk sekitarnya. Hal itu membuat lawan bicaranya selalu merasa nyaman. Termasuk Harvi.

Padahal mereka juga belum lama ini berinteraksi, tetapi tidak ada kecanggungan sama sekali. Setidaknya sampai insiden paket yang tertukar itu dan Harvi yang jadi tidak sengaja mengetahui rahasia Nadina.

"Kamu sendiri tadi mau ngomong apa, Nad?" tanya Harvi gentian. Tetapi, belum sempat Nadina menjawab pertanyaannya, pintu lift lebih dulu terbuka. Mereka bahkan tidak sadar sudah tiba di lantai dua puluh enam.

Obrolan mereka harus terputus sementara. Keduanya berjalan keluar dari lift dengan Harvi yang mendorong trolly dan Nadina yang berjalan di sebelahnya. Lagi-lagi mereka diselimuti keheningan. Tetapi kali ini, atmosfernya tidak sekaku sebelumnya.

Mereka sampai di unit Nadina. Lalu Harvi membantu Nadina meletakkan paket-paket itu di ruang tamunya. Harvi tidak sengaja melihat ke beberapa spot di unit Nadina yang menjadi latar foto-foto akun nadnad96. Dan hati Harvi seketika menjadi gusar karena khawatir, kepalanya mulai berpikir yang tidak-tidak lagi.

"Mas, mau minum kopi atau teh dulu? Kebetulan aku punya mesin nespresso, Mas suka kopi kan?" tanya Nadina yang sudah melepaskan blazzernnya dan menyisakan hanya dress fit body berwarna coklatnya saja yang membungkus tubuh indahnya. Cantik sekali.

Harvi langsung menggelengkan kepala dengan cepat. Bukan, bukan untuk jawaban dari pertanyaan Nadina tetapi untuk menghempas apapun itu yang ada di pikirannya. "Eh, nggak usah Nad. Aku langsung balik aja, capek habis ngantor tadi belum mandi dan makan malam juga. Kamu juga pasti capek, kan?" Tentu saja berduaan saja di dalam ruangan tertutup dengan Nadina adalah hal yang jelas harus dihindari Harvi saat ini.

Ada ekspresi kecewa di wajah Nadina, tetapi perempuan itu bisa mengontrolnya. "Oh gitu ya, yaudah kalau gitu sekali lagi makasih ya Mas Harvi untuk bantuannya."

"Sama-sama Nad, santai aja, lagian kita kan tetangga."

Nadina hanya tersenyum mendengarnya. Tetapi sebelum menutup pintu dan Harvi benar-benar pergi, Nadina berbisik yang membuat tubuh Harvi menegang sempurna. "Konten yang baru nanti special buat kamu."

***

Harvi baru selesai mandi dengan air dingin. Iya, padahal biasanya Harvi mandi dengan air hangat di malam hari karena sekalian merilekskan tubuhnya setelah seharian bekerja. Tetapi khusus malam ini, Harvi butuh air dingin untuk menjernihkan isi kepalanya. Atau menghilangkan rasa malu?

Harvi malu karena ternyata Nadina tahu bahwa ia langganan konten Nadina di onlyfans. Harvi memang mendaftar menggunakan email pribadinya, ia bahkan tidak repot-repot mengubah usernamenya menjadi nama samaran dan mnggunakan username yang disarankan dari website langsung yang mana menggunakan nama aslinya sama seperti di email.

Sebenarnya bisa saja kan Harvi mengelak bahwa itu bukan dirinya. Tetapi dari reaksi terkejut Harvi saja itu sudah menjawab segalanya. Alhasil, Harvi hanya bisa meringis sambil menahan malu.

Tetapi selain merasa malu, Harvi juga bingung. Fakta bahwa Nadina tahu kalau Harvi tahu tentang jatidirinya seperti bukan masalah. Nadina bahkan tidak terlihat keberatan sama sekali. Jadi, seharusnya Harvi juga sudah tidak perlu merasa bersalah lagi, kan?

Ting! Ponsel Harvi berbunyi menandakan satu notifikasi pesan baru.

Onlyfans! Nadnad96 has posted something! Click here to open their new post

Nadina memposting foto dirinya masih menggunakan pakaian yang sama saat bertemu Harvi tadi... tetapi bukan itu yang membuat hati Harvi berdebar hebat. Melainkan caption di bawah foto itu.

Special for u<3

Harvi tahu bahwa foto dan caption itu bahkan tidak ditujukan padanya seorang melainkan kepada semua yang sudah berlangganan konten Nadina. Tetapi ucapan Nadina tadi saat mereka akan berpisah membuat hati kecil Harvi menolak kenyataan. Kalau konten itu memang special untuknya.

Untuk pertama kalinya, Harvi menekan tombol likes pada postingan nadnad96.

***

Setelah hari itu, hubungan Harvi dan Nadina semakin berkembang. Tetapi pembahasan tentang siapa nadnad96 tentu tidak pernah menjadi perbincangan mereka. Seolah mereka sama-sama tahu dan itu menjadi rahasia. Harvi masih berlangganan konten Nadina di onlyfans, tidak berniat menutup akunnya atau membatalkan langganannya.

Bukan karena sayang sudah mengeluarkan enam ratus ribu, tetapi Harvi masih ingin melihat foto-foto cantik yang Nadina posting. Padahal, Nadina juga sudah mengajak Harvi bertukar akun Instagram yang mana Harvi bisa melihat foto-foto Nadina yang lebih jelas serta memperlihatkan wajah cantiknya dan tentunya, tidak ada satupun foto yang terkesan menggoda. Itu yang membuat feelsnya berbeda.

Meski di onlyfans Harvi tidak bisa melihat wajah Nadina, entah mengapa ia tetap menyukainya. Atau memang tanpa sadar Harvi sini sudah sepenuhnya menjadi lelaki mesum?

Iya, Harvi mengakui bahwa ia sepertinya menyukai Nadina. Nadina sendiri sepertinya sadar ketika pesan-pesan chat Harvi yang semula hanya soal paket perlahan berubah jadi obrolan-obrolan lain. Bahkan di hari Nadina tidak memiliki paket, Harvi tetap mengirimanya pesan. Dan karena itu, Harvi menganggap bahwa Nadina sadar mengenai perasaannya.

Jadi, selayaknya dua orang dewasa yang sedang di masa pendekatan. Mereka mulai bertukar pesan secara intens. Mengenal satu sama lain lebih dalam dan personal.

Beberapa menit kemudian, ponsel Harvi kembali bergetar di kantong. Harvi yang sedang mengobrol dengan temannya itu bahkan berhenti sejenak dan minta izin untuk mengecek ponselnya. Benar-benar sudah mulai bucin padahal pacaran saja belum.

Harvi mengingat-ingat apa ia pernah memberi Nadina masakan ibunya sebelum ini. Ibu Harvi memang kerap membawakan Harvi banyak masakan rumahan untuk stock di apartment Harvi setiap kali berkunjung. Biasanya saking banyaknya, Harvi sampai harus menyuruh Gerald ke apartment untuk membantu menghabiskannya karena takut keburu basi dan berjamur karena kelamaan disimpan di kulkas.

Harvi juga pernah beberapa kali berbagi makanan kepada tetangga apartmentnya, yaitu Nadina dan Joan yang unitnya berhadapan dengan unit milik Harvi. Karena jujur selain Nadina dan Joan, tidak ada lagi yang Harvi kenal. Tetapi seingat Harvi itu juga hanya berbagi Pizza dan ayam goreng salah satu resto fastfood karena ia pesan kebanyakan. Selebihnya, Harvi tidak ingat.

Tapi kenapa tiba-tiba Nadina meminta masakan buatan ibunya? Random sekali?

Harvi mengernyit membaca pesan Nadina yang malah mengirimkan fotonya. Foto itu diambil waktu mereka work from café bersama beberapa hari yang lalu di coffee shop tidak jauh dari apartment mereka.

"Vi, kok bengong? Lo mau di situ sampai restonya tutup?" Teman kerja Harvi menepuk pundaknya. "Denger nggak, sih?" tanyanya karena Harvi masih terdiam memandangi ponselnya.

Harvi dengar, tetapi memilih tidak peduli. Kepalanya hanya berisi pertanyaan apa yang salah dan apa tadi gue bikin Nad kesel juga sejuta pertanyaan lainnya. Harvi sampai bolak-balik membaca ulang pesan singkat mereka tetapi masih tidak menemukan di mana masalahnya.

Tidak ada pilihan lain selain lagi-lagi Harvi harus bertanya pada Gerald. Karena meski menyebalkan dan sering menggodanya, Gerald juga yang selalu membantu Harvi.

Tanpa berpikir panjang, Harvi langsung berlari menuju ke parkiran, meninggalkan rekan-rekan kerjanya yang kebingungan karena lelaki itu yang pergi begitu saja bahkan tanpa berpamitan.

"Buset, kenapa tuh si Harvi tumben amat cabut gitu aja biasanya semua orang dia pamitin?"

"Nggak tau, dari abis baca chat langsung kabur. Kebelet kali."

*

*

*

Abis ini last part ya. Kok pendek? Ya soalnya ini cuma short story aja hehehe. Jangan lupa likes dan commentnya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro