Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 12

"Sorri Del, maaf banget gue telat." terlihat Hito tergopoh gopoh memasuki sebuah restoran cukup mewah di Jakarta. Keringat mengucur di dahinya, terlihat kali ini dia sedikit kerepotan untuk dapat sampai di tempat ini.

"Jam 14.20, lumayan hanya terlambat 5 menit dari jam janjian tidak seperti kemarin. Kebetulan klien juga sedikit terlambat jadi kali ini kau kumaafkan," kata Delio sambil memperhatikan jam yang melingkar di tangannya. Dia tidak perduli apa yang tadi sedang Hito lakukan, yang terpenting dia bisa datang tepat waktu. Tidak ada alasan apapun untuk orang yang mengingkari janjinya, terlambat sama dengan ingkar bagi Delio.

"Kemarin itu gue beneran kejebak macet, gara-gara ada cewek yang menolak ikut ke kantor polisi makanya jalanan jadi macet parah. Cantik cantik kok masuk penjara, yah zaman sekarang apa pun bisa terjadi." tutur Hito panjang lebar.

Delio sama sekali tidak peduli dengan apa yang disampaikan Hito. Pandangannya mengarah ke luar jendela, dia bingung kenapa wanita yang dia cari tidak pernah ada di kantornya. Hari ini dia sengaja bangun pagi dan menunggu di kantor berita itu tapi tidak ada juga.

"Hoi, Delio...." teriak Hito mencari perhatian dari sang lawan bicara.

Karena kaget, benda yang sedari tadi dimainkan Delio pun terjatuh. Tidak enak hati, Hito segera meraih benda kecil berbentuk segi empat itu dari bawah meja. Dia bermaksud mengembalikan pada Delio, namun dia penasaran, name tag siapa ini, kenapa Delio selalu membawa-bawa benda ini.

Saat dia melihat foto yang berada pada name tag itu sepertinya dia pernah melihatnya disuatu tempat, tapi di mana.

"Ah, aku ingat. aku pernah melihat wanita ini, benar ini wanita yang sama yang tadi aku ceritakan. Setahuku kemarin dia dibawa ke kantor polisi karena dituduh menjadi salah satu demonstran yang anarkis,"

"Kau gila ya, dia kan wartawan untuk apa dia ikut berdemo, yang ada dia sedang meliput disana," kata Delio sedikit meremehkan, namun dia tiba-tiba teringat kan name tag nya ada padanya, jelas saja wanita itu ditahan. Delio pun bergegas pergi meninggalkan Hito yang terbengong-bengong melihat kelakuan atasannya itu.

"lah main kabur aja tuh anak, meetingnya gimana Bambang?" tukas Hito.

"Lu yang urus semuanya," jawab Delio tanpa rasa bersalah.

Dia kembali melajukan mobilnya ke arah kantor polisi di tempat yang di ceritakan Hito. terbesit difikirannya, pastilah sudah ada yang menjamin wanita itu, namun instingnya tetap menyuruhnya untuk pergi kesana secepatnya.

Awan hitam mulai menutupi sinar sang mentari, hujan kian lama kian deras, roda mobil Delio berputar dengan cepat menembus kubangan-kubangan air. Mobil silver kesayangannya terparkir rapi di halaman kantor kepolisian setempat.

***

"Bukankah itu wanita yang kemarin bersikeras bahwa dirinya seorang wartawan?"

"Benar pak."

Sang polisi muda berjalan mendekat ke arah Zarra, dilihatnya Zarra dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Wanita itu memang tampak berbeda, dia tidak mengenakan jas almamater kampus manapun dan dia terlihat sedikit lebih tua dibanding dengan para mahasiswa lain, meski tidak dapat dipungkiri paras cantiknya itu sedikit mengusik hati sang polisi.

Merasa diperhatikan Zarra sedikit tidak nyaman, mata sang polisi sangat tajam dan raut wajah tanpa ekspresinya itu membuat Zarra merasa merinding.

"Apakah kau benar seorang wartawan?" tanya sang polisi tepat dihadapan Zarra meskipun mereka terhalang jeruji besi namun keduanya tampak sangat serasi. Jika mereka bertemu bukan di tempat ini pasti para opsir akan menjadikannya bahan gosip selama satu minggu penuh. Atasannya yang terkenal sedingin es jalan berdua dengan gadis di malam minggu.

"Ah, be... benar pak.. pak Aditya Geraldine M," kata Zarra sambil memandang nama yang tertambat dibaju seragam sang polisi. "apa sekarang saya sudah bisa bebas?"

"Sayang sekali belum ada yang manjamin anda, dan anda tidak bisaenunjukkan bukti kepada kami bahwa anda adalah seorang wartawan, menurut prosedur kepolisian kami harus tetap menahan anda disini sampai ada yange jemput anda,"

"Ayolah pak, bapak kan sangat tampan. pasti hati bapak juga seluas lautan. Masa tega membiarkan saya seperti ini, saya harus bekerja pak... B apak..." tukas Zarra panjang lebar, namun sang polisi yang ternyata berna Aditya itupun malah berbalik pergi meninggalkan Zarra.

 
"ayolah pak bebaskan saya," pinta Zarra memelas setelah sekian kalinya ditolak dia tetap kekeh memohon. Meski hasilnya akan sama saja, bagi Zarra tidak ada kata mustahil kalau belum dicoba.

Aditya sesekali melirik ke arah Zarra, dia sedkkit terhibur dengan tingkah konyol cewek itu. Menurutnya Zarra lucu, dan dirinya pribadi sebenarnya percaya bahwa Zarra mengatakan hal yang sesungguhnya, cewek seperti itu bukanlah provokator yang memicu tindakan anarkis. Zarra terlihat begitu polos dan berpendirian teguh tidak mungkin berani melakukan hal yang  melanggar hukum. Namun Aditya tidak bisa dengan mudah membebaskannya tanpa bukti, dia juga tidak mau menyalah gunakan kekuasaannya untuk membebaskan cewek itu.

"Saat teman saya datang nanti bapak pasti menyesal tidak mempercayai saya, hmmmhh,"

"ya ya ya, kita tunggu saja," opsir teman debat Zarra pun sudah merasa habis kesabarannya menghadapi celotehan-celotehan Zarra.

"Zarra Khairina."

"Ah itu saya," jawab Zarra penuh semangat, "tuh kan temanku datang menjemput. Situ sih ga mau percaya."

Zarra bergegas keluar, dia yakin Roni menjemputnya sekarang, mungkin dia kemarin tidak tau dirinya ditahan, dan setelah tau Roim buru buru kesini untuk membebaskannya.

"bakalan aku traktir kamu,... Ro..." kata Zarra sesaat setelah melihat siapa yang menjemputnya. Dia sedikit bingung, tidak ada Roni di manapun, dan sekarang yang berdiri dihadapannya, siapa?

"Dengan senang hati saya akan menerima traktiran anda nona Zarra," laki-laki bertubuh tegap berparas menawan itu sepersekian detik mengalihkan fokus Zarra.

"Siapa?" Zarra masih melongo dibuatnya

lelaki itu menandatangani beberapa lembar dokumen kemudian setelah berbicara entah apa itu dengan salah satu petugas, dia berjalan mendekat ke arah Zarra yang masih mematung, bingung dengan situasi sekarang ini.

Zarra mengingat-ingat kembali, wajah itu sangat familiar, tapi siapa, dia sama sekali tidak mengenal lelaki itu. dia yakin pernah melihat wajah itu beberapa kali. Bagaimana bisa dia melupakan wajah se tampan itu, batin Zarra menyalahkan keteledoran dirinya sendiri.

"Lain kali jangan sampai jatuh lagi," si lelaki menggenggamkan name tag Zarra ke tangannya. Zarra bingung kenapa bisa ada padanya, setelah mengingat ingat lagi. Dia menyadari bahwa dia laki-laki yang telah ditabraknya tempo hari, dan dia baru tau pasti nametag nya terjatuh kala itu sehingga laki-laki ini lah yang menemukannya.

"Terimakasih..."

"Adelio Leroy, panggil saja Delio," kata si lelaki sambil tersenym dihadapan Zarra. "Senang berkenalan dengan anda, Zarra Khairina."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro