Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 18


Abimanyu berusaha mengejar mobil yang ditumpangi Kinza. Namun, gagal. Ia kehilangan jejak. Sudah gila rasanya ia bekerja sendiri di kantor. Memang, Rauf masih memantaunya dari jauh, begitu juga dengan Ayun yang memilih untuk WFH sementara waktu. Kini, di lantai tertinggi Dewangga Kingdom, hanya dia yang menghuni.

Tiga hari, Kinza tak nampak di sana. Sejak hari Senin, karena Kinza dirawat di rumah sakit di hari Sabtu dan baru boleh pulang Rabu ini.

Bukan tak ada usaha Abimanyu mencari rumah sakit dimana Kinza dirawat tetapi ia dijaga ketat. Percaya atau tidak, Wisang memasang banyak orang di ruang rawat istrinya. Bahkan Kinza pun tak tahu, jika sang suami melakukan hal itu.

Abimanyu berkali-kali mencoba masuk dan tak sekalipun ia berhasil. Ia juga mencoba mencari kontak Kinza, dan sama saja. Nihil. Abimanyu semakin yakin jika suami Kinza memang bukan orang sembarangan.

Sekarang dia seperti orang tolol. "Kenapa gue harus selalu jadi perebut bini orang sih?" kesalnya.

Dulu, ia bermain api dengan Tasha, kini ia bermain api dengan Kinza. Seperti orang bodoh, Abimanyu menyisir jalanan, berharap bisa bertemu Kinza. Ia bahkan tak tahu dimana rumah orang tua Kinza. Ya, bagaimana mau tahu sedetail itu, dia selama ini hanya memanfaatkan gadis itu, tak lebih.

Kini, penyesalan yang ia dapatkan. Ia keteteran. Pekerjaan di kantor yang harusnya sudah dapat dihandle Kinza tanpa harus sampai ke tangannya, kini terbengkalai. Otak Abimanyu yang tengah overwork membuat konsentrasinya pun pecah. Ia menabrak sebuah sepeda onthel di depannya.

Pria itu segera turun dari mobil. Jalanan sepi, tetapi ia tetap bertanggung jawab. Seorang wanita berjilbab tersungkur di trotoar.

"Mbak, maaf, Mbak!"

Gadis itu berusaha untuk berdiri. Abimanyu membantunya.

"Mbak, kita ke rumah sakit, ya?"

"Ndak usah, Mas. Ndak usah. Saya nggak apa-apa, cuman kaget kok."

Gadis itu meringis dan segera berdiri, meski tangannya sedikit terluka akibat jatuh tadi. Sepedanya rusak, dibagian belakang, meleyot tertabrak mobil Abimanyu.

"Mbak rumahnya di mana? Saya antar kalau gitu, sepedanya nanti saya ganti."

"Nggak usah, Mas. Ndak apa-apa, namanya juga kecelakaan, musibah. Lagian cuman senggolan aja kan, saya nggak apa-apa kok. Loh, Mas, Mas kok mimisan? Masnya sakit?"

Abimanyu memang hampir tak tidur dua hari ini karena dihantui pekerjaan. "Oh, nggak kok, Mbak. Saya nggak apa-apa." Abimanyu tentu malu, hidungnya berdarah dan ia tak tahu.

Gadis tadi mengeluarkan sapu tangan dari sakunya. "Jangan pake tangan, Mas, kotor nanti. Ini."

Abimanyu menerima sapu tangan gadis itu. Ia membaca co-card yang tergantung di jilbab sang gadis. "Rumahnya dimana?"

"Saya mondok, Mas. Ini baru pulang kerja, mau balik ke pondok. Monggo Mas, saya duluan ya."

Abimanyu heran. Harusnya wanita itu marah atau meminta ganti rugi padanya, tetapi nyatanya tidak. Dia malah menuntun sepedanya yang sudah rusak sembari menggendong tas ransel di punggungnya kembali dan berjalan menyusuri jalanan yang cenderung sepi.

"Miss Sabira!" Abimanyu memanggilnya, seusai dengan nama di co-card sang gadis.

Sabira menoleh. "Dalem, Mas?"

Pria itu jelas segera berjalan mendekati Sabira. "Saya antar ya?"

Sabira menggeleng dan Abimanyu tiba-tiba limbung. "Astagfirullah, Mas! Mas!" Sabira segera membantu pria itu.

Tubuh Abimanyu sangat panas. "Mas rumahnya mana, saya anter ya? Biar saya yang nyetir."

"Kamu bisa?" lirih Abimanyu.

"Bapakku sopir angkot, Mas. Aku dari kecil udah diajarin nyetir. Tenang aja, mau manual, matic, mobil alus, colt brondol, engkel, saya bisa, Mas."

Di tengah merasakan tubuhnya yang melemah, Abimanyu sempat tersenyum. Ia kemudian duduk di kursi penumpang. Sabira berlari ke arah tukang tambal ban dan menitipkan sepedanya. Setelah itu ia kembali dan duduk dibangku kemudi.

"Mas tinggal dimana?"

"Deket Lor-in. Nih, GPS-nya udah aktif kok. Ikutin aja itu."

"Oke, Mas. Tapi mau mampir berobat dulu nggak?"

Abimanyu menggeleng. "Nanti aku suruh dokternya ke rumah aja," jawabnya lirih.

"Oh, iya lupa, Sultan ya. Ya udah, Bismillahirahmanirrahim," ucap Sabira sembari melajukan mobil milik Abimanyu.

Sepanjang jalan, Abimanyu tertidur. Sabira mengikuti arahan google maps. "Wih, komplek rumah sultan nih," gumamnya.

"Sa ... Sasa...."

"Dalem, Mas? Kenapa?" Sabira merasa dipanggil.

"Sa ...." Abimanyu mengigau. Sabira melirik orang di sampingnya. "Lah, tidur, tapi kok manggil-manggil."

Setelah 'mbak-mbak google' mengatakan "Tujuan anda berada di sebelah kiri." Sabira segera menghentikan mobilnya.

Seorang satpam membukakan gerbang, itu artinya benar rumah itu adalah rumah pria yang tengah tertidur di samping Sabira. Setelah memarkirkan kendaraan, Sabira segera turun. Sang petugas keamanan seperti terkejut.

"Loh, Mbak siapa kok bawa mobil Den Abim?"

"Saya Sabira, Pak. Masnya tadi pingsan, badannya panas. Tadi nabrak saya. Terus saya anter pulang."

Abimanyu muncul dari dalam mobil. Hidungnya masih terus mimisan.

"Pak, tolongin dulu ayo, kasian Masnya," ajak Sabira.

Gadis itu ikut memapah Abimanyu. Jangan salahkan dia, dia terlalu panik. Ya, kasihan, sehingga membantu Abimanyu yang suhu tubuhnya sudah sangat tingi panasnya.

"Mbak, Mbak bisa bantuin Den Abim ambil minum? Asisten rumah tangga di sini sedang diajak ibu sama bapak ke Jogja. Sekertaris bapak juag sedang sakit. Den Aksa belum pulang. Anu, dapurnya di sana."

"Oh, iya, Pak, eh bapak bisa beliin obat dulu? Ini uangnya tolong beliin obat penurun panas ya." Sabira menyodorkan uang.

Abimanyu mendengar percakapan itu. Namun kepalanya terlalu pusing, ia tak bisa berpikir apapun. Ia pasrah, tidur di kamarnya. Sabira tentu yang bingung. Ia segera membuat teh dan dengan ragu masuk ke dalam kamar sang pria.

"Mas, maaf, ini minumnya. Tadi bapaknya yang jaga di depan baru beliin obat. Ini di minum dulu ya. Anu, saya pamit pulang."

Abimanyu membuka matanya. "Makasih ya," lirih sang pria.

"Sama-sama, Mas."

Suara sepatu bergemeletuk terdengar. "Abim! Abim! Abimanyu Dewangga! Keluar kamu!"

Sabira dan Abimanyu terkejut. Gendhis, ia masuk tanpa ijin dan mendapati sang keponakan tengah bersama seorang wanita.

"Sabira, pergi kamu," titah Abimanyu sembari berusaha duduk.

Gendhis menyipitkan mata dengan tangn bersedekap.

"Oh, sedang mesra-mesraan rupanya. Abimanyu. Jadi ini gadis yang sebenarnya kamu sembunyikan? Ha?"

"Mas, ini siapa?" tanya Sabira takut.

"Sa, pergi," titah Abimanyu.

"Sasa? Sabira? Oh ternyata benar, kamu membodohi Bude selama ini? Kamu mau nyelametin dia dari Bude? Ha? Jangan harap Abimanyu!"

Gendhis menarik Sabira dan menyeretnya. Sabia menjerit kesakitan. Abimanyu berusaha menyelamatkannya.

"Jangan sentuh Sabira!" teriak Abimanyu sembari mendorong Budenya menjauh dan menyelamatkan Sabira.

"Bude nggak akan biarin kamu menikah, Abimanyu! Nggak akan!" Gendhis kesetanan.

Ia mengeluarkan pisau dan mencoba menyerang Sabira. Namun, Abimanyu kembali menarik Gendhis menjauh. Gendhis berhasil menggores tangan Abimanyu hingga pria itu melepaskan Gendhis dan seketika Gendhis menyerang Sabira. Ia berusaha menusuknya.

Untung saja Aksa dan Aira, pasangan muda-mudi yang baru saja dijodohkan itu datang. Bersamaan dengan Dewa, pria yang tadi menguntit sang istri pergi.

"Astagfirullah!" teriak Aksa. Saat Sabira jatuh bersimbah darah akibat ditusuk kakak ayahnya.

"Gendhis Dewangga!" teriak Dewa. Sementara, Sabira yang terkena tusukan di perut dan luka di tangan karen menahan tusukannya berusaha tetap sadar, meski akhirnya ia pun pingsan.

"Sabira!!!!" teriak Abimanyu panik.

Aksa dan Aira membantu Abimanyu membawa Sabira ke rumah sakit sementara  Dewa menyeret istrinya ke kantor polisi.

"Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu, Gendhis." Dewa mengatakannya dengan nada tanpa emosi.

"Dan maaf, aku juga akan menceraikanmu, hari ini juga. Aku menalakmu, Gendhis Sukmaningtyas Dewangga Putri."

Wanita itu pasrah, ya, ini akhir hidupnya.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Assalamualaikum

Hai semuaaaa

❤❤❤❤❤

Gimana nih? Wanna say somethin' buat Abimanyu?
Bude Gendhis?
Om Dewa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro