Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 11

.
.
.
.
.

Emma sedang mengantri untuk gilirannya mengambil nilai ujian untuk materi basket di lapangan. Di depannya masih ada Jasper, Novan, Padima, dan Amus. Barusan Reno sudah maju untuk gilirannya. Dan yang membuat orang terkejut adalah, Reno berhasil memasukkan bola, tidak ada yang meleset satu pun. Setelah Amus dan Padima, sekarang adalah giliran Novan. Salah satu dari tiga orang yang dikhawatirkan tidak lulus materi basket. Ya, tiga orang itu adalah Novan, Reno, dan Emma sendiri.

Masih menahan napas, dengan agak berharap, Emma ingin Novan gagal. Tidak ada maksud jahat sih, sebenarnya. Tapi ya, ia berharap yang gagal jangan hanya dirinya sendiri. Dan kalau Reno sudah berhasil, satu-satunya "teman" yang Hermione harapkan adalah Novan.

Tetapi doa komat-kamit yang Emma panjatkan daritadi tidak membuahkan hasil. Novan berhasil lulus dengan mulusnya. Saat giliran Harry, madam Hooch dipanggil oleh kepala sekolah ke kantor sebentar. Posisinya langsung digantikan oleh professor McGonagall. Wanita bertopi kerucut itu dengan langsung menuju ke tengah lapangan.

Saat giliran Jasper selesai, nama Emma dipanggil. Dengan jantung yang berdegup amat sangat kencang karena gugup, ia pun mengambil bola yang dioper oleh Jasper. Lemparan pertama segera dilakukan oleh Emma. Dan lemparannya meleset dari ring. Lemparan kedua, lemparannya terlalu kuat, sampai melewati atas rint. Lemparan ketiga, terlalu pendek. Yang keempat dan yang kelima melewati samping ring. Dan yang keenam…lemparannya kena pinggir ring. sehingga bola yang ia lemparkan terpantulkan ke arah  Emma.

memejamkan matanya rapat-rapat. Ia tidak bisa membayangkan kalau McGonagall menorehkan huruf E di samping tulisan namanya. Itu tidak boleh terjadi. Tidak boleh –

"Saya sungguh kecewa padamu, miss Rexia. Saya tidak percaya kalau kau gagal!" kata professor McGonagall dengan nada yang agak tinggi, setengah berteriak.

'Aku…gagal…? Aku tidak lulus…?'

"Hahhh....hahhh" Emma terbangun dari tidurnya setelah melihat betapa mengerikan mimpinya itu.

....................

"Aku tahu kau rajin, tapi aku tidak tahu kalau kau serajin ini, Rexia."

Emma Rexia mengalihkan pandangannya dari ring basket ke arah suara orang yang ada di belakangnya. Suara pria yang agak serak itu memang adalah ciri khas mantan kapten basket saat ini. Suaranya sudah berubah. Itulah yang ada di pikiran Emma saat ia melihat sosok lelaki itu, Oliver Jackson.

"Jackson," sapa Emma sopan, melayangkan pandangannya pada ring basket lagi.

"Kupikir kau hanya rajin untuk pergi ke perpustakaan saja. Tetapi ternyata aku salah," ujar Oliver.

"Yah, mau bagaimana lagi? Materi basket bukan hanya teori saja yang diujikan. Kalau hanya teori, kau tidak akan melihatku terbang disini, dan lagi aku semalam mimpi buruk tentang ini," kata Emma.

"Mimpi apa?"

"Aku mimpi kalau aku tidak lulus ujian praktik basket, professor McGonagall bilang beliau kecewa padaku. Sungguh, aku seperti melihat rasa takutku untuk yang kedua kalinya!"

"Astaga, itu rasa takutmu?"

"Jangan tertawa Jackson, ini serius."

"Oke, oke. Omong-omong, aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba kementrian mengajukan materi basket untuk ujian. Maksudku, bukankah ujian itu murid yang pilih?" tanya Oliver.

"Yang kudengar, katanya sih karena akhir-akhir ini basket sudah merupakan hal umum yang semua orang harus bisa lakukan. Dan karena itulah, basket menjadi satu-satunya dan ujian pertama yang wajib diambil murid. Ng, aku mengerti sih kalau memang ada pengambilan nilai tentang penerbangan. Yang tidak kumengerti, kenapa basket? Lalu, err… Maaf, aku terlalu banyak bicara…" ucap Emma. Wajahnya bersemu merah seketika itu.

Ada tiga hal yang membuat wajahnya memerah. Pertama, karena dia bicara kelewat banyak, alias cerewetnya kumat. Oke, dia memang biasanya cerewet sih, tapi hanya kepada orang-orang yang ia kenal baik atau kalau sedang pelajaran (re: menjawab pertanyaan dengan guru secara panjang lebar padahal guru tersebut kadang hanya meminta jawaban sebanyak satu kalimat singkat). Alasan yang kedua adalah karena Oliver Jackson ada didekatnya, dan mereka hanya berdua saja di langit di atas lapangan. Dan yang terakhir adalah karena lelaki yang kini ada disampingnya itu melihat ke arahnya daritadi.

Untuk menyembunyikan wajahnya, Hermione berusaha untuk terlihat fokus pada ring basket dan melemparkan bola yang ia pegang daritadi ke ring tersebut. Dan seperti biasa, meleset. Jauh sekali.

Mendengar desahan kesal gadi berambut ombak itu, Oliver tertawa kecil dan mengambil bola yang lain.

"Perhatikan," katanya.

Oliver mengangkat bola dengan tangannya dan melempar bola itu. Bola tersebut masuk dengan mulusnya ke tengah-tengah ring. Emma langsung membuat ekspresi kagum. Bukan, bukan karena orang yang ia sukai itu hebat, tetapi ia baru pertama kali melihat lemparan bola yang begitu mulus.

"Nah, sekarang kau pegang bola-nya seperti ini," kata Oliver memberi arahan. "Bukan, bukan seperti itu, perhatikan jarimu, Rexia," kata Oliver lagi, kini ia membetulkan posisi jari Emma. Ya, Oliver menyentuh jari Emma.

Sekali lagi, wajah Emma kembali bersemu merah. Bola yang tadi ia pegang pun terjatuh. Sambil merutuki diri, ia segera mengambil bola tersebut sambil mengujarkan kata maaf pada lelaki yang menemaninya. Setelah itu, Oliver mengajari Emma lagi.

Dan Emma pun berlatih lagi di hari Kamis yang terik itu. Lempar, gagal, lempar, gagal, lempar lagi, gagal lagi, dan seterusnya. Kalau tidak melenceng, ya lemparannya kurang jauh. Sungguh, Emma bingung bukan main. Matanya normal kok, tidak minus, tidak silinder, apalagi plus. Matanya masih sehat, tidak seperti mata Jasper yang jika sahabatnya itu tidak menggunakan kacamata maka pada saat itu ia akan "Buta.". Tidak ada yang salah dengan matanya, tetapi kenapa ia tidak pernah bisa memasukkan bola barang sekali saja?

Pukul satu siang. Jam makan siang akan berakhir sekitar satu jam lagi. tetapi Emma dan Oliver masih terus di lapangan. Heran, Oliver ternyata memang sebegitu cintanya pada basket (atau mungkin pada lapangannya?), sampai-sampai ia nyaris merelakan setengah dari waktu makan siangnya hanya untuk melatih seorang gadis main basket.

Tiba-tiba Katie Bell datang ke lapangan itu, memanggil Oliver untuk turun ke bawah, mengajak lelaki itu untuk makan bersama-sama dengan tim basket –mantan anggota tim basket-nya. Oliver antara tega dan tidak tega kalau harus meninggalkan Emma yang masih belum bisa, tetapi Emma menyuruhnya pergi makan, dan mengatakan bahwa ia akan menyusul ke aula sebentar lagi.

.....................

Hari Jumat. Hari yang jadwal pelajarannya paling renggang. Hanya sekitar empat sampai lima jam pelajaran saja hari ini. Sungguh hari sekolah yang paling dinantikan oleh seluruh murid, kecuali Emma. Ya, Emma si kutu buku yang gila belajar itu selalu kebingungan akan apa yang harus ia lakukan kalau tidak ada pelajaran. Kecuali untuk hari ini, ia memang menunggu saat-saat pelajaran usai. Agar ia bisa segera pergi ke lapangan basketm Bukan untuk bertemu dengan Oliver loh, tapi memang karena ia harus berlatih basket. Masakah ujian-nya yang lain mendapat nilai A+, tetapi untuk yang satu ini ia akan dapat nilai E? Dapat nilai C saja ia tidak pernah rela!

Segera sesudah pelajaran terakhir hari itu selesai, Hermione segera mengambil sapu terbang dan beberapa bola bola, dibawanya barang-barang tersebut ke lapangan, berikut dengan tas dan buku-buku pelajarannya. Dan lagi-lagi suara itu menghampirinya.

"Hei," sapa Oliver.

"Jackson," sapa Hermione pelan.

"Perhatikan jarimu, Rexia, salah satu kesalahanmu adalah yang satu itu," ujar Oliver membetulkan.

Emma latihan lagi, terus menerus, dan ya, lagi-lagi ia gagal untuk…entahlah. Puluhan kalinya? Atau sudah keratusan kalinya? Herannya, Oliver masih disana, bersamanya, melatihnya, menemani dia di tempat yang menyebalkan itu.

"Cukup, cara memegang bolamu sudah benar. Selanjutnya adalah bagaimana kau bisa membidik lemparanmu dengan benar. Ayo turun, istirahat sebentar," ajak Oliver, dibalas dengan anggukan kepala Emma.

Mereka pun duduk di pinggir lapangan berdua. Ya, silahkan garisbawahi atau ditebalkan kata "Berdua" di kalimat sebelumnya. Keduanya menikmati angin yang bertiup ke arah mereka. Sejuk sekali. Oliver sangat merindukan sensasi angin yang berhembus menabraknya setiap kali ia usai latihan di tempat itu. Dan saat ini ia tidak sendiri. Ada seorang gadis yang ikut duduk di sampingnya.

"Aku tidak pernah dilahirkan untuk basket. Untuk bisa sedikit pun, tidak. Aku tidak dilahirkan untuk bisa materi satu ini," kata Emma tiba-tiba memecahkan keheningan diantara mereka berdua.

"Jangan bicara seperti itu, Rexia. Kau tahu, setiap orang dilahirkan dengan kemampuan masing-masing. Dan tidak pernah ada orang yang dilahirkan dengan keadaan yang sempurna. Tidak ada yang sempurna, aku maupun kau tidaklah sempurna. Dibalik semua kehebatan yang dimiliki seseorang, pasti orang itu juga akan memiliki kekurangan,"

"Contoh sederhanya adalah kau sangat luar biasa dalam semua kelas. Kau bolak balik ke perpustakaan dan berkonsultasi dengan para guru agar kau bisa selalu mendapat nilai yang baik. Nah, kekuranganmu adalah pratek basket," jelas Oliver.

Hermione tidak menyahut. Ia tetap diam, melihat langit, menonton awan yang sedang bergerak-gerak di langit. Tetapi ia mendengar dengan jelas setiap kata yang diucapkan Oliver. Ia tentu tahu tidak ada manusia yang sempurna, semua orang punya kekurangan. Emma tahu. Tetapi untuk yang satu ini, ia tidak rela. Ia harus bisa basket, untuk nilai kelulusannya. Okelah, untuk yang satu ini, ia berusaha untuk rela mendapat nilai C. Cukup C, tidak boleh lebih. Tetapi kalau dengan kondisinya saat ini…jangankan C, ia sudah pasti dapat E!

"Rexia?"

"Ya, Jackson?"

"Boleh aku tanya suatu hal padamu?"

"Tentu."

"Apakah kau masih memiliki perasaan yang sama padaku seperti waktu itu, Rexia?" tanya Oliver. Memandang wajah gadis yang disampingnya dengan tanpa ekspresi.

"Ap –apa? Maaf, apa?"

"Apa kau masih menyukaiku? Seperti yang kau torehkan disuratmu waktu libur tadi?"

"Aku…aku tidak tahu. Sungguh, aku tidak tahu. Kenapa kau tanya hal itu?"

"Karena…karena aku berpikir…kupikir aku mulai menyukaimu…"

Bersambung
.
.
.
.
.


Bummmmmmmmmmmm, Oliver bilang mungkin menyukaimu, heheheh masih mungkin ya.

Ok terus ikuti ya jangan bosan. Thank udah vote dan komen.

Tag : CreaWiLi
Admin :
hermonietha/MaaLjs Tangan_Kiri noviap26_ Tiuplylyn RGNyamm NyaiLepetj AudyaAprilia Quinhiems

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro