Door 4. Gryphon Story
• WELCOME TO BROKEN WONDERLAND, ALICE •
Pintu keempat pun terbuka...
Ketika Lacie memasuki pintu keempat, pemandangan yang dia lihat kembali berubah. Entah sudah keberapa kalinya dia melakukan perjalanan ini dan matanya masih tidak terbiasa dengan segala perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Jelas itu membuatnya sedikit kewalahan, namun demi memperbaiki Wonderland, hanya ini satu-satunya yang bisa dia lakukan.
Langkahnya terhenti ketika sadar pemandangan di sekelilingnya kian membaik dan terlihat jelas. Tanpa dia sadari, sekarang Lacie telah berdiri di depan sebuah pagar tinggi berwarna emas dan merah.
Ahh, perasaannya sangat tidak enak mengenai ini.
Bahkan ketika dia melihat istana berwarna hitam emas dan merah itu berdiri kokoh di balik pagar raksasa itu, menyiratkan rasa kekuasaan yang kuat, dan rasa intimidasi yang menakutkan.
Istana Red Queen, disinilah dia berada.
"Siapa disana?"
Sebuah suara mengejutkan Lacie, dan dia jelas tidak punya banyak pilihan di tempat terbuka itu. Setidaknya dia bisa kabur, namun itu bukan pilihan yang baik. Pada akhirnya Lacie berdiri di sana dalam diam, dengan badannya yang terasa kaku sesaat.
Kepalanya mendongak untuk melihat siapa yang memanggilnya. Netranya segera bertubrukan dengan netra kuning cerah milik sang pria di balik pagar. Memakai kemeja hitam dan celana hitam, dan rambutnya yang berwarna pirang kecokelatan seolah bersinar ditempa cahaya matahari.
"Sa-saya..." Lacie tidak tahu harus berkata apa mengenai hal itu. Jelas, dirinya disini memiliki peran tersendiri. Menjadi kakaknya, Alice. Namun dia kembali ragu untuk mengatakan kalimat itu, karena terasa berat baginya mengucapkan nama kakak yang dia sayangi itu.
"Alice?"
Pertanyaan itu--panggilan tepatnya-- terdengar dari mulut sang pria yang Lacie rasa lebih tua dari dirinya itu. Pikirannya mencoba memproses siapa sosok di depannya, dan melihat keadaan sekitarnya yang sudah pasti mendukung cerita sang pemilik pintu.
Red Queen? Sepertinya bukan. Sosok di depannya ini sudah pasti bukan perempuan.
Frog-footman? Tidak, dalam catatan Alice, dia tinggal bersama Duchess.
Knave of Heart? Mungkin saja. Wujudnya pasti seorang pria, kan?
"Gryphon?"
Di satu sisi yang mengejutkan, nama itu keluar dari mulut Lacie. Sesaat pikirannya melintaskan nama itu, dan mulutnya bergerak dengan sendirinya mengungkapkan nama yang naik ke permukaan pikirannya itu. Dan awalnya dia mengira kalau dia mungkin salah mengucapkan nama, bersiap memperkuat kakinya karena mungkin akan berlari dikejar.
Namun ketika melihat binaran haru di mata sang pria, Lacie tahu kalau dia telah mengucapkan nama yang benar. Karena sosok itu segera membuka pintu pagar besar emas itu dan berhamburan keluar untuk memberikan pelukan erat pada Lacie.
"Alice!! Aku merindukanmu!!"
Seruan pria yang terdengar keras itu terdengar berbeda dari sebelumnya, seolah mereka adalah dua orang yang berbeda. Namun tidak, mereka tidak berbeda, sehingga ketika Lacie melihatnya, pria itu bahkan telah menitikkan air matanya karena rasa terharu.
"A-ah...aku...kembali, Gryphon." Ucapan asing yang kaku itu keluar dari mulut Lacie. Dan insting Gryphon yang tajam pun segera membuat pria itu mundur selangkah, mencengkram erat kedua bahu Lacie kemudian dan menatap gadis itu dalam-dalam, seolah sebuah informasi bisa terkuak begitu saja hanya dengan tatapan singkat itu.
"Apa itu benar, Alice?? Bahwa kau telah kehilangan memorimu??"
Ah, pertanyaan yang sama. Sudah tiga pintu yang dilalui Lacie, dan dia mendapatkan pertanyaan yang sama berturut-turut. Tentu itu tidak bisa dipungkiri, karena kakaknya Mary yang datang kedunia ini sebelumnya, membuat kenyataan palsu bahwa dia kehilangan ingatannya ketika tiba di dunia ini.
Lacie tersenyum kaku. Entah karena berniat memperlihatkan reaksi bahwa ucapan itu mungkin benar, atau mungkin karena mulai merasa sakit di bahunya karena cengkraman kuat dari Gryphon.
"Seperti yang dikatakan oleh Mad Hatter," ujar Gryphon lagi.
Mad Hatter, sosok yang paling dekat dengan kakaknya--Alice-- di dunia ini. Dunia Wonderland ini. Karena itu Lacie berpikir tidak masalah menyebutkan nama pria itu, karena orang-orang di dunia ini pun pasti mendengar ucapan itu dari Mad Hatter.
Tunggu.
Bukankah tadi ada Chesire Cat juga?
Dia yang pertama kali bertemu dengan Mary, kan?
Tidak, dalam catatan kakaknya, Gryphon mendengar kabar ini dari Chesire Cat, namun mengapa Gryphon dihadapannya ini mengatakan kalau Mad Hatter yang mengatakannya? Mungkinkah Mad Hatter pun mengklarifikasikannya dengan penduduk Wonderland lainnya?
"Alice? Kau nampak bingung," gumam Gryphon bingung saat sadar Lacie pucat dan nampak melamunkan sesuatu. Wajah sang pria seketika kembali khawatir, tidak ingin temannya ini memikirkan sesuatu yang mungkin saja bisa memberatkan pikiran Alice. Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh Gryphon. Seketika panggilan itu membuyarkan lamunan Lacie.
"O-oh, maafkan aku! Hanya...hanya mencoba mengingat-ngingat," kekeh Lacie seraya mengusap kepalanya gugup. Takut kalau Gryphon mungkin menyadari ada yang mencurigakan baginya disini. Dia harus bisa menjalankan skenarionya dengan baik. Menyadarkan Gryphon bahkan sebelum pria itu sendiri menyadari keganjilan Lacie.
Bahkan sebelum kegelapan berhasil menangkap dirinya juga. Lacie tahu yang perlu dicarinya di dunia ini adalah keberadaan kedua kakak perempuannya. Karena itu sang gadis tidak bisa berhenti disini.
Aku tahu, dunia ini akan segera hancur.
Istana sudah mulai hancur.
Ah, apa aku bermimpi
Istana merah masih berdiri dengan tegak disana...
Di balik kegelapan dan kesedihan....
"Hah?"
Netra Lacie mengerjap beberapa kali tersadar dengan suara yang kembali menggema dalam pikirannya. Ahh, harusnya dia sudah terbiasa dengan itu. Setelah memasuki pintu keempat pun, Lacie bahkan masih tidak terbiasa dengan suara-suara yang memenuhi benarnya itu. Suara isi hati Gryphon, yang bahkan terlukiskan dengan jelas di dalam buku harian milik kakaknya, Alice.
Namun di hadapannya, sang pria bahkan terlihat biasa saja, tersenyum pada Alice dengan ekspresi yang bahkan tidak menunjukkan keganjilan sama sekali. Sisa-sisa Wonderland, yang bahkan masih membuat Gryphon tidak menyadari apa yang terjadi.
Ah, mungkin itu salah. Mungkinkah ini adalah mimpi? Bagaimana Gryphon tidak bisa menyadari kehancuran Wonderland menjadi Broken Wonderland?
Apa semua ini bahkan nyata? Jemari Lacie yang terulur mengenai pagar kerajaan Istana Red Queen. Namun tempat ini, kelewat tenang tanpa kehadiran satu pun prajurit kartu. Ahh, Lacie ingat dengan cerita Alice, yang dengan bangga dan beraninya menceritakan betapa indahnya Istana Red Queen di dalam mimpi sang wanita.
Ya, andaikan ini adalah mimpi, Lacie berharap bisa bangun dan mendapati kedua kakaknya tidak benar-benar hilang ditelan Wonderland.
"Ayo masuk, Alice! Ah, rasanya menyenangkan sekali bisa bertemu denganmu lagi. Bagaimana keadaanmu? Apakah kehidupan di dunia aslimu tidak begitu menyenangkan hingga kau memilih untuk kembali ke sini lagi?"
Gryphon terkadang berbicara tanpa berpikir terlebih dahulu. Namun di satu sisi, sang gadis tidak menangkap adanya nada merendahkan atau mengejek pada kehidupan Alice yang asli di dunia nyata. Kakak pertamanya terlalu sempurna, terlalu bersinar, terlalu terkekang hingga rasanya wanita itu mungkin sudah muak dengan layaknya hidup seperti burung dalam sangkar.
Apa itu menjadi alasan Mary tidak menyukai Alice juga?
"Alice?"
Panggilan itu membuat Lacie mau tak mau kembali tersenyum tipis, berusaha keras menyerupai kakak pertamanya yang sempurna, dengan netra berkilat menyembunyikan banyak hal dari pria di hadapannya ini. "Aku tepat di belakangmu, Gryphon."
Langkah Lacie kembali mengikuti Gryphon, dengan pandangan yang mengedar kesana kemari untuk melihat isi halaman besar Istana Red Queen yang bahkan masih begitu jauh dari bangunan megah yang begitu tinggi dan berkarisma. Kalau-kalau Lacie lupa bahwa aslinya Istana itu telah tenggelam dalam kegelapan Broken Wonderland bersama pemimpinnya.
Gryphon membawanya ke sisi taman yang lain, menjauhi jalan utama menuju istana Red Queen. Kaki kecil sang gadis mengikut di belakang, sadar Gryphon mengajaknya menuju danau kerajaan Red Queen. Sebuah taman yang begitu besar, indah dihiasi pohon Willow yang tinggi dan semak-semak bunga mawar berwarna merah.
Oh, siapapun juga pastinya tahu kalau itu adalah bunga kesukaan Red Queen. Dan pohon itu terasa begitu familiar bagi Lacie. Dirinya ingat di rumah, dia punya satu yang seperti itu.
"Ngomong-ngomong, apa kau sudah bertemu Doormouse? Dia terlihat panik ketika mengetahui kabar kalau kau kehilangan ingatanmu, Alice." Pertanyaan itu keluar dari mulut Gryphon ketika sang pria sekilas berbalik dan tersenyum manis memandang Lacie.
Ada rasa rindu yang terpancar jelas disana, menandakan bahwa Alice benar-benar disayangi teman-temannya disini. Mereka yang menerima Alice tanpa memandang siapa sang wanita, dan mengapa dirinya bisa ada disini.
Di satu sisi, Mary yang bahkan terabaikan di kedua sisi dunia, membuat Lacie sadar, kakaknya itu pun...sama-sama tidak ada yang sempurna.
"U-uhmm, ya, kurang lebih. Tenang saja, Gryphon." Lacie tidak berbohong. Dia memang sudah bertemu Doormouse. Namun sang gadis tidak yakin Doormouse mana yang dimaksudkan Gryphon. Karena meskipun dunia ini satu, pikiran dari para penduduknya pun berantakan disini. Sehingga Lacie tentu harus berhati-hati.
Aku ingat ketika gadis itu datang...
Dia sangat ceria...
Selalu tertawa dan tersenyum, membuat dunia ini menjadi bertambah cerah.
Dunia ini tidak lagi merasakan kebahagiaan yang sama dan membosankan sejak datangnya gadis itu.
Dunia ini menjadi lebih baik daripada kebahagiaan semu yang biasanya.
Dengan adanya gadis itu, dunia ini akan menjadi lebih ceria.
Netra Lacie mengernyit mendengar ucapan yang terdengar sama dengan suara Gryphon. Oh, bukan maksud Lacie menyalahkan pemikiran Gryphon. Pria ini tidak salah, karena dia pun hanya menjalankan perannya sebagai penduduk disini.
Hanya saja, ironis sekali pemikiran Wonderland yang hanya bisa menerima satu Alice saja. Di satu sisi, Lacie jelas merasa kasihan pada Mary yang tertolak, namun tidak bisa menyalahkan Alice akan hal itu. Keduanya hanyalah gadis yang malang, datang ke sini dan terjebak dalam hal yang sudah menjadi takdir mereka.
Dunia yang cerah, terlepas dari kehidupan monotonnya ketika Alice datang dan menghidupkan dunia ini. Di satu sisi, Mary yang mencari sebuah tempat agar dirinya dapat diterima, kembali lagi-lagi diabaikan seperti ini.
"Tempat ini...apa, Gryphon?"
Langkah Lacie terhenti seketika saat mereka melewati perempatan taman. Dengan tujuan yang seharusnya lurus ke depan. Namun papan di pinggiran perempatan itu menarik perhatian Lacie, membuat sang wanita memandang ke arah jalur sebelah kanannya dimana tertulis dengan sangat jelas disana.
Labyrinth --->>
Gryphon yang ditanya pun berbalik, memandang ke arah marah Lacie memandang pula, sadar dari kejauhan, mereka bisa melihat dinding semak tinggi dan panjang membentuk tembok yang telah ditata begitu rapi menyembunyikan apa yang ada di baliknya.
"Labyrinth. Itu dibuat untuk mengasah otak siapapun yang ingin masuk, salah satu kesukaan Red Queen. Tentunya dengan tujuan mencari jalan keluar. Meskipun ya, sejauh ini yang bisa keluar tanpa bantuan hanya Queen of Heart sendiri, Duke dan Duchess yang pintar dan Chesire yang kelewat curang, hehe."
Tawa kecil lolos dari mulut Gryphon ketika bercerita. Mengucapkan nama asing yang pernah dibaca Lacie di satu tempat pula. Ahh, Duke. Saudara laki-laki dari Duchess. Dalam diary Alice, mereka adalah sepasang kembar yang adalah adik dari Queen of Heart. Sosok yang menyadari kehancuran Wonderland ini sampai ke titik dimana mereka bahkan tidak berbuat apa-apa untuk mengubahnya.
"Apa Alice ingin bertemu dengan mereka, Duke dan Duchess, maksudku?" tanya Gryphon. Netra kuning cerah Gryphon menatap dengan penasaran, ingin tahu apakah Lacie ingin bertemu keduanya, mengingat bagaimana hubungan Alice yang asli dengan kedua kembaran itu. Alice pastinya sudah menjadi penolong bagi kedua sosok itu.
Sontak kepala Lacie menggeleng. Belum saatnya dirinya bertemu dengan kedua sosok itu. Tempat ini begitu asing baginya, bahkan meskipun Lacie sudah melewati tiga pintu pertama. Dirinya tidak tahu bagaimana bisa menghadapi apa yang akan terjadi kedepannya. Bahkan disaat dunia ini sehancur ini, yang bisa dilakukan Lacie hanyalah melihat dan mencoba membantu mereka satu persatu.
Melepas belenggu Broken Wonderland yang tetap menahan mereka dalam kegelapan abadi.
"Tidak perlu, aku akan mengunjungi mereka lagi nanti."
Lacie tidak bisa mengambil resiko mengunjungi kedua sosok itu di dunia milik Gryphon ini. Setidaknya bukan disini, dan tidak disaat Gryphon sendiri masih belum sadar dengan kejamnya dunia Broken Wonderland ini. Kalau sesuatu terjadi disini dan Lacie tidak bisa menghentikannya, maka tamatlah riwayatnya. Dia bahkan tidak akan bisa menyelamatkan dunia ini lagi dari hal mengerikan manapun itu.
"Ah, baiklah, Alice."
Sang pria mengangguk singkat dan tersenyum tipis. Mengerti kalau mungkin Lacie selaku Alice mungkin masih ingin mengingat seluk beluk dari Wonderland ini. Karena itu, dia pun mengabaikan sepenuhnya eksistensi Labirin yang ditunjuk Lacie tadi dan berbalik untuk berjalan ke arah tempat tujuannya lagi.
Lacie mengikuti dalam diam di belakang sang pria, matanya sesekali melirik semak-semak bunga mawar yang menghias sejauh mata memandang. Kerajaan Queen of Heart memang seindah ini, namun entah mengapa Lacie merasa ada yang aneh di tempat ini. Alih-alih dirinya melupakan kenyataan kalau Queen of Heart terkurung di dalam istananya yang telah tenggelam dalam kegelapan Broken Wonderland.
Apa semua itu terjadi karena kepergian Alice yang asli kembali ke dunianya? Lalu bagaimana jadinya kalau dulu Alice memilih untuk tinggal di Wonderland?
Tapi bagaimana pun juga, dia harus kembali, bukan?
Kembali ke tempatnya berasal....
Dan dia pun akhirnya pergi....
Sebelum pergi, dia berjanji akan kembali ke sini
Lacie tersentak dengan suara yang terdengar dalam benaknya itu. Tubuhnya sejenak kaku dalam pemikirannya sendiri. Sesaat berpikir dia mengungkapkan apa yang dipikirkannya, dan dengan bodohnya berpikir Gryphon menjawab pertanyaannya segera. Alih-alih itu hanyalah potongan dari masa lalu dan pemikiran Gryphon yang mulai bergentayangan dalam benak sang gadis muda.
'Ah, ini benar-benar akan mempengaruhiku,' batinnya mulai mengkhawatirkan dirinya sendiri. Mungkin dia masih belum merasakan dampaknya ketika berada di dalam dunia pintu sebelumnya. Tapi ketika datang kesini, entah mengapa suara itu terdengar jauh lebih nyata, seperti berbicara langsung padanya.
Seperti berada di dunia mimpi dan Lacie sedang bermimpi sekarang.
"Alice, kita sampai!"
Seruan Gryphon terdengar sampai di telinga sang gadis. Dan ketika netra Lacie memandang, warna putih memenuhi pemandangan yang begitu indah. Kali pertama dirinya mendengar itu, Lacie tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bunga-bunga itu berwarna putih, satu hal yang mustahil didengar Lacie bahkan dari cerita kakaknya tentang dunia Wonderland ini.
Sang Queen of Heart tidak menyukai warna putih. Bukan, secara teknis dia tidak bisa menerima warna putih. Entah karena alasan apa, namun sejauh yang Lacie ingat, Alice mengatakan bahwa kerajaan sang Ratu dipenuhi dengan bunga mawar berwarna merah. Namun kenapa bunga-bunga ini sekarang ada disini?
"Ini...bunga mawar putih? Kenapa...Gryphon?"
Oh, mungkin itu adalah reaksi yang benar? Karena Lacie bisa melihat tingkah Gryphon yang malu-malu, menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan terkekeh kecil seperti seorang anak yang polos. Entah mengapa Lacie merasa memang ada yang berubah pada Wonderland dibandingkan dengan kehadiran Alice disini sebelumnya.
"Ini hadiah untuk Alice. Queen of Heart memang tidak menyukai bunga mawar putih. Tapi setelah Alice menjadi teman Queen dan kembali ke dunianya, Ratu tiba-tiba meminta kami untuk menanam mawar putih. Sebagai hadiah bagi Alice disaat dirinya kembali nanti."
Jawaban Gryphon sudah cukup untuk meyakinkan Lacie bahwa betapa kakak pertamanya itu dicintai di dunia ini. Dunia yang menerima dirinya, dunia yang tidak memandang Alice lebih dari seorang wanita berharga. Ah, bahkan di dunia ini pun, Alice begitu disayangi. Bahkan sampai ke akar-akar Wonderland pun, Lacie tidak perlu meragukan kesetiaan Wonderland pada kakak pertamanya.
Dicintai dan dihargai.
Satu hal yang tidak akan pernah bisa didapatkan oleh Mary dimana pun. Bahkan...meskipun sang wanita datang ke sini pun, tempat ini hanya akan memandang Mary sebagai sosok yang tidak diterima.
Kalau begitu, apakah dari awal memang Mary tidak akan bisa diterima di tempat ini?
Lacie memaksakan senyuman tipis di wajahnya, meskipun dalam hatinya dia merutuki Wonderland yang sejak awal menyiksa kakak keduanya secara tidak langsung. Oh, mungkin dirinya bersalah pada Alice yang asli, karena membenci Wonderland yang ternyata tidak ada bedanya dari orang-orang di dunia asli.
"Ini indah sekali, Gryphon. Terlihat sangat indah." Hanya itu ucapan pujian yang sanggup lolos dari mulut Lacie. Langkah Lacie maju, mendekati semak mawar yang berada paling dekat dengannya. Tangannya terulur, dan tubuh itu membungkuk sedikit, mendekatkan hidungnya pada kelopak mawar putih yang begitu harum itu. Saking harumnya sampai rasanya Lacie muak mencium baunya di tengah pikirannya yang kacau akan masalah Wonderland ini.
Tidak ada bedanya? Bagaimana bisa Lacie yang bahkan tidak mengerti penderitaan Mary mengatakan itu?
2 tahun berlalu...Aku mendengar kabar bahwa dia telah kembali.
Ya, tentu dia kembali. Kucing itu membawanya ke sini...
Aku senang melihatnya lagi...Temanku akhirnya kembali...
Tapi...
Eh? Dia terlihat sedih...
Apa yang terjadi?
"Selama dua tahun kau menghilang, kami membuat ini dengan harapan Alice menyukainya. Bagaimana, apa ini cukup untuk membuatmu betah tinggal disini?"
Suara Gryphon dalam benaknya bercampur dengan suara sang pria secara langsung. Namun Lacie menyadarinya. Perbedaan itu begitu nyata, begitu terasa. Suara putus asa Gryphon di dalam benaknya, dan suara ceria sang pria yang sedang berdiri di hadapannya, penuh suka cita memandang Lacie sembari mengucapkan pengharapan terdalamnya.
"Eh?"
Tapi dia bilang apa?
"Gryphon--!"
Secepat angin, pergerakan Gryphon mendekati Lacie ketika gadis itu berbalik. Tangan besar itu mencengkram erat leher sang gadis yang lebih muda, membuat Lacie seketika sulit bernafas. Cengkraman Gryphon terlalu kuat, membuat tangan kecil Lacie yang terangkat mengais-ngais hanya bisa mencengkram tangan Gryhon, walaupun rasanya itu tidak ada gunanya.
Apalagi ketika matanya menangkap senyuman manis Gryphon di hadapannya, dengan bayang-bayang bagaikan kepala rajawali berbadan singa bersayap yang memandang dengan mata merahnya secara langsung pada sang gadis. Lacie tidak menyadari kalau akan secepat ini korupsi bayangan akan terjadi pada Gryphon.
"Kau tetap akan tinggal bersama kami, kan? Benar kan, Alice? Hei, jawab aku."
Suara Gryphon kelewat tenang membuat bulu kuduk Lacie seketika berdiri. Dirinya merinding, dan hawa dingin itu dirasakannya di kulitnya. Dengan susah payah, tangannya bergerak-gerak mencoba melepaskan cengkraman di lehernya itu. Namun usahanya sia-sia saja, karena semakin dia berusaha melepaskannya, semakin keras pula cengkraman Gryphon di lehernya.
"U-ugh...G-gry...phon..!"
Suara parau yang lirih itu keluar dari leher Lacie yang bahkan tidak diberi kesempatan untuk melawan. Dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk memproses apa yang terjadi pada dirinya. Alih-alih sekarang berpikir apakah dia akan mati secara langsung di tangan Gryphon? Padahal dia baru saja masuk ke dalam pintu keempat ini.
Namun sang pria bahkan tidak menggubris ucapan sang gadis, dan semakin mengeratkan cengkramannya. Di matanya, dirinya tidak ingin lagi kehilangan Alice. Netra yang bersinar redup penuh dengan kegelapan itu memandang Lacie, menyiratkan perasaan yang bahkan tidak akan bisa dimengerti orang lain.
"Aku rasa aku akan bermimpi indah, karena ada Alice di sisiku, haha!"
Ah, apa aku bermimpi lagi? Lebih baik aku harus segera bangun.
"Awas, Lacie!!"
Seruan itu membuat mata Lacie membelalak, dan beberapa detik kemudian, sebuah sekop besar menghantam kepala Gryphon membuat sang pria seketika merintih kesakitan, melepaskan cengkraman tangannya pada leher Lacie dan terjatuh ke samping karena pukulan keras itu.
Segera saja Lacie yang jatuh terduduk, terbatuk-batuk sembari berusaha mengumpulkan nafasnya, lalu merangkak untuk menjaga jarak. Walaupun yakin dirinya tidak salah dengar dengan seruan yang memanggil nama aslinya, di sela-sela pikirannya yang dipenuhi dengan potongan masa lalu pemikiran Gryphon.
Matanya menoleh ke samping, menyadari penampilan yang tidak asing baginya. Padahal rasanya baru saja dia bertemu dengan laki-laki ini, namun Lacie dikejutkan dengan kehadiran pemuda berambut putih kecokelatan ini disini, dengan tangan yang terangkat, menggenggam erat sebuah sekop besar yang entah di dapatkannya dari mana.
"Ma-March Ha..re...?" panggil Lacie tidak percaya.
Lacie tidak tahu harus bagaimana meresponnya. Karena sosok yang ada di hadapannya, sosok yang menyelamatkannya ini adalah March Hare, pemuda yang diselamatkannya di pintu ketiga. Bagaimana bisa dirinya ada disini?
March Hare di satu sisi segera melempar sekopnya, berlutut di samping Lacie dan memandang sang gadis dengan khawatir. Netra perak itu terlihat menyiratkan kekhawatiran, namun sesaat kemudian melirik Gryphon lagi dengan pandangan waspada. Pria lain yang lebih tua itu merintih kesakitan di posisinya yang terbaring ke samping karena terjatuh, menyentuh kepalanya yang tentunya sakit setelah dihantam dengan sekop besi itu.
"Hmm, ini aku! Kau tidak apa-apa? Apa lehermu sakit, itu sepertinya akan membekas," ujar March Hare dengan khawatir, mengulurkan tangan pucatnya dengan ragu-ragu ke sisi leher Lacie.
Itu merah, tentu saja. Cengkraman Gryphon pasti begitu kuat sehingga menimbulkan rasa sakit. Namun Lacie membuka mulut berusaha untuk berbicara. Bukan saatnya bertanya mengapa Hare ada disini, karena ada hal lain yang lebih penting dari itu.
"Aku..tidak apa-apa. Hanya saja...kita...kita harus hati-hati pada Gryphon, dia--!!"
Seperti menjawab penjelasan Lacie, angin kuat menghembus ke arah mereka membuat semak-semak mawar itu bergerak-gerak dan beberapa helai bunga mawar putih itu berterbangan kemana-mana. Tidak jauh dari mereka, Gryphon terlihat terduduk sembari menyentuh sisi wajahnya. Namun apa yang lebih menarik perhatian Hare dan Lacie adalah sosok di belakang Gryphon.
Makhluk berbadan singa bersayap dengan kepala Rajawali itu memandang tajam ke arah Lacie dan March Hare dengan tajam. Seolah bisa kapan saja melahap keduanya.
"Beraninya...Beraninya kau, Hare! Padahal, padahal aku sudah menyiapkan semua ini untuk Alice!!"
Seruan Gryphon terdengar menggema di taman bunga mawar putih itu. Penuh intonasi tajam dan ganjil. Netra kuning cerah sang pria memandang tajam ke arah Hare dan Lacie. Seperti sesosok predator yang tidak akan melepaskan mangsanya begitu saja. Dan seketika Lacie merasa bahwa ada yang ganjil disini.
Tidak mungkin Gryphon seperti ini. Tidak, Lacie memang tidak mengenal Gryphon secara langsung. Namun melalui cerita kakaknya yang sedikit sedikit mulai diingat Lacie, dia tahu ada yang salah.
"Itu bukan Gryphon."
Tangan Hare terulur ke arah Lacie, menggenggam tangan sang wanita dengan erat untuk mengisyaratkan sesuatu. Yang diketahui Lacie, baik Hare serta Mose dan Cate tidak menunjukkan reaksi seperti ini ketika sisi gelap mereka muncul. Ini terlihat begitu parah, begitu ternodai, begitu...
"Kau bukan Alice."
Suara statis yang ganjil itu menyentakkan Lacie, dan sekali lagi matanya jauh memandang ke belakang Gryphon, tepat ke arah sosok bayangan di belakang sang pria. Itu terasa begitu ganjil, begitu mencekam, dan Lacie sadar bahwa dirinya....telah disadari. Netra Lacie segera membelalak melihat bayangan itu membuka lebar sayapnya yang hitam, dan segera menghempaskan angin kuat ke arah Lacie dan Hare.
"Menunduk!!"
Dengan segera Hare menarik tangan Lacie ke arah bawah sehingga sang gadis pun ikut jatuh tengkurap di atas rerumputan taman tersebut. Segera saja angin kuat bagaikan bilah pedang terbang di tempat mereka tadi dan memotong semak-semak mawar yang berada di belakang mereka. Oh, terlambat sedikit saja dan Lacie yakin kepalanya akan terpenggal, menodai mawar-mawar putih indah itu dengan darahnya.
Di sisinya, Hare terlihat kembali duduk dengan cepat, masih waspada dengan keberadaan Gryphon yang benar-benar terlihat ganjil. Dia yakin, Gryphon yang dikenalnya bukanlah seperti itu. Sang pria yang selalu terlihat mengantuk, bukanlah sosok yang mengerikan seperti ini.
"Gryphon!!"
Tempat itu dengan cepat berubah berantakan, dengan hempasan angin dimana-mana yang begitu mematikan dan menumbangkan beberapa pohon besar di sekitar mereka. Bayangan di belakang Gryphon masih menggerakkan sayapnya, mengepakkannya seperti burung elang yang siap untuk terbang. Namun yang ada, aliran angin yang kuat justru tercipta, merusak taman indah itu.
Panggilan Lacie tadi tidak ada gunanya. Sang pria yang lebih tua itu sendiri tidak memberikan respon yang berarti. Seolah tidak ada orang lain di dunia ini. Seolah dirinya terjebak di dalam mimpi. Tenggelam begitu dalam, ke jurang kegelapan yang melahap Wonderland.
"Tidak ada gunanya. Mungkin aku harus mencoba maju dan memukul kepalanya lagi," ujar Hare yang sadar panggilan Lacie tidak berguna. Matanya dengan segera bergerak mencari dimana sekopnya berada tadi. Namun entah karena benda berat itu telah terbang diterpa angin kuat ini atau tertimbun beberapa semak yang sudah tumbang, Hare tidak menemukannya dimana pun.
Lacie yang sadar bahwa itu mungkin tidak akan terlalu berguna, terdiam. Apa dirinya telah gagal disini? Padahal dia sudah berusaha melakukan yang terbaik. Memangnya apa yang salah dengan pintu milik Gryphon ini? Apa yang membuatnya menyadari kalau Lacie bukanlah Alice yang sesungguhnya.
"Lacie, dengarkan aku. Ini mungkin tidak akan terlalu berguna. Tapi aku akan mencari apapun yang bisa kugunakan untuk menumbangkan Gryphon. Selagi aku melaku--Lacie!!"
Genggaman tangan Hare terlepas pada sang gadis, dan dengan segera Lacie berdiri dari duduknya dan merentangkan tangan di hadapan Hare, membelakangi sang pria berambut putih kecokelatan itu. Netra sang gadis terpusat pada Gryphon, dan sadar dengan segera bayangan besar di belakang sang pria pun menghentikan serangannya.
"Bangunlah, Gryphon!!!" seru Lacie kemudian dengan keras, dan seketika hempasan angin kencang itu seketika mereda secara spontan, membuat bunga-bunga mawar putih itu terhempas dan kelopaknya terbang kemana-mana. Gryphon bereaksi dengan suaranya, begitu pula dengan bayangan hitam di belakang sang pria yang berhenti mengepakkan sayapnya.
Netra Hare membelalak menyadari kalau Gryphon seketika memberikan respon. Apa dia berhenti karena melihat Lacie berdiri di dalam jangkauan serangan itu? Apakah Gryphon sendiri masih mengakui Lacie sebagai Alice yang asli?
"Ini semua hanya mimpi!! Kau sendiri yang paling tahu bahwa ini hanyalah mimpi!!"
Netra kuning cerah Gryphon melebar. Suara itu berhasil menyentakkan sesuatu di dalam dirinya. Sedangkan sosok bayangan hitam di belakang sang pria terlihat bergerak gelisah, seolah takut dengan sesuatu. Apa dirinya menyadari sesuatu yang ganjil disini?
"A-Alice...? Aku...aku sudah tidak...tahan lagi."
Ucapan itu membuat Hare membelalak. Pemuda itu jelas mengenal Gryphon dengan baik, dan suara itu mengingatkannya akan Gryphon yang sebenarnya. Mengingatkannya akan sosok yang sudah begitu lama dikenalnya, begitu diperhatikannya dan dipedulikannya. Sosok yang begitu mengagumi Alice dan menyayanginya.
Lacie meringis mendengar ucapan itu. Bagaikan sayatan besar di hatinya, nama itu menorehkan luka yang begitu dalam di hatinya. Padahal dia tidak mengenal Gryphon dengan baik, namun rasanya begitu sakit mendengar ucapan itu. Apa karena mendengar cerita Alice terus menerus, dia merasa kalau dirinya mungkin sudah perlahan mengenal dunia ini.
"Kau tidak perlu melakukan ini... Gryphon. Kau tidak perlu menanggungnya sendirian."
Senyuman lembut menghiasi wajah Lacie, dan tangannya terulur ke arah sang pria, sembari berjalan mendekati Gryphon yang berjarak beberapa meter di hadapannya. Pria itu terlihat ragu, memandang Hare dan Lacie bergantian. Meskipun entah mengapa sekarang dirinya mulai melihat kenyataannya.
Yakin wanita di depannya ini berbeda pula dengan Alice. Ah, dirinya tidak bisa membedakannya. Bahkan ketika dunia jatuh ke dalam kegelapan terkelam, dirinya mengira kalau dia masih tertidur. Hempasan angin itu lambat laun mereda, dan dengan bayangan hitam di belakang sang pria pun menunduk, menatap lurus ke arah Lacie dengan mata merahnya yang menyala.
Ah, Lacie ingat peringatan Ilyria. Tidak ada yang stabil di dunia Broken Wonderland ini, terutama orang-orangnya. Dia memandang sekeliling, melihat langit yang mulai retak di kejauhan, begitu pula dengan tanah tempat mereka berpijak, hancur bagaikan gumpalan-gumpalan kaku yang pecah. Sekali lagi Lacie memandang Gryphon yang menunduk penuh keraguan, mengangkat sebelah tangannya dengan kaku, ragu antara bergerak maju untuk meraih tangan Lacie atau tidak.
Apakah ini bagian dari mimpi Gryphon? Harapan untuk memperlihatkan hal indah di dunia ini bagi Alice yang asli?
"Sayangnya aku bukan Alice, tapi...aku akan membantumu memperlihatkan hal indah ini pada kakakku, Gryphon."
Ungkapan itu menghantam tepat ke dalam diri Gryphon, membuatnya ingat dengan apa yang terjadi. Dirinya terjebak dalam kegelapan setelah menunggu kembalinya Alice setelah dua tahun kembali ke dunia aslinya. Dan seketika dirinya pun tersadar dengan memori yang memenuhi pikirannya itu, membuatnya melihat bahwa dirinya telah terperangkap di dalam mimpinya sendiri.
Harapannya untuk tetap memperlihatkan indahnya Wonderland pada Alice asli yang telah menghilang.
"Aku...aku minta maaf."
Setitik air mata mengalir di pipi Gryphon dengan bibir yang bergetar mengeluarkan kalimat itu. Bersamaan dengan itu, bayangan besar di belakang sang pria retak, hancur menjadi serpihan bersama dengan pemandangan di sekeliling mereka.
Serpihan-serpihan pecahan terlihat melayang di sekelilingnya, memecahkan pemandangan indah itu dan dengan segera menggantikannya dengan pemandangan kelam taman bunga mawar yang tak berbunga. Dengan langit malam yang terlihat disinari dengan bulan dengan lubang kunci berbentuk hati di tengahnya.
Pemandangan asli dari Broken Wonderland.
"Ini bukan seperti yang kuinginkan, tapi...tapi tetap saja...aku ingin memberikan yang terbaik bagi Alice."
Tangan Gryphon bergerak naik untuk menyeka air matanya. Sadar bahwa dirinya sebenarnya telah jatuh ke dalam kegelapan Wonderland tanpa dasar. Sampai dirinya putus asa dan memimpikan dunia yang indah untuk diperlihatkan pada Alice ketika wanita itu kembali. Sayangnya harapan itu tidak pernah terwujudkan.
Di satu sisi, Lacie tersenyum sedih. Dia tahu betapa Alice dicintai di dunia ini, dihargai, disayangi oleh orang-orang disini. Namun hal ini terjadi karena kedatangan Mary. Dia pun berjalan mendekat, menyentuh lembut bahu Gryphon yang lebih tinggi darinya, membuat sang pria kembali memusatkan perhatiannya pada sang gadis yang terlihat begitu familiar, namun asing baginya.
Gadis ini...jelas bukanlah Alice.
"Aku yakin itu semua akan tersampaikan pada kakakku. Kedua kakakku...bertemu denganmu, bertemu dengan kalian semua disini. Karena itu aku datang untuk mencari mereka."
Suara itu dipenuhi dengan kesungguhan. Menyadarkan Gryphon lagi-lagi adalah salah satu keberuntungan lainnya bagi Lacie. Namun rasa lega itu dirasakan hatinya ketika sadar kalau pria ini kembali seperti semula. Entah atas dasar apa alasan Gryphon menyerangnya tadi, namun dirinya tahu itu adalah pengaruh dari Broken Wonderland.
Dunia ini telah hancur, dan merusak orang-orang di dalamnya hingga mereka kembali disadarkan.
Netra Gryphon memandang Lacie dalam diam sejenak, lalu tertuju pada Hare sekilas yang berjalan mendekati mereka dari belakang Lacie. Sudah berapa lama dirinya terjebak dalam kegelapan ini? Apakah Hare pun mengalami hal yang sama?
"Terima kasih...ummm,namamu...?"
"Lacie. Aku adalah adik Alice dan Mary, gadis kedua yang datang ke Wonderland menggunakan nama kakakku. Dan seperti ucapanku tadi. Aku datang untuk...menyelamatkan kalian dan mencari kakakku."
Sekarang Lacie rasanya mulai mengerti mengapa dirinya yang mendapatkan tugas ini dari Ilyria. Kelinci itu mempercayainya, sosok yang paling dekat dengan Alice dan Mary untuk mengerti dunia ini, melihat bagaimana orang-orang disini mengenal kakaknya, memandang kakaknya. Dan perasaan yang dirasakan kedua kakaknya di dunia ini.
"Dia yang menyelamatkan kita loh, Gryphon. Jadi kau tidak perlu sungkan berterima kasih, hehe!"
Hare tertawa riang di belakang Lacie, kembali bersikap biasa seolah kejadian tadi tidak terjadi. Namun Hare pun pasti merasa lega karena bisa melihat Gryphon kembali seperti ini. Kepala Gryphon pun mengangguk lembut, sadar betapa bodohnya dirinya termakan kegelapan itu, namun dengan bantuan wanita ini, dia bisa menyadari dengan cepat.
"Benar. Sekali lagi, terima kasih, Lacie. Aku benar-benar menghargai bantuanmu. Tanpa dirimu, mungkin aku akan tetap terperangkap dalam kegelapan itu."
Lacie tersenyum malu-malu, lalu terkekeh kecil. Kepalanya mengangguk riang, sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Sekarang setelah melewati beberapa pintu, dirinya sadar bahwa ini tidak seburuk itu. Menyadarkan orang lain dari mimpi buruk mereka, justru membuat Lacie pun terbantu dengan petunjuk yang dia dapatkan untuk kedua kakaknya.
"Nah, kalau begitu kurasa sudah saatnya Lacie melanjutkan perjalanannya, kan? Ayo, ayo! Kita cari pintu nomor lima!"
Seruan riang Hare menarik perhatian Lacie dan Gryphon, membuat sang gadis sadar bahwa perjalanannya bukan hanya sampai disini saja, namun ada hal lain lagi yang perlu dilakukannya. Masih panjang, masih jauh, mengingatkan Lacie pada buku harian milik kakaknya.
"Kau benar. Ngomong-ngomong daripada itu, aku penasaran bagaimana kau bisa berada disini, Hare. Bukankah seharusnya kau tidak bisa ada disini. Secara teknis, masuk ke tempat ini."
Karena masalah untuk pintu Gryphon telah selesai, pemikiran itu kembali memenuhi benak Lacie. Membuatnya bertanya-tanya mengapa Hare bisa ada disini. Namun sang pria sendiri yang diajak bicara hanya terkekeh sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Aku hanya...berjalan-jalan. Karena ternyata dunia kita terhubung. Meskipun aku sendiri bingung bagaimana bisa aku masuk ke sini," kekeh Hare.
Lacie ingat, dunia di Broken Wonderland ini memang terhubunga dari pintu satu ke pintu lainnya. Namun Lacie ragu orang lain bisa masuk ke dalam pintu sosok lain dengan mudahnya seperti ini. Apakah tidak akan ada efek samping?
"Heh, benarkah? Pintu lain? Apa artinya Lacie akan menyelamatkan yang lain juga?" tanya Gryphon penasaran. Namun belum sempat pertanyaannya terjawabkan, sebuah pintu bertuliskan angka lima muncul di tengah semak-semak bunga mawar yang terlihat tinggi menjulang. Pintu itu ternyata muncul di saat yang tepat.
"Ya, aku akan menyelamatkan yang lain. Aku harap kalian berdua akan tetap baik-baik saja dan berharap bisa bertemu dengan kalian nanti. Sayangnya waktuku tidak banyak, tapi...aku pasti akan membawa kakakku kembali."
Lacie berucap lembut, menatap pintu yang muncul itu lalu berbalik memandang Hare dan Gryphon lagi. Ah, apa ini sudah saatnya pergi? Padahal rasanya dirinya baru mulai akrab dengan kedua teman kakaknya ini. Namun perjalanan masih menanti, dan kedua kakaknya masih menunggu untuk ditemukan.
Lacie pun perlahan melangkah mendekati pintu tersebut, diikuti dengan Gryphon dan Hare yang berjalan di belakangnya. Lacie mengulurkan tangannya menyentuh kenop pintunya yang entah mengapa terasa begitu dingin. Membuatnya bertanya-tanya apa yang ada di balik pintu ini, dan kesedihan siapa lagi yang akan dihadapinya di baliknya.
"Oh, ya. Bicara tentang kakakmu yang bernama...Mary? Alice yang datang setelah dua tahun kan."
Suara Gryphon membuat Lacie kembali berbalik memandangi Gryphon. Pria itu terlihat seperti memikirkan sesuatu, memilah informasi dari dalam benaknya yang bahkan mungkin saja belum tertata dengan rapi itu. Namun akhirnya Gryphon menemukan kata-kata yang tepat untuk diungkapkannya.
"Aku ingat satu hal yang pernah dikatakannya dulu. Dia bilang sesuatu tentang Wonderland, cerita yang dianggapnya sebagai mimpi itu. Dulu dia bilang kalau dia tidak mengenal kami, tapi ketika dia melihat sosok---argghh!!"
Mata pedang yang berlumuran darah terlihat menembus perut Gryphon dari belakang, membuat baik Lacie dan Hare yang melihatnya seketika membelalak. Itu terjadi begitu cepat, dan Gryphon sendiri pun segera memuntahkan darah yang menciprat kemana-mana dan jatuh ke tanah lembab di bawahnya.
"Kau terlalu banyak berbicara, Gryphon."
Suara itu mendirikan bulu roma Lacie, seketika memberikan hawa dingin menusuk yang mengelilingi sang gadis dan Hare yang dengan segera berdiri di hadapan Lacie untuk melindungi wanita itu, sembari sorot matanya menatap dengan tatapan tidak percaya pada pria di belakang Gryphon, menusuk sang pria dengan tatapan dingin di netra perak keabuan itu.
Pria bertopi tinggi itu bahkan tidak perlu berkata dua kali untuk mendiamkan Gryphon, karena pedangnya sudah lebih dulu menembus perut sang pria membuat pandangan Gryphon seketika kabur dan kesadarannya menurun. Rasa sakit itu jelas menjalar dari lukanya, namun dirinya tidak menyangka dengan serangan ini.
Suara yang tidak asing itu. Tidak perlu dua kali mendengar atau berbalik bagi Gryphon untuk mengetahui siapa yang ada di belakangnya.
"Mad Hatter!! Apa yang kau lakukan??"
Seruan memilukan itu dilontarkan Hare begitu saja. Lacie sendiri yang terpaku di tempatnya, tidak mengalihkan pandangannya dari pria tinggi berambut hitam di belakang Gryphon yang seketika meringkuk kesakitan. Netra itu bahkan berada di balik topi tinggi sang pria berambut hitam, namun Lacie merasakan bahwa itu tajam menusuk seperti mata pedang yang menancap di perut Gryphon.
Pria ini...Mad Hatter? Pria yang pertama kali bertemu dengan kakaknya, Alice? Pria yang begitu mengerti kakak pertamanya, yang juga menyadari bahwa Mary bukanlah Alice yang asli.
"Oh, March Hare. Kau ada disini juga." Seolah mengabaikan eksistensi Lacie sesaat, Mad Hatter memandang Hare yang menyembunyikan Lacie di balik punggungnya, lalu menarik pedangnya dari perut Gryphon sehingga tubuh sang pria pun jatuh tersungkur di atas rerumputan taman, menghiasi dedaunan dan tanah itu dengan darahnya yang menyeruak begitu banyak dari lukanya.
"Aku hanya melakukan ini demi Alice."
Suara itu terdengar begitu ganjil, dan Lacie menyadarinya. Di balik netra keabuan yang mengkilap indah di bawah sinar bulan itu, kegelapan terlihat disana. Gadis itu bahkan bisa melihat Hare yang gemetaran di depannya, namun masih senantiasa menemaninya tanpa lari seorang diri.
"La..ri..."
Suara lirihan itu menarik perhatian Lacie, sehingga matanya sekali lagi tertuju pada Gryphon yang terbaring di tanah, mengulurkan satu tangannya ke arah Hare dan Lacie untuk mengisyaratkan sesuatu, menunjuk ke arah pintu di belakang Lacie. Namun suara itu pun menarik perhatian Mad Hatter yang membersihkan pedangnya dengan sebuah sapu tangan putih.
Bagaimana bisa dirinya lari begitu saja? Lacie tidak punya banyak pilihan disini, apalagi dirinya dan Hare tidak memiliki senjata. Tapi tidak mungkin mereka meninggalkan Gryphon disini.
"La...ri.., Hare. Bawa Alice pergi...dari sini..."
Hare menggigit bibir bawahnya, merasa begitu ragu melakukannya, namun dirinya berada dalam pilihan sulit sekarang. Segila-gilanya dirinya, dia tentu sadar bahwa disaat seperti ini, tidak ada gunanya dia menjadi sosok yang begitu bodoh, tidak menyadari apapun di sekelilingnya.
"Oh, kau masih bisa berbicara juga, Gryphon. Ah, aku harus bagaimana? Mungkin sedikit tidur akan berguna untukmu."
Tangan Mad Hatter yang memegang pedang putih itu terangkat. Dan Lacie yakin bahwa dirinya melihat ekspresi Mad Hatter, sang pria yang tanpa keraguan itu, mengarahkan ujung mata pedangnya ke arah kepala Gryphon, siap untuk menancapkan pedangnya kapan saja.
Sial.
"Lari!!!"
Hare tidak perlu berpikir lama ketika mata berkaca-kaca itu teralihkan ke arah Lacie dan segera menarik tangan sang gadis. Pintu itu dengan segera didobraknya terbuka, menampilkan warna gelap yang berada di balik pintu itu. Namun Lacie bahkan tidak berbalik ketika Hare menariknya paksa ke dalam pintu.
Hal yang terakhir kali Lacie lihat sebelum pintu itu tertutup adalah Mad Hatter yang menggerakkan pedangnya ke arah bawah, mengarah tepat ke arah kepala Gryphon yang tersenyum lembut memandang Lacie. Suara Gryphon terngiang-ngiang di dalam benak Lacie bagaikan kaset rusak.
"Semoga kau menemukan apa yang kau cari, Lacie."
Dan pintu kelima pun terbuka...
***
Akhirnya saya kembali mengupdate cerita ini setelah sekian lama. Apakah ada yang masih setia menunggu cerita ini setelah sudah lama tak update? T_T
Maafkan saya yang membuat kalian menunggu, dan maafkan juga jikalau chapter kali ini jauh lebih panjang dari chapter lainnya. Semoga kalian menikmati cerita saya. \^_^/
Selamat membaca dan semoga hari kalian menyenangkan. \^_^/
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro