16. Will you go to the Ball With Me?
Wilson memperhatikan Cath dari meja pianonya. Cath tengah sibuk membersihkan isi lemari es di dapur. Wilson merasa nyaman meskipun hanya melihat Cath dari kejauhan ini. Entah kenapa semenjak kemarin Cath terlihat aneh meskipun ia masih memasang senyum cerianya. Tapi ia terlihat seperti tengah memikirkan sesuatu.
Wilson membuka Penutup tuts piano itu lalu menekan beberapa tuts disana. Matanya masih terpaku pada sosok Cath di dapur, Tangannya dengan lihai memencet tuts piano itu menimbulkan suara yang indah dan harmonis. Lagu Kiss the Rain yang dulu pernah Cath mainkan saat pertama kali Wilson melihatnya mengisi setiap sudut ruangan itu. Wilson tersenyum menatap punggung Cath seakan Cath adalah alasannya untuk tersenyum dan bermain piano ini sekarang.
Semuanya terasa benar kalau ia bisa melihat Cath didekatnya. Dan ia merasa hatinya terasa sangat hangat hanya dengan melihat senyuman Cath seperti saat ini. Saat ia sedang tersenyum kepadanya sambil bertopang dagu menatapnya tepat dimatanya. Ah.. Meskipun hanya Khayalannya, itu terasa sangat nyata.
"Kau tersenyum seperti orang bodoh." Cath bergumam didepannya.
Tangan Wilson berhenti memencet Tuts piano dan mengerjap hingga 3 kali. Ia melihat Cath bertopang dagu di Atap pianonya sambil melihat jenaka kearahnya. Ternyata tadi itu bukan khayalan Wilson. Cath benar-benar tersenyum menatapnya yang sedang bermain piano.
"Lihat, Lihat! Kau tersenyum lagi." Ujar Cath sambil menunjuknya dan tertawa. "Apa yang sedang kau lamunkan?" tanya Cath menjauhkan kepalanya.
"Kau." Jawab Wilson cepat. "aku melamunkan kau yang terlihat aneh dengan Apron dan kuncir satumu itu." lanjut Wilson bermaksud menggoda Cath.
Cath menyentuh ikatan rambut acak menyampingnya lalu memberengut. "kau tidak perlu tersenyum seperti itu juga." sahutnya sedikit kesal.
Wilson lalu bangkit dari kursinya lalu merenggangkan badannya. "Ah.. Kau memang selalu lucu dan selalu bisa membuatku tersenyum bodoh." Gumam Wilson sambil menepuk kepala Cath perlahan.
Wilson berjalan menuju Ruang tamunya dan membanting dirinya kesofa. Ia lalu menyalakan televisinya. "Pekerjaanmu sudah selesai, Cath?" tanya Wilson kemudian.
Cath terpaku saat Wilson menepuk kepalanya pelan merasa mukanya sangat panas dan jantungnya berdetak sangat cepat. Ia mengerjap lalu menoleh kearah Wilson yang tengah duduk santai di sofa ruang tamu. Ia mencoba mengatur nafasnya yang terasa sesak akibat jantungnya yang tiba-tiba berpacu dengan cepat. "Ya, Kurang lebih." jawab Cath akhirnya.
Wilson menepuk sisi sofa sebelahnya lalu berkata "Kalau begitu temani aku." perintahnya.
Cath melihat datar kearah Sofa yang ditepuk Wilson dan beralih melihat Wilson yang tersenyum kepadanya. Ia lalu melihat Wajah Caroline yang tiba-tiba muncul di benaknya.
"Apa maumu?"
"Aku mau Kau menolak ajakan Wilson untuk menghadiri Pesta untuk Sabtu depan."
"Kenapa Wilson mau mengajakku?" tanya Cath bingung.
Caroline mengerjap dan dengan mudah menangkap kalau Cath merupakan orang yang lemah untuk menyadari Perasaan Wilson. "Karena Wilson merasa kasihan kepadamu." Bohong Caroline. "Aku mau kau menolaknya agar aku bisa menghadiri pesta itu bersama Wilson." lanjutnya. "Aku ingin kembali menjalin hubungan dengan Wilson dan Kau, Jangan menghalangi jalanku." Caroline menatap Cath sinis.
"Apa maksudmu aku menghalangi jalanmu?" Cath mencoba bertanya meskipun hati Cath terasa sangat sakit secara tiba-tiba.
"Karena Wilson menolak ajakanku. Dan Kau adalah alasannya."
"Tapi Wilson tidak pernah berkata apa-apa."
"cepat atau lambat, ia akan mengajakmu. Dan yang harus kau lakukan adalah menolaknya." Ujar Caroline tidak memperdulikan Cath.
"Bagaimana kalau ia bersikeras?" tanya Cath ragu.
Caroline menatap Cath sebentar lalu berpikir kembali. Wilson merupakan pribadi yang tidak bisa ditolak, ia tahu benar itu. "Kalau ia tetap bersikeras, Kau terima ajakannya. Tapi..." Ucapan Caroline mengambang. "Kau harus meninggalkannya sendiri di pesta itu dan pulang meninggalkannya. Aku yang akan mengatasinya dari sana." Perintah Caroline. "Dan kau harus ingat kalau Wilson harus kembali padaku kalau kau tidak mau Foto itu tersebar."
"Aku hanya perlu meninggalkannya di pesta bukan?" Entah kenapa Hati cath terasa sangat perih mendengar permintaan Caroline. Tapi ia tidak tahu apakah ia punya pilihan lain untuk menghindari ancaman Caroline. Dilain pihak, ia merasa senang Wilson akan mengajaknya kepesta.
"Kau harus tahu, Perlakuan Wilson kepadamu selama ini, semata-mata karena ia merasa kasihan kepadamu. Ia tidak benar-benar serius menyayangimu dan ia tidak menganggapmu spesial sama sekali." Ucap Caroline yang membuat Hati Cath bertambah nyeri.
"Menyayangiku?" Gumam Cath pelan.
"Kau hanya perlu melakukan perintahku! Aku mempunyai kopian Foto itu yang siap disebarkan kalau kau membantah!" Caroline bangkit lalu berjalan keluar dan berhenti di ambang pintu. "Ah.. Pertanyaan terakhir. Berapa kode akses Pintu ini? Wilson lupa memberitahuku."
"Cath." Panggil Wilson menatap Cath bingung. Wilson menepuk lagi bangku disisinya. "Apa yang kau lamunkan. Sini duduk temani aku." Ajak wilson lagi.
"Ah.. Iya." Cath mengerjap sekali lalu berjalan menghampiri Wilson. Ia duduk di Sofa sebelah wilson, bukan disisi tempat Wilson menepuk dan memintanya duduk tadi.
Wilson mengernyit lalu menghela nafas dan membiarkan hal itu berlalu. Yang terpenting Cath sudah duduk menemaninya meskipun ia tidak duduk di sebelahnya. "Apa yang kau lamunkan dari kemarin?" tanya Wilson sambil mengganti Channel televisi didepannya.
Cath terkejut mendengar pertanyaan Wilson. "Hah? Tidak ada." Bohong Cath.
"Jelas-jelas di wajahmu tertulis 'Masalah'" Wilson memajukan Tubuhnya lalu menunjuk kening Cath. Wajah cath memerah dan ia tertawa puas.
"Siapa yang menulisnya? Dikeningku benar ada tulisan seperti itu?" Cath terlihat panik dan mengusap keningnya kasar.
Wilson menahan tangan Cath masih sambil tertawa. "Itu hanya perumpamaan, Cath. Tidak ada tulisan itu disana." Wilson melepas tangannya yang menahan tangan Cath lalu kembali menyandar dan memegang perutnya yang sakit akibat tertawa.
Wajah Cath memanas kembali. "Kau selalu saja mengerjaiku!" Gumam cath kecil.
Wilson masih dengan sisa tawanya lalu mengganti siaran televisi ke siaran berita Ekonomi Dunia.
Cath mulai kembali sibuk dengan pemikirannya. Ia sendiri bingung kenapa hatinya terasa sangat sakit begitu Caroline berkata ia mau kembali bersama wilson. Dan kenyataan Caroline adalah mantan pacar Wilson, itu juga membuat hati Cath sakit dan gusar. Kenyataan itu lebih membuatnya Gusar dibandingkan dengan Caroline yang mengetahui identitasnya.
"George Hovers..." Gumam Wilson namun sanggup membuat Cath kembali kedunia nyata dan menatap Wilson tajam.
"Apa?" tanya Cath cepat dan dengan nada datar dan tajam.
"Itu.." Wilson menunjuk layar televisi di depannya. Cath ikut menoleh kearah yang ditunjuk.
Cath menahan nafasnya. Sosok yang ia rindukan namun ia takuti untuk sekarang ini. Ayahnya terlihat dari layar televisi. "Dad..." Gumam Cath kecil hampir seperti bisikan.
"Kau mengenalnya?" tanya Wilson.
Apa yang harus ia katakan? Bukankah ia harus mencari cara untuk memberitahu Wilson kebenarannya? Apa ia harus berbohong atau memberi tahukannya kepada wilson? Kenapa Ayahnya bisa tiba-tiba muncul di televisi?
"Orang ini merupakan orang berpengaruh di perekonomian Amerika." Wilson mulai membuka suaranya menarik perhatian Cath. "perusahaannya sudah sejak lama menguasai perekonomian Amerika semenjak 3 generasi. Percayakah Kau?" Tanya Wilson tertawa. Ia tidak menyadari wajah Cath yang menegang.
"Kurasa siapapun anaknya, Pasti akan sangat bahagia mempunyai ayah yang hebat seperti itu." Lanjut Wilson. "Ia juga tidak perlu bersusah payah mencari uang." Wilson tersenyum datar. "Hidup itu memang tidak pernah adil bukan?"
"Tidak juga." ujar Cath datar menanggapi Wilson. Wilson menatap bingung Cath. "Kurasa anaknya tidak akan bahagia." Lanjutnya lalu tersenyum. "Menurutku saja."
"Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Hanya menurutku. Bukankah kalau orangtuanya Sibuk seperti itu, anaknya akan kurang mendapatkan perhatian? Dan juga, Anak orang itu tidak akan Bebas seperti anak lainnya karena penjagaan yang ketat."
"Benar juga katamu itu." Wilson tersenyum dan mengangguk. "Kurasa kita lebih beruntung pernah merasakan kasih sayang orang tua kita." Lanjut Wilson tertawa.
Cath tidak ikut tertawa, ia lebih memilih diam. Banyak pikiran yang berlalu lalang di dalam otaknya.
Wilson menyentil Kening Cath membuat Cath terperanjat kaget. "Lihatlah! Kau melamun lagi!" keluh Wilson. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan?"
Cath mengusap keningnya. "Tidak ada." Jawab Cath. "Aku hanya berpikir kalau aku berkata George Hovers adalah ayahku, Apa yang akan kau katakan." Cath tersenyum samar dan menatap kembali layar televisi yang sedang menayangkan iklan.
Wilson kemudian tertawa. "Kau sedang bermimpi di siang bolong?" tanyanya seraya tertawa. "Kau pikir aku akan mempercayaimu? Kau tidak mungkin berada disini kalau kau anak Orang itu."
Cath mengerjap menatap Wilson. Bagaimana caranya untuk memberitahu wilson mengenai ini?
"Maaf, bukan maksudku..."
"Tidak apa. Aku juga tahu kau tidak akan mempercayai hal itu." Sela Cath cepat.
Wilson menghentikan tawanya dan berdeham. "Sebenarnya kalau aku tidak tahu kenyataannya, Mungkin aku akan percaya kalau George Hovers adalah ayahmu." Wilson membelai halus kepala Cath.
"Kenapa?"
"Rambut cokelatmu, dan Mata Abu-abumu yang dalam itu sekilas terlihat mirip seperti George Hovers." Jawabnya. "Tentu saja aku tahu kalau Kau tidak ada hubungannya dengan orang itu." Lanjut Wilson cepat.
Cath tersenyum datar dan menggeleng. mungkin ia akan butuh waktu lebih banyak untuk memberitahukan kenyataan ini pada Wilson.
Cath bangkit dari bangkunya "Baiklah, Aku harus kembali bekerja." Ia tersenyum kepada wilson seraya merentangkan tubuhnya.
"hei, Cath." Panggil Wilson.
"ya?" Cath menoleh melihat Wilson yang terlihat sedikit ragu.
"Menurutmu, Apakah seorang pria masih memiliki kesempatan untuk mendekati perempuan yang sudah mempunyai pacar dan mengajaknya keluar?" Tanya Wilson kepadanya lalu tersenyum aneh.
Cath merasakan itu lagi. Perasaan aneh dan sakit di dalam hatinya. Kenapa dengan diriku belakangan ini? Gerutunya dalam hati. Cath berusaha keras untuk tersenyum menatap Wilson meskipun hatinya terasa sangat sakit tanpa sebab. "Kurasa semua orang mempunyai kesempatan yang sama, meskipun hanya 1% kemungkinan itu akan menjadi kenyataan. Asalkan kita berusaha keras dan tidak mudah putus asa, Kurasa hal itu patut dicoba. Tidak ada yang mustahil kalau kita mau berusaha."
Wilson tersenyum seakan tersihir dengan senyuman Cath. Kepercayaan dirinya seperti terisi kembali. "Benarkah? Meskipun hanya 1%?"
"Tentu saja. Selalu ada jalan untuk orang yang mau berusaha." Tegasnya.
"Kalau begitu, Maukah kau menemaniku menghadiri pesta pernikahan temanku?" Tanya Wilson kemudian.
Cath terpaku. Tiba-tiba saja rasa sakit di hatinya hilang, dan sekarang jantungnya berdebar sangat cepat, ia merasa sangat senang hingga ia merasa akan melompat dan memeluk Wilson yang duduk di hadapannya. Dan saat itu juga wajah Caroline kembali kedalam pikirannya beserta perkataan Caroline yang meminta Cath untuk menolak ajakan Wilson. Hatinya dalam dilema besar. Ia ingin menerima ajakan Wilson dengan senang hati, namun ia harus menuruti Caroline.
"Maaf kalau aku mengejutkan mu, Namun kurasa kesempatan itu patut dicoba." tukas Wilson "Karena kurasa kalau ada Kau menemaniku, aku tidak akan kebosanan disana, dan selain itu memang aku..."
"Maaf." Sela Cath. "Bukankah lebih baik kau mengajak orang yang kau kau cintai untuk menghadiri acara itu?"
Wilson tersentak, ia yakin wajahnya memerah. Apakah Cath sudah bisa merasakannya? "Kau benar." Wilson tersenyum. "Oleh karena itu aku.."
"Kalau begitu, bukankah sebaiknya kau mengajak Caroline?" sela Cath cepat. "Ku yakin ia akan dengan senang hati menerima ajakanmu." Cath memamerkan deretan Giginya yang rapih, namun entah kenapa hatinya terasa berat dan matanya terasa panas.
Senyum diwajah Wilson menghilang. Ia mengernyit kebingungan. "Dari mana kau tahu Caroline?" Wilson berdiri dari posisinya. "Apa ia menemuimu?"
"T-tidak." Cath terbata-bata. "aku hanya..."
Wilson meraih bahu Cath lalu menatapnya dalam. Entah kenapa ia merasa Gadis ini sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Dan ia dengan bodoh mengira Cath dapat mengerti perasaannya. "Cath, tatap mataku dan Jawab aku sekali lagi. Maukah kau pergi ke pesta itu denganku?"
Cath menatap dalam mata Wilson. Hatinya terasa tenang dan seakan ia dapat melakukan apapun, tidak memperdulikan apapun, dan beban di pundaknya menghilang. Ia seperti tersihir oleh tatapan mata Wilson itu dan mengangguk tanpa sadar. Seperti suara hatinya sedang mengendalikannya sekarang.
Wilson tersenyum melihat anggukan Cath, dan tanpa sadar ia menarik Cath kedalam pelukannya. Anggukan saja sudah cukup. Dengan ia berada di sisinya saja sudah cukup. Ia tidak menuntut apapun lagi. "Terima kasih." Gumamnya.
***
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro