Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1

Udara hari ini sangat dingin, Desember adalah bulan yang penuh dangan hujan. Tiada hari tanpa hujan.

 
Desember juga disebut bulannya pasangan, banyak sekali pasangan yang melepas masa lajang mereka di bulan ini. Mungkin karena musim penghujan, jadi enak kalau tidur tidak sendirian, lebih hangat juga tentunya.

 
Disaat para gadis seusianya sibuk mempersiapkan pesta pernikahan mereka, Zarra Khairina malah sedang sibuk mengejar berita. Gadis itu terlihat sangat bersemangat, meski ditengah guyuran hujan dia tetap berlari tanpa menoleh sedikitpun.

 
Zarra adalah seorang wartawan disalah satu surat kabar terkemuka di negeri ini, setiap hari kerjanya hanya berkutat dengan berita dan kasus. Bagaimana tidak wartawan selalu dituntut untuk siap sedia menyediakan berita paling hangat dan sensasional. Semakin sensasional semakin kau akan dikenal.

“Zarra tunggu.” Seorang laki – laki berperawakan gembul berlari mengejar Zarra yang entah telah menghilang kemana. Sambil celingukan kesana kemari laki - laki yang ternyata bernama Roni itu akhirnya menemukan keberadaan Zarra.
 

“Stamina macam apa itu Ra, bisa – bisanya berlari secepat itu tanpa lelah sedikitpun. Mana aku ditinggalin lagi, dasar.”
 

“Eh Roni, sorri, sorri. Aku kira kamu dibelakangku.” jawab Zarra cekikikan.
 

Ternyata Zarra dari tadi berlari menuju TKP pembunuhan seorang karyawan yang ditemukan tak bernyawa di sebuah hotel. Karena terlalu fokus dia sampai melupakan keberadaan partner satu – satunya itu.
 

“Eh Ron, cabut dulu ya, sebentar kok,  kamu tunggu saja disini.” Tambah Zarra. Tanpa menunggu jawaban Roni sekarang Zarra malah sibuk memotret dan menanyai beberapa orang saksi mata.
 

“Bener – bener ni anak.” Ronipun menunggu Zarra di cafetaria di samping TKP. Saat itu suasana sekitar Hotel sangat ramai dengan wartawan, polisi, beberapa karyawan hotel dan warga sekitar yang ingin melihat.

Roni melihat sahabatnya itu dengan tidak percaya, kok ada ya gadis seperti itu. Berdedikasi sekali, semoga saja hasil yang mereka peroleh berbanding lurus dengan pengorbanan yang mereka lakukan. Sanbil meniknati secangkir kopi dan alunan musik di cafetaria itu Roni sibuk mengedit beberapa foto yag telah dikirimkan Zarra.

“Haah, akhirnya dapat juga Ron, kita bakal dapat bonus nih jika berita ini menjadi Headline besok.” Celetuk Zarra penuh harap, sambil duduk disalah satu bangku didepan Roni.

“Bonus terooosss. Dipikiranmu ga ada hal lain gitu selain bonus, misalnya keselamatanku?” jawab Roni sedikit ketus.

“Lah emang kamu kenapa Ron? Jatuh? Kesrempet mobil? Atau hampir ketabrak truk? Ayo cerita, sorri, aku bener – bener ga tau.” Kali ini Zarra terlihat khawatir dengan kondisi Roni. Karena tadi dia terlalu fokus dengan kerjaannya dia malah meninggalkan partnernya sendirian padahal dia tau Roni sangat buruk saat berlari.

“Nah kan mulai ngayalnya. Amit – amit jangan sampai semua omongan kamu itu kejadian.” Ronipun tidak terima dengan perlakuan Zarra. Roni tadi sebenarnya hanya menggoda Zarra sebagai balasan karena dia  telah meninggalkannya.

“Terus kenapa tadi bahas - bahas keselamatan segala?"

“Ya habis sebel aja, ditinggalin begitu saja, mana aku ga tau tempatnya kan nyasar jadinya. Capek tau muter - muter kesana kemari.” Jelas Roni sebal.

“Yaelah Mbul. Udah ah, yuk kita tulis beritanya semakin cepat selesai semakin cepat kita pulang.” Zarra kini mengeluarkan laptop dari tasnya. Dia mulai menuangkan semua hal dipikirannya tentang kasus tadi.

Udara semakin malam semakin terasa menusuk kulit, namun itu semua tidak menyurutkan semangat Zarra dan Roni.

Mereka berdua sibuk merangkai kata semenarik mungkin agar bisa menulis berita sebaik yang mereka bisa. Jarum jam terus berputar, rintik hujan diluar semakin jarang terlihat, fokus mata Zarra masih tertuju pada laptop miliknya. Namun tiba – tiba ada sebuah pesan masuk yang membuat raut wajah Zarra mengkerut selama beberapa detik.

“Kenapa lagi Ra?” kata Roni membuyarkan pandangan Zarra yang sedari tadi tertuju pada ponsel di tangannya.

“Nyokap tiri aku Ron.” mata Zarra menerawang jauh, memunjukkan bahwa hal yang sekarang dihadapinya adalah hal yang kurang menyenangkan.

“Nyokap tiri kamu ngapain lagi?” sekarang tangan dan mata Roni sudah tidak lagi ke arah laptopnya, namun tertuju pada Zarra.

“Biasalah, kamu kan tau sendiri dia selalu memamerkan anak – anak kesayangannya. Nih liat foto Karin dengan pacar barunya yang katanya super tajir.” Zarra menunjukkan sebuah foto seorang gadis yang hampir seumuran dengan Zarra mungkin mereka hanya terpaut beberapa bulan. Gadis itu sedang menggandeng mesra seorang lelaki, cukup tampan menurutnya.

“Terus hubungannya sama kamu?” Roni bingung dengan arah pembicaraan Zarra. Apa hubungannya foto adik tirinya dengan raut muka sedihnya tadi.

“Dia maksa aku cepet nikah Ron, katanya Karin dan Andin sudah pada punya calon. Dan ayah gak ngizinin mereka berdua nikah sebelum aku nikah, karena aku yang paling tua.” Jelas Zarra tidak habis pikir dengan pemikiran ibu sambungnya itu.

“Katanya dia memberiku waktu satu bulan. Kalau dalam waktu sebulan aku belum menemukan calon suami aku bakal dipaksa nikah Ron sama om - om tua. Hii... Sumpah aku ga mau.”

“Emang ini zamannya Siti Nurbaya. Kebanyakan nonton sinetron kali nyokab kamu.” canda Roni. Namun karena Zarra sepertinya serius dengan ucapannya barusan Ronipun sedikit salah tingkah.

“Gimana ini Ron?” sekarang fokus Zarra sudah tidak lagi pada pekerjaannya. Dia terlihat sangat bingung harus melakukan apa. Selama ini dia belum pernah sekalipun pacaran. Menurutnya makhluk bernama laki – laki itu aneh. Dia selalu kikuk didepan mereka, kecuali Roni.

“Bagaimana kalau kencan buta? Kebetulan aku dan Nita punya beberapa teman yang memang sedang mencari pasangan. Kalau kamu setuju aku bisa mencoba menghubungi salah satunya. Siapa tau cocok.” Nita adalah istri Roni dan juga sahabat Zarra. Mereka bertiga sudah bersahabat sejak kecil. Itulah yang membuat Zarra merasa aman dan tidak canggung bila berada disamping Roni.

“Tapi.”

“Gak usah pakai tapi tapiaan. Daripada dinikahin sama om –om tua botak lagi hayo pilih mana. Temen – temenku ga setua itu hlo. Hayo pilih mana?” lagi – lagi Roni bercanda disaat Zarra sedang serius membuat Zarra sedikit memanyunkan bibir mungilnya.

“Emmm.” Zarra tampak berfikir keras untuk meng-iyakan ucapan Roni barusan. Apa dicoba saja ya, bener juga kata Roni, siapa tau cocok. “Boleh tapi tunjukin dulu fotonya. Aku ga mau sama yang botak dan tua.”

“Hahahaha, nah gitu dong. Besok aku kabari lagi. Dijamin tidak mengecewakan.” Senyum kemenangan mengembang dimulut Roni.

Meskipun ini hal yang tidak baik karena memang hal ini sedikit bersifat paksaan, namun dia sangat senang akhirnya Zarra mau mempertimbangkan untuk menikah.

 Roni sangat berharap kali ini Zarra menemukan tambatan hatinya dan bisa segera pergi dari rumah mengerikan itu.

***

Bunyi alarm membangunkan Zarra dri tidur lelapnya. Meskipun dia baru tidur selama beberapa jam saja namun dia tetap berjalan menuju dapur dan mulai berberes.

"Luar biasa apa ibu dan adik - adik tiriku kemarin mengundang ratusan orang kerumah sangat berantakan sekali rumah ini." celoteh Zarra tidak habis pikir, semuanya berantakan didapur tumpukan piring menggunung, panci panci penuh sisa makanan berserakan. Lantai sangat kotor seperti sudah berbulan - bulan tidak dibersihkan.

Pekerjaannya pagi ini sangat banyak cucian baju menumpuk, piring kotor dan kondisi rumahnya saat ini. Apa dirumah ini tidak ada kehidupan selain dirinya, kenapa semua tugas merepotkan ini selalu dilimpahkan padanya.

"Semangat Zarra! Jika dikerjakan mulai dari sekarang hari ini pasti tidak akan terlambat lagi kekantor." kata Zarra menyemangati dirinya sendiri. Diapun mulai mengerjakan satu persatu pekerjaan rumah itu.

Keluarga Zarra bukanlah keluarga yang tidak mampu, malah cenderung berada. Namun semenjak ibu sambungnya bergabung dengan keluarga kecilnya tugas - tugas berat selalu diberikan kepadanya.

"Bagus sekali Zarra, penilaian ibu memang tidak pernah salah. Zarra sangat berbakat dalam bidang ini. Hemat uang juga, lebih baik Zarra saja yang kerjakan. Zarra tidak keberatankan." seorang wanita paruh baya keluar dari salah satu kamar diujung lorong dan mendekat kearah Zarra.

"Iya benar Zarra saja." tambah Karin, adiknya yang melongokan kepalanya dari pintu kamar.

"Bakat babu. hahahaha..." Andin adik tiri Zarra yang satu lagi menimpali dengan nada mengejek.

"Siapa pula yang tidak keberatan. Aku sangat keberatan tau. Situ sendiri yang seenaknya memutuskan tanpa bertanya dulu kepadaku." batin Zarra. " Ini juga duo pengacau ngapain ikutan nimbrung. Haaahhh, sabar, sabar."

"Ingat kata - kata ibu kemarin ya. Hanya satu bulan tidak lebih. Andin dan Karin akan segera menikah, jadi kamu harus segera menentukan siapa pasanganmu secepatnya." sambung ibu Zarra kemudian berbalik pergi masuk ke kamarnya kembali setelah mengambil segelas air.

"Ya Tuhan. Ada ya orang macam ini. Kalau bukan karena ayah udah kulaporin ke polisi tu orang." gumamnya pelan.

"Kau mengatakan sesuatu?" tukas sang ibu, membuat Zarra terkejut dia pikir ibunya mendengar ucapannya barusan.

"Tidak, tidak ada." jawab Zarra terbata - bata. "Duh hidupku apa akan selalu seperti ini. Tidak bisakah aku bahagia sedikit saja. Tuhan aku mohon berikan seseorang yang luar biasa untukku, untuk selalu menjagaku. Agar aku selalu merasa aman dari mereka yang menjahatiku selama ini." pinta Zarra tulus sambil sesekali membersihkan tumpukan sampah.

Baru sehari ditinggal rumahnya sudah berubah seperti kapal pecah. Bagaimana kalau ditinggal selamanya, membayangkannya saja membuat Zarra tertawa kecil, membayangkan rumahnya menjadi lautan sampah dan ibu juga kedua adiknya tertimbun dalam tumpukan itu hidup - hidup.

"Ayo Zarra, tidak ada waktu bercanda, pekerjaan masih menumpuk." sanggah dirinya sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro