11. Carrot Cake. (2)
Wilson mengganti Channel Televisinya tidak sabaran. Ia juga melewatkan begitu saja program kesenangannya. Kenapa satu kata dari Cath bisa membuatnya kesal seperti ini? Kenapa Cath bersikap biasa saja dengan kejadian tadi? Kenapa hanya dirinya yang merasa gusar? Kenapa ia merasa marah dan ingin meninju Pacar Cath itu sekarang? Kenapa? Kenapa? Kenapa?
Wilson membanting remote control televisinya ke meja dengan kesal. "BOCAH BODOH!!!!" Wilson dengan kesal berteriak diruang tamunya.
Cath yang sedang memasukkan Kuenya ke dalam Oven terlonjak kaget mendengar teriakkan Wilson sehingga membuatnya tidak sengaja menyentuh atap Oven yang panas. "Awww!" Seru Cath langsung meniup dan mengibas-ngibaskan tangan kanannya yang panas itu. "Aw.. Aw.. Aw.. Aw..." keluh Cath loncat-loncat.
Wilson menoleh cepat begitu mendengar teriakan Cath dari dapur dan ia langsung berdiri dengan cepat, berlari menghampiri Cath. "Kenapa?" Wilson meraih tangan kanan Cath lalu mengernyit melihat bercak merah disana. "Kenapa kau tidak hati-hati?" bentak Wilson. Ia meniup pelan tangan Cath. "Sakit?" tanyanya.
"Kau mengagetkanku! Kenapa juga kau perlu berteriak seperti tadi?" Cath mencibir Wilson.
Wilson mengingat rasa kesalnya tadi. "Maafkan aku." gumamnya.
Cath menarik tangannya cepat. "Lepaskan. Aku mau menyiramnya dengan air. Panas sekali." Ringis Cath berjalan kearah keran air.
Wilson dengan cepat menarik tangan Cath menjauh. "Jangan! Akan berbekas nanti." cegah Wilson.
"Panas sekali tanganku, kau tahu?" ringis Cath, matanya mulai berair.
Wilson panik melihat Cath seperti mau menangis. Hatinya terasa sakit. "Kau tidak sayang dengan tanganmu kalau berbekas?" bentak Wilson. Ia langsung menarik Cath duduk di meja makan. "Tunggu disini. Aku ambil kotak kesehatan dulu." perintah Wilson.
Wilson langsung berhambur ke lantai atas dengan cepat dan langsung kembali begitu mendapatkan apa yang ia cari. Ia mengambil posisi duduk disamping Cath dan membalik badannya hingga mereka sekarang berhadapan. Ia membuka kotak kesehatan lalu membongkar isinya. Begitu ia menemukan krim yang ia perlukan, ia langsung membuka Krim itu dan mengambil isinya.
"Tahan sedikit, ya. Ini akan sedikit menyengat." wanti Wilson yang meraih tangan kanan Cath dan bersiap mengoles Krim kesana.
"Ahh.. Perih, Wilson. Hentikan.." Rengek Cath. Airmatanya mulai Turun dipipinya menahan sakit.
"Sedikit lagi." Ujar Wilson. "Siapa yang menyuruhmu tidak berhati-hati?" Lanjutnya kemudian. "Kenapa kau ceroboh sekali?" umpatnya kesal.
"Kau lupa kalau 99% kaulah penyebab aku terluka!" bela Cath. "Kau masih berani memarahiku." lanjut Cath meringis. "Hei, Kau sengaja ya?!" Ringis Cath begitu Wilson menekan Lukanya pelan.
"Siapa yang menyuruh kau terlalu bawel?" umpat Wilson. Siapa yang menyuruhmu untuk sudah memiliki pacar? Geramnya tanpa sengaja kembali menekan luka Cath.
"Sakit, Kau bodoh!!" gertak Cath menarik tangannya lalu meniup perlahan.
Wilson kaget dan langsung merasa bersalah. "Maafkan aku.." Gumamnya.
"Aku tahu kau membenciku, tapi jangan membalaskan dendammu dengan cara seperti ini." Canda Cath yang kembali ceria dengan memasang senyum kecilnya.
"Aku tidak membencimu." sela Wilson cepat.
"Apa?" Cath tidak dapat mendengar Wilson tadi karena wilson berbicara saat ia sedang berbicara tadi.
"Tidak, tidak apa." Wilson membereskan kembali kotak kesehatannya dan beranjak mengembalikan kotak itu ke lantai dua. Kenapa aku harus sekesal ini? Dan kenapa hatiku terasa sakit melihat cath menangis tadi? Wilson berhenti di depan lemarinya dan berdiri terdiam. Apa aku benar-benar tertarik dengannya? Tanya Wilson dalam hatinya. Tapi ia sudah mempunyai pacar! Apa yang aku pikirkan? Geramnya memukul pintu lemari itu kesal. Namun tiba-tiba secuil pemikirannya membuatnya tersenyum. Selama belum ada pernikahan, Cath masih bisa memilih. Meskipun cath sudah mempunyai pacar, aku akan membuat Cath menyadari pesona yang kumiliki. Aku tidak akan menyerah begitu saja! Yakinnya dalam hati. Ia mengangguk yakin lalu ia berjalan kembali untuk menghampiri Cath di lantai bawah.
***
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Sophie menatap kedua orang di depan dan sampingnya bergantian. Sophie langsung menyidang Wilson yang tengah duduk di meja makan setelah ia melihat tangan cath yang berlapis krim putih pekat.
"Sudah ku bilang, Aku yang tidak berhati-hati saat memasukkan Adonan kue itu ke dalam Oven." Cath menengahi Sophie dan Wilson. "Wilson yang mengolesi Krim ini di tanganku." tambah Cath.
Sophie memiringkan posisinya menghadap Cath. "Kenapa kau tidak berhati-Hati? Lalu bagaimana aku mempertanggung jawabkan lukamu di hadapan Nan---" Sophie menghentikan ucapannya tepat sebelum ia menyebut nama Nanny Gracia. "Ibumu..." lanjut Sophie pelan.
Cath tahu siapa yang sedang Sophie bicarakan. "Kurasa aku bisa menutupi tanganku dengan Kain seperti in.. Aw aw aw" Ringis Cath begitu kain Apron yang ia kenakan menyentuh tangan kanannya.
"Kau jangan ceroboh! Lukamu masih basah!" Omel Wilson yang dari tadi hanya melihatnya. "Biarkan aku yang bertanggung jawab. Aku akan menjelaskannya kepada Ibumu."
"Jangan!!" Cath dan Sophie serempak. Mereka saling memandang aneh.
"Kenapa?" Tanya Wilson tidak terima. "Kau!" Wilson menunjuk Cath. "Bukankah kau sendiri yang bilang 99% adalah kesalahku membuatmu terluka?" Protes Wilson mengakui kesalahannya.
Sophie menatap wilson galak. "Apa maksud ucapanmu? Jadi benar kau yang menyebabkan Cath terluka?" omel Sophie.
"Kurang lebih seperti itu yang Cath maksud." Jawab Wilson seperti tidak bisa membaca tatapan mematikan dari Sophie.
Cath yang merasa Sophie mulai emosi langsung memotong perselisihan mereka. "Sudahlah, lagipula aku baik-baik saja, hanya tanganku yang terluka. Besok juga mulai mengering." ujarnya lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri. "Soph, kurasa aku tinggal denganmu saja hari ini. Bagaimana?" tanya Cath ragu. "Kurasa Nan--Ibuku tidak akan keberatan."
Sophie tampak berpikir mendengar usul Cath. "Kau bisa tinggal disini, Cath." Suara Wilson memotong perhatian Sophie. "Lagipula akulah yang menyebabkan Kau terluka -kalau menurut pendapatmu- Jadi aku akan bertanggung jawab menjagamu." Tawar Wilson dengan senang hati.
"Tidak-tidak! Kau pikir aku akan membiarkan Cath ku yang manis dan baik hati ini berada dalam cengkraman Serigala gila sepertimu?" Cecar Sophie menolak. "tidak akan kubiarkan! Kau tinggal bersamaku, Cath!" Sophie langsung menerima Usulan Cath tanpa berpikir panjang lagi.
"Apa masalahnya? Tunggu- Serigala Gila? Kau membicarakanku?" Tanya Wilson tersinggung.
"Siapa lagi kalau bukan dirimu?" Sophie mendengus. "Besok kau tidak usah bekerja, Cath! Tunggu hingga tanganmu sembuh." putus sophie yang terdengar lebih seperti memerintah.
"Soph, Tapi kau sudah berjanji padaku!" Rengek Cath tidak terima dengan keputusan Sophie. "satu bulan dan kau mau memotongnya? Kau tidak memegang janjimu!" protes Cath.
"Apa maksudmu dengan satu bulan?" Wilson mengernyitkan alisnya tidak mengerti dengan apa yang kedua orang di hadapannya bicarakan.
"Bukan begitu, Cath. Kau terluka dan kau harus membiarkan lukamu sembuh dulu. Kau tidak akan bisa mencuci dan memasak seperti hari ini, kau tidak akan bisa melakukan apapun." Sophie mencoba menjelaskan kepada Cath maksudnya. "Aku bukan bermaksud untuk mengingkari janjiku." tambahnya.
"Aku bisa melakukannya, Soph. Luka ini hanya luka kecil, Lihat, lihat! Tidak Sakit lagi..." Cath menekan lukanya dan menahan sakit yang ia rasakan agar Sophie mempercayainya.
Wilson berdiri dan menahan tangan kiri Cath yang menekan luka di tangan kanannya. "Kau bodoh, hah?" Omel Wilson membuat Mata Cath yang mulai berair menahan sakit menatapnya. "Apa yang sebenarnya kalian bicarakan? Apanya yang satu bulan? Janji apa maksudmu?" Tanya Wilson tidak sabar karena ia diabaikan.
Cath menunduk menghindari kontak mata dengan Wilson.
"Cath, Jawab!" bentak Wilson.
"Ia hanya akan bekerja untuk satu bulan." Sophie menjawab pertanyaan Wilson. "Karena ia harus melanjutkan kuliahnya." tambah Sophie. "Dan aku sudah berjanji untuk membiarkan Cath bekerja disini untuk satu bulan."
"Apa hakmu memutuskannya? Aku tidak memecat Cath dan ia masih bisa bekerja disini meskipun sedang kuliah!" Wilson tidak terima. "Lagipula kau membutuhkan uang untuk biaya berobat ibumu dan kuliah mu kan?" Wilson menatap Cath yang masih tertunduk.
Cath menggigit bibirnya. Ia memberanikan diri mengangkat kepalanya. "Kau tidak mengerti." gumam Cath sambil tersenyum.
"Kalau begitu jelaskan! Jelaskan sampai aku mengerti."Bentak Wilson. Kenapa hatinya terasa panas sekali begitu mengetahui Cath akan berhenti setelah satu bulan? Kenapa ia merasa marah sekali?
Kalaupun bisa, pasti aku akan menjelaskannya. Batin Cath seraya melirik Sophie.
Wilson melepaskan tangannya yang menahan tangan Cath lalu mendengus. "Maaf." ucapnya. "aku tidak bermaksud membentakmu. Aku hanya... Hanya terbawa emosiku." Gumam Wilson lalu terdiam. "Cath tetap harus masuk kerja besok. Tidak peduli ia tidak bisa memasak, atau bersih-bersih. Ia tetap harus datang meskipun tidak melakukan apapun" Perintah Wilson mengabaikan Sophie yang melihatnya aneh.
"kau mau tinggal disini atau dirumah Sophie, terserah padamu." kata Wilson datar. "Kau harus berada disini besok."
Mereka bertiga terdiam. Tidak ada yang berbicara untuk beberapa saat sehingga mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Wilson yang memikirkan arti dari kemarahannya, Cath yang memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa bekerja tanpa membuat Sophie khawatir, dan sophie yang memikirkan perubahan drastis sikap Wilson. Ia kaget begitu mendengar Wilson meminta maaf, dan melihat wilson yang begitu emosi setelah tahu kalau Cath hanya akan disini selama sebulan.
"Ah!" Cath berseru mengingat kue yang ada di dalam kulkas yang ia buat siang tadi. Tanpa menghiraukan pandangan bertanya dari Wilson dan Sophie, ia berjalan menghampiri lemari es lalu mengeluarkan satu loyang Kue yang telah ia lumuri dengan Krim keju. Ia meraih Pisau dan memotongnya menjadi 8 bagian sama rata. Ia mengambil 3 piring dari laci lalu meletakkan satu potongan di setiap piring. Ia kemudian menyimpan kembali sisa Kue kedalam lemari es dan meletakkan piring di nampan bersamaan dengan Garpu kecil. Ia membawa nampan itu lalu meletakkan piring itu di hadapan Wilson , Sophie, dan dirinya.
"Makanlah, aku yang membuatnya!" Seru Cath kepada Sophie. "Hargailah kerja keras dari tangan Kananku." canda Cath sambil memotong bagian kecil dari kue tersebut.
Wilson tersenyum mendengar Candaan Cath yang dengan entengnya menjadikan tangannya yang terluka sebagai bahan Candaan. "Kurasa aku akan memakan setiap potongan kecil kue ini sambil mendoakan dan berterima kasih kepada Tangan kananmu" ujar Wilson menanggapi candaan cath.
"Kau harus melakukannya, kau tidak mempunyai pilihan lain" Balas Cath yang dibalas dengan tawa Wilson.
Sophie melihat pemandangan didepannya dengan alis berkerut. "Cobalah, Soph! Ini adalah kue kesukaanku dan juga Wilson." seru Cath disebelahnya. Sophie tersenyum kecil lalu mengangguk. Ia memotong kue itu lalu memasukkannya kedalam mulut dengan sekali lahap. "Lezat. Tidak terlalu manis dan juga rasanya enak sekali." Puji Sophie yang membuat Cath tersenyum puas. Sophie memotong potongan kedua dan kembali melahapnya. Aku harus menanyakan hal ini secepatnya. Batin Sophie.
***
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro