Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 6

Sebulan sudah ayah Zarra pergi mengurusi salah satu cabang usahanya di Surabaya. Namun tidak biasanya ayah nya seperti ini, kali ini tidak ada kabar sama sekali dari sang Ayah, telepon pun tidak pernah diangkat.

Zarra benar-benar mengkhawatirkan kondisi sang ayah. Ingin rasanya menyusul beliau ke sana, namun pekerjaannya yang setiap hari semakin beranak pinak itu pun membuatnya mengurungkan niat tersebut. Hanya doa yang setiap hari dia panjatkan untuk keselamatan sang ayah.

"Haaahhh, matahari bersinar degan penuh semangat pagi ini, Zarra kau juga harus semangat." Gumam Zarra menyemangati dirinya sendiri.

Dengan mengenakan stelan kemeja blus biru dan celana kain berwarna gelap Zarra sibuk mencari referensi berita terbaru.

Berbagai pilihan berita dia dapatkan dari berbagai sumber terpercaya, semua wartawan memiliki mata-mata di mana mana, dan sekarang fokusnya pada informasi mengenai sebuah keluarga yang pengalami kekerasan dalam rumah tangga.

"Hari ini kita akan meliput kemana Ra?" Zarra terlihat sedang merapikan meja kerjanya dan bersiap untuk mencari berita di luar kantor. Roni yang mengajak bicara pun terlihat sibuk memasukan beberapa kamera.

"Ada kasus di Jalan Delima nomer 23. Kasus KDRT Ron. Sang suami tega menganiaya istri dan dua anaknya. Setelah ini kita langsung meluncur ke TKP untuk mewawancarai beberapa orang saksi, kemudian kita langsung ke rumah sakit mengunjungi korban."

"Kenapa kita tidak ke rumah sakit dulu? Bukannya lebih penting menanyai korban dahulu daripada saksi?' tanya Roni bingung.

"Itu benar, tapi lokasi kejadian lebih dekat dari sini kalau kita ke rumah sakit dulu, akan memakan waktu lebih lama dan pasti di rumah sakit sekarang sedang banyak wartawan yang mau meliput. Menurutku kita akan lebih menghemat waktu dan tenaga." Sekarang Zarra sudah bersiap menenteng tas berisi laptop dan beberapa peralatan lainnya.

"ok, siap. Ayo berangkat!" Zarra dan Roni pun bergegas menuruni tangga dan berjalan menuju basement untuk mengambil mobil, namun sebelum sampai pintu keluar Roni ditegur oleh salah seorang staff.

"Pak Roni, Bapak diminta bu Dewi ke ruangannya sekarang." Kata staff bagian humas ramah. "Sepertiya ada hal penting yang ingin beliau sampaikan kepada bapak."

"Terimaksih Sher. Ra aku ke ruangan bu Dewi dulu ya."

"Siap Ron, aku duluan, nanti kamu menyusul saja lagi pula lokasinya dekat dari sini hanya 10 menit berjalan kaki," jelas Zarra sambil pergi meningalkan Roni. Roni pun bergegas menuju ruangan bu kepala bagian.

Jam menunjukkan pukul 09.00 WIB, sang surya sudah mulai menghangat, dan jalanan sudah mulai ramai dihiasi lalu lalang orang yang melakukan berbagai aktifitas. Zarra berjalan tergesa melewati hiruk pikuk kota metropolitan. Melewati lorong - lorong jalanan ibu kota.

"Awas bu." Zarra berlari ke arah seorang ibu yang hendak menyeberang jalan, dia tarik dengan kencang tangan sang ibu menjauhi jalanan karena dari arah berlawanan meluncur dengan kencang sebuah sepeda motor matic. Karena kaget pengendarapun membanting stir ke kanan dan jatuh menabrak pembatas jalan.

"Kalo jalan pake mata bu," bentak si pengendara dengan kasarnya sambil menendang si ibu. "Hei ibu tua, lihat apa yang baru saja kau perbuat, kau harus mengganti kerusakan motor saya sekarang juga." Melihat hal itu Zarra tidak tinggal diam, didorongnya si pengendara sampai terjatuh ke belakang.

"Apa-apaan ini?" tak terima dengan perlakuan Zarra si pengendara langsung berkacak pinggang tepat di depan muka Zarra. Tanpa Rasa takut Zarra pun melihat lurus ke arah mata si pengendara.

"Situ gak sopan ya. Ibu ini orang tua dan apa maksud perbuatan anda tadi? Asal Anda tahu, Anda lah yang seharusnya meminta maaf, ibu ini sudah benar menyeberang di zebra cross, anda harusnya sudah melihat ibu ini hendak menyeberang dari kejauhan, yah kecuali mata anda sedang bermasalah," ejek Zarra

"Nurani anda dimana? Sudah tahu ada orang yang hendak menyeberang, anda seharusnya menurunkan kecepatan bukannya malah menambah kecepatan seperti itu. Saya bisa laporkan anda ke pihak yang berwajib, karena keugal-ugalan anda, membahayakan nyawa penguna jalan yang lain," ceracu Zarra tetap dengan memandang lurus ke mata si pengendara. Sikap pahlawannya ini kadang sangat tidak sesuai dengan tempat. Mana ada seorang wanita berani menantang seorang lelaki bertubuh kekar seperti dia.

"Apa katamu? Berani beraninya kamu?" si pengendara rupanya mulai kehabisan kesabaran menghadapi ucapan-ucapan Zarra. Sebenarnya Zarra tidaklah salah, namun si lelaki merasa harga dirinya direndahkan, dia jelas tidak mau disalahkan karena tindakannya apalagi oleh seorang gadis ingusan.

"Sudahlah nak ibu tidak apa - apa kok," sang ibu langsung merengkuh tangan Zarra untuk memintanya berhenti. Dia sangat khawatir dengan keselamatan gadis cantik itu. Dia tidak mau gara-gara dirinya ada seseorang yang terluka.

"Tenang saja bu dia tidak akan berani macam - macam," kata Zarra menenangkan sang ibu, melepaskan pegangan tangannya lalu maju lebih dekat lagi ke arah si pengendara. Tidak mudah membujuknya, selain pemberani dia juga sangat keras kepala.

"Apa? Banyak saksi mata disini, saya akan dengan mudah mengadukan perbuatan anda," tantang Zarra. Gadis yang satu ini adalah gadis yang kuat, dia sama sekali tidak takut akan bahaya, mungkin karena mental seorang wartawan yang setiap hari berkutat dengan liputan tindak kriminal membuatnya menjadi pemberani.

"Coba saja kalau berani." Si pengendara yang sudah habis kesabaran memegang erat pergelangan tangan Zarra. Sakit namun Zarra tetap keukeh mempertahankan argumennya.

"Anda harus segera meminta maaf kepada ibu ini atau saya telepon polisi sekarang juga. Asal anda tau saya adalah wartawan. Saya mengenal beberapa opsir polisi di sekitar sini." bentak Zarra tanpa rasa takut sedikitpun.

"Halah, aku yakin kamu hanya menggertak saja." Si pengendara meggenggam semakin erat tangan Zarra sampai terlihat bekas merah.

Tidak ada yang mau menolong Zarra karena si pengendara terlihat seperti seorang preman. Orang - orang hanya berkerumun tidak tau harus melakukan apa. Sampai ada seorang pria yag berjalan mendekat kearah mereka. Pria itu menggenggam balik tangan si pengendara sampai si pengendara melepaskan gengamannya dari tangan Zarra.

"Siapa kau, berannya ikut campur? Di sini akulah yang dirugikan lihat motorku sampai rusak begitu, sedangkan ibu itu baik-baik saja. Bukankah aku yang menjadi korban." Si pengendara tetap ngotot mempertahankan argumennya.

"Kalau uang ganti rugi yang kamu inginkan ambillah ini dan cepat pergi dari sini."Laki-laki tadi kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dan dilemparkannya kearah si pengendara. Si Pengendara pun bergegas memunguti uang - uang tersebut dan hendak berlalu pergi namun Zarra menghentikannya dan memaksanya untuk meminta maaf terlebih dahulu sebelum pergi.

"Terimakasih banyak Tuan." Sambil memapah ibu tadi Zarra mengucapka terimakasih yang sebesar-besarnya kepada sang pria asing.

"Sebenarnya tuan tidak perlu rept-repot mengeluarkan uang sebanyak itu." Ternyata setelah diamati lagi, pria itu adalah orang yang sama yang mencuri perhatiannya kemrin. Ingat saat kencan buta tempo hari. Laki-laki dengan mobil BMW nya.

"itu bukan masalah besar. Lain kali berhati-hatilah jangan membuat masalah yang nantinya akn merugikan dirimu sendiri, gadis mawar. Ini pertemuan ke sekian kali kita, aku terkesan dengan perilakumu yang energik dan unik."

Badan yang tegap atletis, kulit putih dan balutan busana formal membuatnya menjadi pusat perhatian. Benar-benar calon suami idaman. Dia tidak aka pernah melepasnya jika benar laki-laki itu adalah miliknya , batin Zarra.

"Nak," kata si ibu memuat Zarra terkaget-kaget.

"eh, iya bu. Maaf apa anda mengatakan sesuatu?" Jawab Zarra salah tingkah.

Karena terkesima Zarra jadi tidak memperhatikan kata - kata si lelaki dengan baik. Dia hanya mendengar pertemuan ketiga. Apa maksudnya pertemuan ketiga dia bahkan tidak pernah berjumpa lelaki ini sebelumna kecuali saat di resto, itupun Zarra hanya memperhatiakan dari jauh tidak mungkin kan itu disebut pertemuan.

"sudahlah. Sampai bertemu lagi." Lelaki itu kemudian hilang di tengah kerumunan orang. Zarra mengantar si ibu untuk beristirahat di salah satu warung di pinggir jalan. Saat hendak berpamitan Ronipun datang menghampirinya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro