3. Crazy Proposal! (1)
"Masuklah, anggap saja rumah sendiri. Maaf berantakan." Sophie mempersilahkan Cath untuk masuk setelah ia membuka kunci pintunya.
"Permisi." izin Cath sambil melangkah masuk dan melihat-lihat sekitar. "kau tinggal sendiri?"
"Tentu saja. Aku jarang menghabiskan waktuku di rumah. Kalau aku punya teman serumah, aku kasihan padanya kalau harus ku tinggal dari pagi hingga larut malam." jawab Sophie sambil melepaskan sepatunya. "Kau mau minum sesuatu?"
"Air putih saja, terima kasih." jawab Cath tersenyum. "ku kira Artismu juga tinggal bersamamu?" tanya Cath polos.
Sophie tertawa dari balik dapurnya. "kami hanya Artis dan manager, Cath, bukan sepasang Suami Istri." elak Sophie masih sambil tertawa.
Sophie berjalan ke ruang tamu dengan membawa 2 buah gelas berisi air putih. Ia meletakan segelas didepan Cath dan gelas lainnya dihadapannya. "Lalu sekarang, kau mau menceritakan kepadaku kenapa kau mempunyai ide itu dan juga mengapa kau menangis tadi? Todong Sophie. "Kau tidak perlu menyembunyikan kesedihanmu lagi, Cath. Aku Bibimu dan aku akan menjadi teman berbagi pikiranmu. Ceritakan semuanya padaku."
Cath ragu sejenak. Ia tahu Sophie akan menanyakannya begitu Sophie mengajaknya untuk ke apartemennya. Tapi ia bingung harus mulai dari mana dan apa yang harus ia sampaikan. Baru pertama kalinya ada orang yang bisa dijadikan tempat berbagi.
"Cath?" Sophie menggenggam tangan Catherine lembut. "Aku berjanji tidak akan memberi tahu siapapun meskipun itu kepada Kakakku sendiri."
Cath tersenyum, namun Sophie yakin senyum itu adalah senyum paksaan. Ia bisa melihat airmata mulai mengantri di pelupuk matanya.
"Aku hanya bosan dengan kehidupanku yang monoton. Kau tahu, aku hanya menghabiskan hariku dibalik penjara besar itu dengan banyak mata mengawasi. Sejak SMP dan SMA aku menghabiskan waktuku dirumah setiap harinya untuk home Schooling tanpa bisa menghirup udara segar dan melihat pemandangan luar. Aku memohon pada Daddy agar aku diizinkan Kuliah. Aku memohon kepadanya hampir setiap malam selama satu bulan. Aku terus menelepon Daddy di London sana. Sampai akhirnya Daddy setuju untuk memasukanku ke Universitas swasta ternama. Aku senang sekali saat itu. Aku mengira kehidupanku baru saja dimulai, aku bisa mendapatkan teman." ujar Cath riang.
"Meskipun aku masuk kedalam jurusan bisnis atas perintah Daddy, aku tidak menolak. Aku hanya mau mendapatkan teman." Cath tersenyum meskipun matanya sudah berair. "namun itu terlalu sulit untuk menjadi nyata. Begitu mendengar namaku, semua orang sudah lari. Ditambah Daddy memerintahkan 2 Bodyguard untuk mengawasiku di kelas. Aku jadi semakin terpojok. Jangankan untuk bergosip dengan teman, merencanakan liburan dengan teman, dan pergi shopping sengan teman. Mereka melihatku dengan tatapan mata takut." Cath tersenyum miris.
Sophie menyerahkan sekotak tisue kearah Cath. Ia bisa merasakan kehampaan yang teramat dari airmata dan cerita Cath. Cath tidak pernah menikmati masa remajanya dengan tenang. Ia sangat prihatin.
"Setiap malam aku hanya mempunyai satu pemikiran. Andai aku bukanlah anak dari Keluarga Hovers. Akankah aku menikmati masa remajaku? Dan saat pemikiran itu menemui jalan buntu, aku selalu memikirkan sesuatu yang aneh-aneh." Cath menggeleng-geleng sembari memikirkannya. "bagaimana kalau aku kabur dari rumah? Bagaimana kalau aku sudah tidak ada lagi?"
Pertanyaan terakhir Cath membuat Sophie tercekat. Cath masih sangat muda untuk berpikir tentang kematian. Tanpa Sophie sadari, Airmata Sophie mengalir melalui pipinya. Ia sangat ingin menemani Keponakannya ini dan mengubah masa lalunya yang hampa.
"Tapi aku sadar kalau itu hanya akan membuat Mommy dan Daddy sedih." Cath melihat Sophie yang sudah menangis didepannya. "Begitu juga Kau, Bibiku." ejek Cath sambil tertawa kecil membuat Sophie juga menyunggingkan senyumnya.
"Disaat aku benar-benar bosan, aku rasa kau tidak akan percaya kalau aku mencuri seragam Maid dari Laundry lalu memakainya untuk menyamar." Cath tersenyum pahit. Namun Sophie melihatnya dengan alis yang naik bingung. "Karena begitu banyak Maid di Rumah, akan sulit untuk membedakan siapa. Karena kita memakai sistem Nomor dalam perkenalan, kurasa Kau sudah melihatnya sendiri beberapa kali."
Ya, seperti tadi siang dimana si nomor 13 memanggil si nomor 21, batinnya seraya mengangguk.
"aku suka menyelinap diantara mereka dan ikut menyiapkan makan malam, bercanda sedikit, dan kadang membereskan beberapa ruangan."
"mereka tidak mengenalimu?" tanya Sophie bingung.
"Tentu tidak. Aku menyamar dengan sempurna menggunakan kacamata tanpa lensa serta menggambar beberapa noda di wajah dengan pensil alis." jawab Cath sambil tertawa. "Dari sana aku menyadari kalau mereka tidak terlalu memperhatikanku, Nona rumah disana. Bahkan aku menyamar selama berjam-jam tidak satu dari mereka menyadari ketidak hadiranku dirumah itu." Cath menyunggingkan senyumnya. "lalu aku kembali berpikiran untuk kabur dari sana berhubung keabsenanku tidak terlalu mengganggu mereka."
"lalu Kau pernah kabur?" tanya Sophie kemudian.
"Tidak. Aku sadar penjagaan di luar rumah sangat ketat." Cath tertawa malu. "aku hanya menjalankan keisenganku untuk menyamar beberapa kali kalau aku benar-benar bosan. Sampai suatu hari aku tidak tahan untuk bertanya ke mereka. 'bagaimana pendapat kalian mengenai Nona Cath?'" Cath berhenti sebentar. "awalnya aku bahkan berpikir kalau mereka tidak tahu sama sekali siapa itu Cath, atau untuk siapa mereka bekerja. Tapi jawaban yang mereka berikan, membuatku bersemangat lagi meskipun hanya sedikit. Tapi setidaknya aku jadi tidak merasa terlalu hampa dirumah."
"apa yang mereka katakan?"
Cath berdeham. "Sebenarnya aku malu karena aku sendiri yang mengatakannya.." ia terkekeh. "mereka berkata 'Nona Katty sebenarnya anak yang sangat menyedihkan. Aku percaya kalau jauh disana ia merupakan pribadi yang menyenangkan. Kami sering mencoba menegur dan menghiburnya tapi raut muka Nona selalu menguraikan kesedihan, kami jadi urung menyapanya karena sebenarnya kami takut dengan Tuan George. Sebenarnya aku ingin sekali melihat Nona menghabiskan waktu remajanya diluar sana, bukan di dalam rumah ini. Kami sangat menyayangi Nona Katty yang selalu kesepian dan kami ingin sekali menjadi temannya. Tapi kami sadar akan posisi dan jabatan kami. Aku hanya bisa berharap Nona Katty bisa melakukan hal yang ingin ia lakukan tanpa beban dan dengan hati senang.'" Cath kembali menangis begitu juga Sophie.
"setelah itu, aku tidak lagi menunjukan wajah sedihku kepada mereka. Aku juga menyapa mereka dan menjadikan mereka teman, bukan sekedar Maid. Tapi mereka tetap tidak terlalu mau aku menjadi teman mereka dengan alasan Daddy." Cath terdengar putus asa. "meskipun begitu, setidaknya hubungan kami lebih baik lagi dan mereka lebih berani menyapaku." Cath tersenyum puas.
Sophie bergeser kesebelah Cath dan memeluknya. "Maaf aku tidak bisa sering meluangkan waktu untukmu, Cath. Padahal aku hanya satu-satunya keluargamu yang berada disini." Sesal Sophie.
"Tidak apa, Aunt. Pelukan Aunt sudah lebih dari cukup."
"lalu..." Sophie melepaskan pelukannya dan menatap Cath. "Kau berpikiran untuk menjadi Maid untuk melarikan diri?"
"sebenarnya aku hanya ingin menghabiskan sisa liburanku saja. Aku juga ingin membuktikan kemampuanku yang selama ini ku dapat dari menyamar diam-diam." Cath terkekeh. "aku tahu kau akan menolak, tapi kalau masih ada 1% saja kesempatan, aku ingin memegang teguh kesempatan itu dengan usaha, bukan putus asa."
"Kau tahu kalau ini akan sangat sulit bukan? Kau harus berhadapan dengan Ayahmu, memberi alasan bagus untuk Nanny Gracia, dan juga menjadi Maid bukan seperti dirimu yang bermain samar-samaran. Kau harus memasak sarapan, makan siang, atau makan malam untuknya, membersihkan seluruh rumah, mencuci pakaiannya, lalu kau juga harus menghadapi omelan ketidakpuasannya nanti. Aku tidak ingin kau mengalami itu semua." Sophie membelai rambut cokelat Cath halus.
"Aku sudah 19 tahun hidup dalam keamanan, aku hanya berharap meskipun itu hanya 1 bulan lamanya, aku ingin merasakan hidup sebagai remaja normal lainnya." pinta Cath. "aku tahu permintaanku sangat egois. Tapi kita bisa merahasiakan ini dari Mom and Dad. Lagipula, mereka tidak akan kembali dalam 1 bulan ini. Mereka biasa kembali pada akhir tahun. Untuk Nanny Gracia, aku bisa beralasan kalau kau bersamaku menghabiskan sisa liburanku bersama, bukan? Nanny mengenalmu dan ia juga mempercayaimu."
"tidak semudah itu untuk dilakukan, Cath. Bagaimana kalau ayahmu tiba-tiba kembali?"
"Daddy akan mengabariku sebelum ia kembali ke sini. Jadi aku bisa mempersiapkan diri menjadi anak baik dirumah." jawab Cath yakin. "Daddy tidak akan tahu kalau kau juga bersedia untuk merahasiakannya." pinta Cath menggenggam kedua tangan Sophie erat.
"aku tetap tidak yakin kau akan tahan dengan karakter artisku, Wilson." Sophie menatap Cath ragu. "ia sangat suka memprotes."
"kita tidak akan tahu sebelum mencobanya bukan?"
"Tapi kau tidak bisa masak, Cath!"
"Aku bisa!" Cath dengan cepat menyela ucapan Sophie. "Aku banyak belajar dari internet dan juga dari Maid dirumahku. Mau ku buktikan?" tantang Cath.
"bagaimana caranya?" Sophie mengangkat alis Ragu melihat keseriusan Cath.
Cath berpikir sebentar lalu ia berdiri dan berjalan ke arah dapur. "Kau sudah lapar kan? Biar aku yang membuat makan malam." sosok Cath menghilang kedalam Dapur, lalu ia mengeluarkan kepalanya lagi menghadap Sophie. "Kalau kau puas dengan masakanku, kau harus mengakui kemampuanku dan menyetujui keinginanku, kalau kau tidak puas, aku akan dengan suka rela jika kau menolak keinginanku."
Sophie melongo melihat keponakannya yang begitu antusias. Ia lalu berdiri dan mengikuti Cath yang sudah berada di dapur. Ia tidak mau melihat Cath memotong jarinya atau meledakkan Dapurnya.
***
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro