Bab 8
Di lantai dasar kantor Zarra
“Dimana ya? Disini sama sekali tidak ada laki-laki yang mirip dengan foto tadi. Apa mungkin dia salah lokasi kali,” batin Zarra sambil terus mengamati keadaan sekitar, bibirnya cengar cengir mengetahui bahwa dia akan bertemu dengan pria kenalannya.
“Deg deg an ni, kalau benar dia sekeren yang difoto, adek dengan ikhlas mau abang pinang.” Khayalan Zarra melambung tinggi sembari terus mengamati siapapun laki-laki yang melewati dirinya, maupun yang sedang beraktifitas di sekitarya, namu tidak ada satu orang pun yang memiliki ciri mirip dengan ciri-ciri lelaki yan seharusnya dia jumpai.
“Atau aku WA saja dulu kali ya, memastikan lokasinya.” Sesaat sebelum dia berhasil meraih ponsel di tasna ada suara asing yang menyebut-nyebut namanya.
“Hai, kamu Zarra ya?” tiba-tiba ada seseorang yang mendekat kearah Zarra, namun orang itu bukanlah lelaki tinggi dan mirip oppa-oppa korea, lelaki yang dihadapannya sekarang memiliki tubuh kecil, tingginya hanya sebahu Zarra, kulitnya sedikit hitam, baju seadanya dan berkacamata. Yang membuat Zarra sedikit infil adalah gigi si lelaki, sangat kuning.
“Emm, siapa ya?’ otak nya selalu menolak keras apa yang baru saja dia lihat, dia masih tidak mau mempercayai bahwa lelaki yang sekarang berada dihadapannya adalah lelaki yang ditunggunya dengan gelisah sedari tadi.
“Ini Hengki, bukannya kita sudah saling kirim pesan kemarin.”
Seperti tersambar petir, keyataan memang benar-benar kejam. Harapannya menikahi laki-laki super tampan untuk memperbaiki keturunanpun pupus sudah, dia tidak akan mau menikah dengan laki-laki jorok seperti ini.
“Bukan, bukan. Saya bukan Zarra, anda pasti salah orang, permisi.” Secepat kilat Zarra mencoba meninggalkan calon pacarnya itu.
“Tapi benar kok, ini wajahmu sama dengan foto profil mu.” Kata si lelaki sambil memegang tangan kanan Zarra untuk mencegahnya pergi.
“Ah wajah ku mungkin pasaran. Dan nama saya bukan Zarra tapi Zubaidah, jadi sampai jumpa.” Zarra langsung pasang start lari, dia sama sekali tidak melihat kemana arah larinya, dipikiranya sekarang pokoknya dia harus segera kabur secepat mngkin dari sini.
“Roni lihat pembalasanku besok.”
Dari lantai atas terlihat sepasang mata yang sedari tadi mengawasi gerak-gerk Zarra, dia terwawa kecil meihat tingkah konyol wanita yang dia amati, si wanita lari kocar kacir sampai menabrak beberapa orang pengguna jalan.
“Gadis yang lucu.”
***
Dering alarm menggema di seluruh ruangan. Rangan yang benar-benar sangat luas dengan satu bed berukurn kingsize di tengahnya, beberapa rak buku, sofa, televisi dan masih banyak furniture kasik lain menghiasi ruangan ini. Datas bed, Delio mulai menggeliat merasa terusik dengan suara bising dari ponselnya, suara itu berhasil membangunkan lelaki itu dari tidur lelapnya.
Namun dia masih terlihat malas beranjak dari alam bawah sadarnya itu. Masih dengan mata tertutup dia raih hanphone dari atas nakas, lalu mematikan dengan sigap. Dia lempar ponselnya kearah lain ranjang. Tidak berapa lama setelah itu, dia kembali tertidur dengan nyamannya. Melupakan rutinitas yang seharusnya dia lakukan pagi ini.
Tak berselang lama, kini suara Handphone laki–laki itu kembali berbunyi. Bukan lagi nada alarm yang terdengar, ternyata ada sebuah telepon masuk. Diangkatkanya panggilan itu dengan malas. “Ya Hallo.”
“Hei, kampret! sudah jam berapa ini. Buruan kesini! klien sebentar lagi sampai. Jika dalam 30 menit aku tidak melihatmu disini maka namamu akan aku coret dari daftar keluarga.” Suara penuh emosi terdenga dari sebrang sana.
“Hmm”
“woii bangun. Adelio Leroy bangun sekarang juga. Ini perintah.” Teriak orang itu. Sepertinya dia sudah habis kesabaran menghadapi lawan bicaranya. Si lawan bicara malah dengan santainya melihat kearah layar ponselnya, memastikan siap yang menelponnya pagi-pagi begini.
“Iya kakak. Masih jam 5 juga kenapa marah-marah sih.”
“Bukan kakak tapi assisten pribadimu. Dan ini sudah jam 8 pagi dodol. Cepat kesini sekarang juga, aku sudah meminta pak Joko menyiapkan mobil. Segera mandi dan bersiap.”
“Iya iya bawel, ” setelah mematikan dan melempar handphone nya ke sudut ranjang Delio tidak segera beranjak pergi dia malah kembali berbaring, matanya kembali menutup rasa malas sudah menguasainya, tak butuh waktu lama dia sudah kembali terlelap dalam mimpi indahnya.
Disisi lain Hito Alvin Leroy sedang berada di dalam mobil yang dia lajukan mobil secepat mungkin, untung saja jalan yang dilaluinya sangat sepi, sehingga dia dengan santainya memacu kecepatan maksimal.
“Delio, apa lu ga bisa cari rumah yang lebih dekat dengan kota sih. Ini namanya seperti mencari jarum di tumpukan jerami.” Butuh bahan bakar yang tidak sedikit dan waktu yang tidak sebentar untuk mencapai rumah Delio di ujung ibu kota. Keluarga Delio memang sengaja tinggal di lokasi yang sangat jauh dari bisingnya kota metropolitan, disamping karena menghindari hal-hal yang merepotkan, di sana juga lebih aman dan tenang.
Hito mencoba menghubungi atasan sekaligus saudara sepupunya itu untuk kesekian kalinya, namun hasilnya tetaplah nihil. Nomer yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar servis area. Hanya suara wanita yang selalu menjawab dengan kalimat yag sama berulang-ulang yang terdengar setiap panggilannya tersambung.
“Aku akan membunuh anak itu.” Mobil Chevrolet Camaro RS merah melaju kencang menuju rumah super mewah di depan sana. Hanya itu satu satunya rumah di lokasi ini, bahkan lokasi iu google maps pun tidak mendeteksinya, sungguh tempat persembunyian yang luar biasa.
Di tempat yang lain cuitan burung menambah lelap tidur Delio. Mungkin hanya ciuman sang putrilah yang bsa membangunkannya. Hembusan nafas yang tenang menandakan indahnya mimpi yang dia alami. Seperti dia hanya mendapatkan ketenangan itu dari mimpinya.
“Dasar emang Kebo satu ini,” Hito keluar dari kamar Delio menuju kamar mandi di sudut ruangan. Digenggamnya satu gayung penuh air dibelakangnya ada dua orang pelayan yang membawa dua ember penuh air, mereka menuruti apa kata sang majikan mekipun mereka sebenarnya enggan melakukan ini, namun apa daya mereka hanya seorang yang dipekerjakan di rumah ini, mereka semua kemudian bergegas menuju kamar Delio.
“Sebenarnya sayang juga sih kamar sebagus ini harus basah, namun hanya inilah satu satunya jalan membangunkan ni anak .”
Mimpi indahnya membuat dirinya enggan untuk bangun, karena rasanya dia hanya ingin hidup di alam mimpi saja, bermesra-mesraan dengan putri yang cantik jelita tanpa ada masalah-msalah menyebalkan yang mengganggu. Sang putri sangat lah cantik mengigatkannya kepeda seseorang yang pernah dia temui beberapa saat yang lalu, senyumnya yang menawan membuatnya ingin selalu menjaga agar senyum itu tetap mekar selamanya.
“Hoi... Banguuuunnnn,” Hito langsung menyiramkan satu gayung penuh air ke wajah tampan Delio. Si biang masalah ini malah tetap asyik tidur dan tidak bergeming dengan tindakan Hito. Sambil sesekali mengigau lucu.
“Sekali lagi lo ga bangun gue siram semua air ini ke tubuh lu,” ancam Hito.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro