34. 1% and I Got You.
1 Tahun berlalu
London, England.
Cath melihat pantulan dirinya di cermin. Hari ini, sama seperti hari Minggu lainnya selama satu tahun di London, Hari perjodohan. Ayahnya tidak menyerah menjodohkan Cath dengan anak kenalannya, bahkan ada yang sudah cukup berumur. Tapi seperti biasa, Cath akan membangun tembok tebal dan menghiraukan 'Calon-suami'nya. George tentu saja kesal akibat sikap Cath yang membuat para calon pilihannya mundur teratur, tapi itu tidak membuatnya menyerah.
George selalu mencari akal untuk mendapatkan calon baru dalam waktu singkat. Tidak mengherankan karena koneksi George itu pasti banyak. Bahkan, -percaya atau tidak- Cath pernah mendapat calon yang mengaku sebagai sahabat dekat Prince William. Tapi itu tidak membuat Cath bergeming.
Jauh dalam lubuk hati Cath, ia sangat merindukan Wilson. Sudah satu tahun George memutus hubungan Cath dengan Amerika. Entah bagaimana cara George, tapi telepon dari dan menuju ke Amerika sukses di blokir olehnya, Begitu juga jaringan Internet dan Email. Cath tidak mempunyai apapun yang berhubungan dengan Wilson di London, awalnya ia yakin kalau ini adalah yang terbaik, namun hatinya tidak bisa berbohong. Ia selalu menangis setiap malam sebelum tidur.
Meskipun dengan percaya diri ia menulis surat yang ia tinggalkan di rumah untuk Wilson dan memintanya mencari kebahagiaannya sendiri, tapi terkadang Cath menyesal dan ingin sekali meminta Wilson untuk datang mencarinya. Tapi Cath tahu kalau itu adalah permintaan dan pemikiran yang bodoh. Satu tahun sudah berlalu, mungkin saja Wilson sudah menemukan kebahagiaannya. Ia juga tidak yakin kalau Wilson masih memiliki perasaan yang sama setelah Wilson tahu kebenarannya.
"Cath, My Dear. Apa kau sudah siap sayang?" Susan mengetuk pintu kamar Cath.
Cath berjalan menghampiri pintu kamarnya, "Sudah, Mom."
Susan mengernyit melihat penampilan Cath yang hanya memakai kaus dan jeans panjang serta rambutnya tersanggul acak, jauh dari kesan anggun. "Kau mau mengenakan ini, Sayang?"
Cath mengikuti arah pandangan Ibunya lalu mengangguk yakin. "Tentu saja. Aku selalu berpakaian seperti ini ke pertemuan."
"Oleh karena itu Calon suamimu selalu ragu dan memilih untuk mundur." Omel Susan berkacak pinggang. "Kali ini Mom yang akan mendandani mu dan mengatur fashionmu. Mom harus membuat perjodohan kali ini sukses!" Ujarnya bersemangat.
"Tapi Mom.." Cath merengek saat Ibunya mendorong tubuhnya masuk kedalam.
"Mom tahu kau sengaja berpenampilan seperti ini dan memberikan kesan yang buruk pada mereka." Kata Ibunya masih mencoba mendorong tubuh Cath yang sudah pasrah. "Tapi Mom mau agar kau bisa melanjutkan kehidupanmu. Kau tidak akan selamanya hidup sendiri dengan bayang-bayang masa lalu, bukan?" Susan mulai menyisir rambut Cath perlahan. "Hadapilah masa lalumu dengan Berani, Cath."
Cath hanya bisa diam mendengar perkataan Ibunya. 1 tahun sudah terlalu lama untuknya yakin kalau Wilson akan datang mencarinya kemari. Ia harus menghadapi Masa lalunya agar ia dapat melihat ke masa depan yang sedang menantinya. Sejak kepergiannya ke London secara tiba-tiba, Cath juga sudah tahu kalau takdirnya dan Wilson hanya sampai disana.
***
Susan, George, dan Cath tiba di tempat pertemuan yang menurut Cath tidak biasa. Cath di dandani dan dipaksa memakai Dress juga heels, tapi ia dibawa ke tempat yang menurut Cath tidak cocok dengan dandanannya kali ini. Biasa dengan dandanannya yang Casual, Ayahnya akan membawanya ke Restoran bintang 5. Tapi kenapa ini berkebalikan?
"Kau duduk di belakang sana dulu, Cath." Ujar George seperti biasa. Memang sebelum pertemuannya dengan 'Calon suaminya', Cath biasanya akan duduk di meja belakang George sendirian, dan setelah berbincang cukup lama, sang calon akan menghampiri Cath.
Cath menghela nafas panjang.
"Cath, Tolong jangan mempermalukan Dad kali ini." Tegas Ayahnya yang hanya di balas anggukan oleh Cath.
Cath lalu mengambil tempat duduk tepat di belakang Ibu dan Ayahnya. Ia menghela nafasnya dan matanya menjelajahi Kafe bernuansa romantis itu perlahan. Banyak pasangan yang sedang berkencan di sana, ada juga kumpulan gadis yang tengah bergosip.
Meskipun sekarang ia sudah tidak diikuti oleh banyak bodyguard dan bebas bergaul dengan teman-teman seumurannya, tapi Cath cenderung menutup diri sekarang. Sepertinya ia sudah terbiasa dengan kehidupan tanpa teman yang ia bawa dari Amerika.
"Maaf, Saya terlambat." Suara Berat seorang laki-lak terdengar. "Saya sedikit kesulitan mencari alamatnya."
"Tidak masalah, Anak muda. Kau baru disini jadi aku bisa memaklumi." Dad menjawab seraya tertawa. "Duduklah." Tawar George.
Cath mendengus. Bukankah Dad menyukai orang yang tepat waktu? Itu sudah merupakan nilai minus bagiku.
"Bagaimana penerbanganmu kemarin malam?" Tanya Susan.
"Banyak turbulensi, tetapi penerbangannya cukup menyenangkan. Saya tidak sabar untuk bertemu dengan Bibi dan Paman." Ujar laki-lagi itu.
Bermulut manis, pintar sekali. Memanggil Mom dan Dad seperti tanpa canggung.
"Kau bisa saja." Ujar Susan tertawa.
"Bagaimana rencana Kuliahmu disini, Nak?" Tanya George.
"Semua sudah beres, Paman. Bulan depan aku sudah bisa memulai S2-ku disini. Paman tenang saja, Aku pemuda yang cepat tanggap. Aku pasti bisa memajukan Perusahaan Paman." Ujar Laki-laki itu percaya diri.
Percaya diri sekali. Memangnya ia yakin aku akan menerima pejodohan ini. Lagi pula ia masih kuliah bukan? Kita lihat saja apakah Kau akan menjadi korban ku selanjutnya dan bergerak mundur teratur nanti. Cath tersenyum licik.
"Bagus. Saya suka dengan semangatmu." Puji George.
"Lalu, Benarkah kau tidak mempunyai pacar? Pria dengan wajah tampan sepertimu, tidak mungkin masih sendirian." Tanya Susan ingin tahu.
Mom, Kalau ia sudah punya pacar, tidak mungkin ia akan ikut dengan perjodohan bodoh ini! Rutuk Cath.
"Hampir, Bibi." Jawab Pria itu.
"Maksudmu?" Susan kembali bertanya.
"Saya hampir mempunya pacar tidak lama ini. Saya sangat mencintainya, tapi ia pergi meninggalkanku."
Sekarang apa? Diriku hanya sebagai pelarian?
"Kau tidak mencoba mencarinya?" Tanya Susan prihatin. "Lalu apa kau masih mencintainya?"
Pria itu terdiam sebentar. "Aku sudah berusaha mencarinya tetapi tidak membuahkan hasil. Gadis itu adalah sumber kebahagiaanku, tentu aku masih mencintainya."
Meskipun Cath mendengar pengakuan pria itu dengan risih, tapi dalam hatinya ia malah membayangkan kalau pria itu adalah Wilson yang sudah mencarinya dan masih mencintainya. Tidak mungkin. Cath tersenyum nanar.
"Meskipun ia sempat membohongiku, tapi aku tidak peduli. Ia tetaplah gadis yang sama saat aku membuka mata dipagi hari dan saat aku menutup mata saat malam. Ia berkata telah mengambil keputusan yang egois, tapi menurutku tidak sama sekali. Kalau ia tidak memilih keputusan egois itu, kami mungkin tidak akan pernah bertemu."
Hati Cath terenyuh. Ia bisa merasakan ketulusan dari perkataan pria di belakangnya saat ini. Ia mengerti situasi yang mungkin dihadapi Gadis dalam cerita Pria itu karena Cath juga pernah merasakannya. Dan sekali lagi ia membayangkan kalau Wilson lah yang membicarakan itu semua saat ini.
"Saat saya memberanikan diri mengajaknya keluar untuk pertama kalinya, Gadis itu mengucapkan kata-kata ajaib yang hingga sekarang menjadi semangat untukku mencarinya." Pria itu berhenti sebentar.
"Semua orang memiliki kesempatan yang sama. Meskipun hanya 1% kemungkinan itu bisa tercapai, asalkan kita berusaha dengan sekuat tenaga..." Pria itu berjalan menghampiri Cath. "1% itu akan membuahkan hasil meski memakan waktu yang lama."
Pria itu kini berdiri di samping Cath yang masih terpaku di tempat duduknya. Tepat ketika ia menghabiskan kata-katanya, Gadis itu menoleh kearahnya dengan cepat dan mata yang berkaca-kaca. Mata yang di rindukan oleh Pria itu.
Cath memandang Pria itu tidak percaya dan mengira bahwa ini hanyalah halusinasinya. Bibirnya bergetar bersamaan dengan usahanya untuk berdiri dari tempatnya.
"Wil...Son?" Akhirnya suara Cath keluar dari bibirnya yang bergetar. Sosok yang selama ini berlarian di dalam pikirannya kini muncul di hadapannya. Ia nyata. Kenapa aku tidak mengenali suaranya tadi?
Wilson tersenyum, ia menjulurkan tangannya kearah Cath. "Perkenalkan. Namaku Wilson Alfredo Dominicus. Umurku 25 tahun. Makanan kesukaanku adalah Carrot cake dan apapun yang dimasak oleh Cath, Maidku"
Cath terlihat sedikit bingung, namun ia tersenyum dan menyambut uluran tangan Wilson. "Namaku Catherine, Catherine Hovers. Umurku 20 tahun, dan aku senang sekali memasak untuk Wilson, majikanku."
Mereka saling bertatap, meskipun air mata cath mulai terjatuh di pipinya, namun Cath masih ingin menatap Wilson lebih lama. Ia takut kalau ia mengusap air matanya, bayangan Wilson akan ikut memudar.
Wilson memandang Cath dan tersenyum penuh arti. Ia tahu kalau ini bagaikan mimpi bagi Cath, karena ia juga merasa ini seperti mimpi. Wilson langsung menarik tangan Cath dan memeluk Gadis itu erat. Ia membiarkan Cath untuk menangis dalam pelukannya, dan juga untuk meyakinkan dirinya bahwa gadis di depannya nyata.
"Aku sangat merindukanmu, Cath." Gumam Wilson tepat di telinga Cath. Membuat Cath menangis makin kencang dalam pelukannya.
Cath tidak bisa berkata apa-apa. Dirinya terlalu senang dan kaget dengan kehadiran Wilson di hadapannya dan sekarang ia berada di pelukan Wilson.
"Cath..." Panggil Sophie di balik pelukan Wilson.
Cath melepaskan pelukan Wilson perlahan dan melihat Sophie dengan matanya yang membesar. "Aunt Sophie!!!" Seru Cath berlari memeluk Sophie. "Aunt.. Maafkan aku telah menyusahkanmu, Maaf aku tidak bisa meminta maaf secara langsung kepadamu."
Sophie sudah menangis melihat pertemuan Wilson dan Cath, ia kembali menangis begitu Cath memeluknya. "Sudahlah, Cath. Semua sudah berlalu. Aku tidak pernah menyalahkamu." Gumam Sophie.
"Tapi, Bagaimana kalian bisa ada disini?" Tanya Cath menyadari keingintahuannya. "Dad, Mom? Kalian merencanakannya?"
George tersenyum. Baru kali ini ia melihat Ayahnya tersenyum sejelas ini. George berjalan menghampiri Cath dan merangkulnya. "Ini semua rencana Wilson." Gumamnya.
"Tapi bagaimana bisa?" Cath masih tidak percaya seraya memandang orang-orang disekitarnya bergantian.
Wilson hanya tersenyum dan merangkul Cath yang masih terlihat bingung.
"Wilson datang ke kantor Dad 2 minggu setelah Dad membawamu kemari." George mulai membuka suara setelah menunggu sesaat kalau tidak ada yang berniat untuk bercerita untuk putrinya yang makin kebingungan. "Tentu saja Dad terus mengusirnya karena Dad masih marah terhadap apa yang ia lakukan." Ujarnya lagi. Ia menarik lengan Cath dari rangkulan Wilson. Wilson hanya bisa tertawa mendengar cerita Ayah Cath dan ketika ayah Cath menarik Cath.
"Dad mengira kalau cepat atau lambat, Wilson akan menyerah. Tapi nyatanya ia malah meneror Dad dengan muncul di Kantor Dad setiap dua minggu sekali."
Cath tertawa tidak percaya. "Dad, jangan membohongiku."
"Dad tidak bohong, My Dear." George berkacak pinggang.
"Benarkah?" Mata Cath membulat menatap Wilson seakan menanyakan kebenarannya. Namun yang ditatap hanya menggidikan bahu dan tersenyum dalam diam.
"Dad benar-benar kehabisan akal untuk menghindari Wilson saat itu. Tapi kata-katanya setiap kali Dad mengusirnya dari kantor menggerakkan hati ayah perlahan." George membelai kepala Putrinya lembut. "Dan sekarang Dad tahu dari mana kata-kata itu berasal."
Cath mengernyit. "Kata-kata apa?"
"Kata-kata Ajaibmu." Sela Wilson.
"Sir, Saya akan kembali lagi kemari. Saya yakin saya bisa menggerakan hati anda meskipun kesempatan saya hanya 1%. Selama masih ada kemungkinan, saya tidak akan menyerah sampai anda menyadari perasaan saya yang mencintai putri anda dengan tulus."
Kerutan di dahi Cath makin banyak. "Apa maksudmu? Kata-kata apa? Beritahu aku!" Rengek Cath ingin tahu.
Wilson tertawa puas, namun ia juga merasa malu untuk memberi tahu Cath detail cerita memalukannya yang menjadi tontonan para karyawan di perusaan Hovers Inc.
"Mom! Apakah Mom tahu mengenai ini semua?" Cath berganti haluan dan merengeki Ibunya yang terus tersenyum di sebelah Sophie.
"Tentu saja, Sayang. Dad selalu menceritakan semuanya pada Mom. Dan Mom juga yang membantu untuk menggerakan hati Dad perlahan dari dalam." Susan tertawa. "Mom juga tidak akan membiarkan putri Mom terlihat tidak menarik untuk perjodohan penting kali ini, Bukan?"
Wajah Cath Memerah mendengar ucapan ibunya. Ternyata memang Cath yang tidak tahu menahu tentang rencana kejutan ini. Tadi mom bilang apa? Perjodohan? Untuk sementara, Cath telah melupakan acara perjodohannya akibat terlalu kaget. Ia lalu menoleh kearah ayahnya dan juga Wilson.
"Nah, Jadi Cath.." George menarik tubuh Cath kedepannya dan memegang bahu Cath. "Apa kau mau menerima Perjodohanmu kali ini?" Tanyanya membuat mata Cath kembali berair.
"Aku tidak menerima perjodohan ini." Suara Wilson mengagetkan keempat orang yang kini berada di hadapannya. Cath menoleh dengan cepat dan ada sarat kekecewaan dari matanya.
"Kenapa?" Gumam Cath menghampiri Wilson. "Kau berubah pikiran?" Tanya Cath kecewa.
Wilson menggeleng. "Dulu aku mencintaimu Cath. Dan setelah mengetahui kenyataannya, aku masih mencintaimu seperti dulu. Setelah kau pergi meninggalkanku, aku menyadari sesuatu kalau perasaan yang kurasakan bukan sekedar Mencintaimu." Wilson berhenti sebentar. "Kau memintaku untuk mencari kebahagiaanku, dan aku sudah melakukan itu setiap dua minggu selama satu tahun ini. Aku Mencintaimu hingga bisa membuatku gila kalau kau tidak berada didepanku Cath."
Cath tersenyum meskipun airmatanya mengalir di pipinya.
"Aku mencintaimu tapi aku tidak ingin perjodohan ini terjadi." Wilson terdiam. Tangannya yang sedari tadi ia letakkan di dalam saku jasnya seakan gusar akan sesuatu. "Aku ingin mengetahui perasaanmu dengan Mulutmu sendiri, bukan dari secarik kertas yang kau tinggalkan. Itu alasan aku kemari menemuimu."
Senyum di wajah Cath sedikit memudar ketika Wilson mengatakan tidak menginginkan perjodohan ini. "Aku.." bibir Cath bergetar. "T-tidak pernah sedetikpun aku melupakanmu di sini. Meskipun aku tahu sikapku bodoh untuk berharap pada 1% kemungkinan tanpa berusaha untuk menemuimu, tapi aku tetap memikirkanmu. Karena aku mencintaimu, Wil." Cath tertunduk dan kembali terisak. Ia tidak ingin melihat wajah Wilson saat ia mengatakannya, karena ia tahu kalau ia tidak akan memiliki keberanian untuk berbicara jika ia terus menatap wajah Wilson.
Wilson tersenyum puas setelah mendapatkan jawaban yang ia inginkan. "Terima kasih sudah memberitahuku. Sekarang giliranku." Dengan yakin ia menggenggam Kotak Merah yang berada di Saku Jaketnya dan berlutut di hadapan Cath seraya membuka Kotak Merah yang ia genggam dan memamerkan Cincin bermata berlian yang cantik di dalamnya. "Maukah kau menikah denganku, Catherine Hovers?"
Bola mata Cath membesar dan airmatanya terus berlinang meskipun ia yakin kalau ini bukanlah airmata kesedihan seperti yang tadi. Ia menoleh menatap kedua orang tuanya dan juga Sophie yang juga ikut meneteskan airmata bahagia. Cath juga menangkap sinyal Ibu dan Ayahnya yang mengangguk ringan.
"Tentu saja aku bersedia." suara Cath di tengah-tengah isak tangisnya yang mungkin saja membuat ucapannya terpotong dan untungnya kejadian memalukan itu tidak terjadi.
Wilson tersenyum lebar dan memasangkan cincin itu di jari manis Cath. Ia berdiri dan memeluk Cath dengan erat. Akhirnya ia telah mendapatkan kebahagiaannya.
"Tapi aku tidak bisa membawamu ke Amerika dalam waktu dekat." Gumam Wilson di telinga Cath.
Cath melepaskan perlahan pelukan Wilson. "Kenapa?"
"Seperti yang ku katakan, aku akan melanjutkan S2ku disini. Aku juga akan mulai bekerja di perusahaan ayahmu. Suatu saat aku harus mengambil alih Hovers Inc. Setelah menikah denganmu bukan?" Ujar Wilson.
Kata pernikahan yang diucapkan Wilson membuat wajah Cath memerah kembali. Ia tidak menyangka kalau ia sekarang sudah resmi memiliki 'Calon-Suami' setelah melewati banyak Perjodohan. dan lebih lagi, Calon suaminya kali ini melupakan pilihannya sendiri yang ia nantikan satu tahun ini.
Cath mengangguk pasti membenarkan ucapan Wilson dan kembali memeluk Wilson. Ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan mereka. Ia tahu akan banyak rintangan yang menghadang dihadapan mereka, tapi mereka sama-sama yakin kalau tidak ada yang mustahil. Meskipun hanya 1%, mereka akan mampu melewati apapun yang ada di hadapan mereka karena mereka memiliki satu sama lain.
***
END
✌ maaf kalau endingnya jelek. Namanya juga cerita perdana 😂
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro