Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 29

Rose, hari ini tengah tak punya jadwal. Ia berencana menjemput Nino. Rose ingin menggunakan Nino sebagai alat menarik perhatian  Wisang, karena Rose tahu jika Wisang sangat ingin dekat dengan Nino. Dari ketiga anaknya, hanya Nino yang masih belum dekat dengan Wisang.

"El Nino Johnson!" panggil Rose ceria saat masuk apartemen Brandon.

Ia sudah tahu password keylock di sana. Ya, tanggal ulang tahunnya, karena Brandon selalu menggunakan tanggal ulang tahun Rose untuk mengisi kode-kode kunci pribadi.

"Nino?"

Rose masuk ke dalam kamar tidur. Hanya ada Brandon dengan botol brandy di sana. Pria itu tertidur lelap.

"Brandon! Where's Nino?"

"Eng??" Brandon menggeliat.

"Where's Nino?" ulang Rose.

"Mini market, beli sandwich."

"What?! Brandon! Kamu biarkan Nino pergi sendiri? Hey! Dia masih kecil! Kalau dia hilang gimana?!" pekik Rose.

"Rose, dia sudah cukup besar untuk melakukan itu sendiri, baru juga dia pergi, belum lama."

"Sejak kapan?" tanya Rose.

"Baru saja, aku baru tidur jam delapan tadi."

"BRANDON JOHNSON! INI SUDAH JAM TIGA SORE! DIMANA PUTRAKU!" teriak Rose.

Brandon seketika duduk. Benarkah sudah jam tiga sore? Astaga, dimana Nino? Apa benar dia tersesat? Rose sudah sangat panik. Ia segera menelpon Wisang.

"Darl! Darlin'! Nino hilang! Brandon nggak becus jaga dia!"

Setelah melaporkan hal itu pada kekasihnya, Rose kembali memaki Brandon. "Demi apapun, aku kecewa padamu Brandon! Kalau sampai terjadi sesuatu pada Nino, aku akan buat perhitungan denganmu!" teriak Rose.

"Rose! Tunggu! Ini pasti ulah licik Wisang! Ini pasti tipu dayanya! Dia sengaja menyembunyikan Nino! Iya, pasti ini ulahnya!"

Rose menampar Brandon keras. "Shut your mouth off, Brandon! Aku akan laporkan ini ke Daddy dan aku pastikan Daddy akan membunuhmu kalau Nino, cucu kesayangannya sampai terluka."

Rose pergi dengan penuh rasa khawatir. Wisang menjemputnya. Satu hal bodoh, Wisang hari ini tak membawa ponsel keduanya. Ponsel khusus yang hanya ia gunakan untuk berhubungan dengan Kinza, Sena, dan orang dalamnya.

"Darl!" tangis Rose saat Wisang datang menemuinya.

"Aku sudah mengerahkan orang mencari Nino, tenang, ya?"

"Darl! Nino, Ninoku, bagaimana kalau dia sampai terluka. Dia pasti ketakutan sekarang. Darl, aku harus bagaimana?" Rose terus menangis. Wisang lemah. Jelas saja, ia paling tak tega jika Rose sudah seperti ini.

"Rosie, tenang, aku akan mencarinya. Tenang," ucap Wisang berkali-kali.

Ia mulai berpikir macam-macam. Apakah ini siasat Brandon untuk mengacaunya? Atau ada lawan bisnisnya yang mulai mengusik orang-orang terdekatnya.

Rose tak mau makan, tak mau minum, ia terus menangis dan menangis. "Bawa Neyna dan Noah pulang, Darl. Aku mau dengan mereka," lirih Rose kemudian.

Pukul delapan malam, ia meninggalkan Rose bersama Cindy, untuk menjemput Neyna dan Noah di rumahnya.

Pikirannya kacau, mengingat kekasihnya terus sedih dan menangis. Ia memarkirkan mobil asal di rumah yang ia tinggali bersama Kinza.

"Papa pulang!" teriak Noah.

Kinza yang tengah bercengkerama dengan tiga anak Rose tersenyum ke arah sang suami. "Papa! Makan yuk? Nih mereka nambah makannya loh, bertiga."

Wisang menangkap sosok Nino di sana. "Papa!" sapa Nino.

"Nino?! Kamu di sini?!" Wisang segera berlari mendekat dan memeluk Nino.

"Kenapa kamu bisa di sini?" tanya Wisang sembari menciumi Nino.

"Auntie Kinza yang jemput aku tadi, Pa."

Wisang dengan segala keruwetan pikirannya, bukannya berterima kasih pada Kinza, ia malah memaki istrinya.

"Kamu jemput Nino? Ha?! Kamu punya otak nggak sih? Kamu tahu Rosie panik karena Nino hilang! Kamu ini punya perasaan tidak!?! Sengaja kamu mau membuat Rosie terluka? Kamu jahat Kinza! Kamu perempuan licik!"

Neyna, Noah, dan Nino terkejut mendengar  Wisang marah.

"Mas, aku ... Akuㅡ"

Wisang yang kalap membanting piring di depan Kinza dan menendang meja kaca yang tadi mereka gunakan untuk belajar sembari makan malam disuapi Kinza.

"Aaah!" jerit Kinza saat kaca-kaca itu beterbangan ke arahnya dan melukai wajah serta tangannya.

"Astagfirullah, Mas Wisang! Apa-apaan ini?!" jerit Sabira yang ternyata ada di sana.

Terlanjur basah, Wisang tak mau menutupinya lagi. "Kamu boleh tinggal di sini, ambil semuanya. Aku akan tinggal dengan Rosie dan anak-anak. Mulai hari ini, terserah kamu mau ngapain. Nggak perlu kamu minta ijin, nggak perlu kamu ngurus aku lagi."

Wisang menggendong Noah, Neyna, dan mengajak Nino pergi meninggalkan Kinza yang terluka di sana. Sejujurnya hati kecilnya  tak tega meninggalkan Kinza dengan darah mengalir di dari tangan dan kaki seperti itu. Namun, baginya, Rose tetaplah yang terpenting.

Kinza dibantu Sabira dan ibu Sena membersihkan diri.

"Secepat inikah semua berakhir?" batin Kinza sembari menangis. Suaminya pergi dalam kesalahpahaman.

****



Kepala Rose terasa begitu berat. Ia merasa sangat mual. Sedari kemarin ia merasakan hal itu.

"Bos, Bos nggak lagi hamil, kan?" tanya Cindy.

"What? Hamil?"

"Coba cek, Bos. Pak Wisang pasti seneng kalau beneran Bos hamil."

"Jangan aneh-aneh, Wisang sangat berhati-hati soal itu."

"Siapa tahu kan kebobolan," celetuk Cindy sembari menyodorkan alat tes kehamilan yang selalu ada di tasnya.

Rose mengernyitkan dahi. "Kamu ngapain bawa-bawa barang kayak gini?"

Cindy terkekeh. "Antisipasi. Ah, aku pulang dulu ya, ada klien yang harus dilayani malam ini. Kelas kakap."

Rose mendengkus dan melambaikan tangan.

"Itu bisa dipakai sekarang. Nggak harus nunggu besok pagi. Aku tinggalin semua," teriak Cindy sembari melempar sekardus tespack.

Rose tak tertarik sama sekali. Bukannya tidak tertarik, pasalnya, hampir dua bulan ini ia dan Wisang tak berhubungan. Wisang hanya memuaskannya tanpa menyelesaikan hingga tuntas. Hanya sepihak saja, Rose dipuaskan.

Rasa mual kembali menyerang membuat Rose segera berlari ke kamar mandi. Ia memuntahkan semua isi perutnya. Testpack ditangan, kini menjadi titik fokus netra Rose. Akhirnya ia termakan rasa penasaran. Ia menggunakan alat itu.

Tidak hanya satu, tetapi beberapa sekaligus.

"Mami! Mami! We're home!" teriak Neyna dan Nino.

Rose segera keluar. Ia meninggalkan testpacknya di lemari penyimpanan stok sabun dan peralatan mandi.

"Nino! Nino! My boy," jerit Rose gembira.

Wisang tersenyum, ia senang kekasihnya bahagia.

"Darl, thank you, Darl. I love you so much, i kove you."

Kelimanya kini menikmati malam bersama. Sudah lama, mereka tak menikmati kebersamaan seperti itu. Nino, menempel pada Wisang, ia bahkan agak berebut dengan Neyna.

"Aku mau disebelah Papa!" ketus Nino.

"Papa is mine!" bentak Neyna.

Nino tak menggubris bentakan adiknya. Ia tetap memeluk Wisang sembari tidur. Noah tak mau ambil pusing, ia dengan santainya menindih sang papa. Rose hanya menggelengkan kepala. "Hey, kalian itu anak siapa? Ha?" kesal Rose.

"Papa!" jawab ketiganya.

Wisang tertawa. Ia begitu bahagia berada di sana, bersama kekasihnya dan anak-anak mereka. Rose pun tak mau kehilangan moment, ia rela membatalkan beberapa pekerjaan dan menolak tawaran kerja selama dua minggu ke depan agar bisa menikmati kebersamaan bersama Wisang dan anak mereka.

"Darl, kita liburan ya? Please. Aku kangen moment seperti ini. Ya?" rengek Rose.

Wisang mengangguk. "Oke."

"Kita berangkat besok, ya? Kita kunjungi Daddy dan aku ingin kita mempercepat pernikahan kita."

Wisang tersenyum. "As you wish, Rosie."

Kelimanya terlelap di atas satu ranjang. Berbanding terbalik dengan Kinza yang kini meringkuk sendirian di kasur yang biasanya ia jadikan sebagai ajang mengungkap cinta bersama suaminya.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Assalamualaikum

Hai semuaaaa

Mau ngomong apaaaa?????

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro