WALK AWAY
Fatefully
I tried to pick my battles till the battle pick me
Misery
Like the war or words I shouted in my sleep
(Long story short by Taylor Swift)
***
Kalau bukan karena untuk nilai sempurna, aku tidak akan mengambil mata pelajaran Ramalan. Ramalan adalah pernyataan sampah. Tidak akan ada yang benar-benar bisa memprediksi waktu. Yang membuat aku bertambah malas mengikuti pelajaran ini adalah professor Trewleney yang nyentrik. Dia terlalu berlebihan. Entah apa yang ada di pikiran Dumbledore dengan memperkejakan Trewleney mengajar di Hogwarts. Apapun yang dia katakan sangat-sangat tidak masuk akal.
Sekarang dia mengenalkan pada murid membaca masa dengan menggunakan kartu muggle yang dinamakan kartu Tarot. Ramalan adalah hal bodoh, dan dia semakin memperparah dengan memakai alat muggle dalam mengajar di dunia sihir. Merlin, aku ingin secepatnya segera pergi dari tempat ini.
"Draco Malfoy", sahutnya yang kini sudah berdiri menjulang di hadapanku. Dia meletakkan beberapa kartu tertutup di mejaku, dengan mata yang dibaluti kacamata bulat tebalnya dia melotot. Pandangan yang menyeramkan, belum lagi seringainya yang menakutkan. "Sekarang kau bisa mengambil 3 kartu."
Aku ingin mengabaikannya, tapi biarlah sesekali aku membuat kelas yang membosankan ini menjadi menarik. Aku lihat beberapa murid sudah nyaris terlelap di meja mereka masing-masing, aku yakin jika aku mengambil kartu ini mereka akan penasaran. Jujur aku sedikit penasaran, dan aku punya sedikit harapan. Walaupun aku tidak percaya ramalan tapi aku ingin ada yang mengatakan hal yang bertolak belakang dari penglihatan masa depan yang diberikan Snape padaku.
Tiga buah kartu aku balikan. Professor Trewleney menganga dengan tangan yang menutup mulutnya. Lalu, dia tertawa seperti nenek-nenek. Apa yang akuu harapkan dari professor tidak waras ini?
"Wow Draco. Kau memiliki kartu yang bagus!!! Dia mengatakannya dengan senyum aneh. Ada kartu yang menandakan kau akan sukses besar." Oke, yang ini bisa diterima, tanpa ramalan apapun sebenarnya masa depanku pasti akan sukses.
"Lalu, ada yang menandakan kau akan menikah muda! Kau sangat mencintai wanita ini sehingga kau memilih untuk menikahinya secepat mungkin."
Apa-apaan ini?!
Kenapa semua orang konyol ini mengatakan hal yang tidak masuk akal. Menikah muda? Cinta? Tidak akan pernah terjadi. Aku tidak akan pernah menikah muda. Masa mudaku akan kulampiaskan dengan hal menyenangkan, bukannya menikah dan menambah beban pikiran. Apalagi kalau sampai pasanganku adalah wanita itu.
Kelas tolol, sangat tidak berguna. Aku langsung bangkit. Aku sungguh muak. Seharusnya sedari awal aku tidak memaksakan diri untuk masuk kelas yang membuang waktu seperti ini.
"Tunggu, Draco kartu terakhirmu mengatakan-"
Persetan. Aku tidak akan mendengarnya. Aku meneruskan langkahku keluar dari kelas tak berguna itu. Aku pasti akan mendapat tambahan detensi karena keluar dari kelas sebelum jam berakhir, tapi aku tidak peduli. Aku butuh tempat tenang.
Tempat tenang ada di tempat yang tidak dikunjungi banyak orang, jadi aku melangkah ke perpustakaan.
Baru saja masuk, aku melihat si rambut semak sedang berdiri di depan meja petugas perpustakaan. Sial, aku lupa bahwa tempat ini adalah sarang Granger. Wanita yang menjadi sumber kesialan takdirku akhir-akhir ini.
Aku pantang untuk melangkah mundur jika sudah maju, jadi aku berpura-pura tak memperdulikan dia dan tetap melangkah masuk ke dalam perpustakaan yang sangat sepi.
"Mr. Malfoy," panggil Madam Pince. Firasatku sudah tidak enak, aku ingin mengabaikan panggilan itu tapi aku tidak enak hati. Tertawalah, aku memang Malfoy yang lembek.
"Bisa kau bantu Miss Granger Menyusun buku-buku ini?" pintanya sambil menunjuk beberapa tumpukan buku yang menggunung.
Brengsek aku benar-benar salah tempat. Aku butuh ketenangan, tapi disinilah aku berada. Satu ruangan dengan si penganggu ketenangan dan membantunya merapikan buku yang begitu banyak.
"Aku tidak butuh bantuan siapapun, Madam Pince. Aku bisa merapikannya sendiri." Lihatlah gadis itu sungguh angkuh, ya sudah kalau tidak mau dibantu. Aku justru senang.
Granger membawa lima buku langsung yang sangat tebal. Tumpukan buku itu hampir melewati pandangannya sendiri. Aku yakin dalam beberapa Langkah buku itu akan jatuh.
Duk.
Dua Langkah Granger berjalan, buku itu sudah tergeletak di lantai. Anak itu menghela napas lalu Menyusun lagi buku itu menjadi tumpukan dan membawanya dengan cara yang sama. Apakah Granger benar-benar siswa terpintar? Aku sangsi akan hal itu, dia bahkan tidak bisa belajar dari kesalahan.
Aku tidak tahan langsung bergerak maju. Aku mengambil tiga buku tebal di atas di tumpukan buku yang sedang di bawa Granger. "Apa yang kau lakukan? kembalikan bukuku."
Segera saja aku menyusun buku-buku itu sesuai dengan jenis klasifikasinya masing-masing. Tiba-tiba Granger berdiri di sebelahku. "Tidak usah membantuku, Malfoy."
"Aku tidak membantumu, aku membantu Madam Pince."
Granger mendengus. "Kalau begitu kau bisa menyusun semua buku pinjamanku itu ke tempat asalnya, kau kan sedang membantu Madam Pince."
Granger sialan. Dengan entengnya dan tanpa merasa berdosa dia mengambil satu buku, lalu duduk dengan tenang di meja baca. Dia mengoper semua pekerjaan memberatkannya ini padaku. Tidak tahu diri.
Sial sekali di perpustakaan ini Madam Pince melarang menggunakan sihir, katanya ada beberapa buku yang sensitif jika terkena sihir. Jadi, aku harus mengerjakan pekerjaan orang lain ini dengan manual.
Ada banyak sekali buku yang aku susun, dan fakta bahwa buku-buku itu sudah dibaca oleh Granger membuat aku bertambah yakin Granger itu tidak waras.
"Ada berapa banyak buku yang kau lahap dalam sehari?" tanyaku yang sekarang duduk di depan gadis itu.
"Tidak ada." Tanpa menaikkan pandangannya kepadaku, dia menjawab. "Aku tidak melahap buku, Malfoy. Aku membaca buku." Dia mengoreksi ucapanku.
Aku menatap gadis ini dengan seksama. Apa benar gadis ini akan menjadi masa depanku? Dia akan menjadi isteriku? Aku akan mencintainya? Konyol sekali, mau dilihat dari berbagai sisi, Granger bukanlah tipeku. Rambut dia terlalu berantakan, aku yakin dia sulit menyisir rambutnya itu. Wajahnya kusam, dan ada lingkaran hitam di bawah matanya yang kentara sekali. Gadis itu tidak pernah berusaha mempercantik dirinya, dia terlihat sangat payah. Belum lagi seragam yang dia pakai tidak pernah menonjolkan lekuk tubuhnya. Hah, dia bahkan tidak punya lelukan itu.
Aku berani bertaruh, Granger tidak pernah berkencan seumur hidupnya. Ah, benar dia pernah menjalin hubungan dengan Krum di tingkat empat. Aku ingat dia pernah cantik saat dia ada di Yule Ball. Tapi hanya satu malam itu, selebihnya dia menjadi Granger yang tak menarik. Mungkin selain Krum, dia pernah mengencani salah satu dari Potter atau Weasley.
Suara dehaman melanturkan lamunanku. Granger sudah menutup bukunya, tangannya bertopang pada dagunya dengan tatapan tajam yang menusuk langsung ke dalam mataku.
"Apa kau menyukaiku, Malfoy?"
Aku melotot mendengar pertanyaan Granger. Menyukai Granger adalah hal yang tidak akan terjadi dalam hidupku. Untuk apa aku memperumit hidupku dengan menyukai seseorang yang sudah jelas tidak sejajar dengan kastaku, leluhurku pasti akan memarahiku ketika aku sampai ke alam baka jika aku menyukai dan menikahi seorang darah kotor seperti dia.
"Dalam mimpimu, Granger. Aku tidak akan pernah menyukaimu. Titik." Aku membalasnya cukup lantang, aku memang harus mempertegas pernyataan itu.
"Baguslah, aku jijik kalau aku disukai oleh seseorang yang sangat arogan dan bermuka dua sepertimu. Memikirkannya membuatku mual."
Jijik? Mual? Apa tidak salah? Seharusnya aku yang mengucapkan kata itu lebih dulu. "Aku pun ingin muntah saat ini karena di hadapanmu ada seseorang yang mempunyai darah kotor dan jelek seperti dirimu."
Granger langsung berdiri, "Kau benar-benar menjijikan, Malfoy." Katanya sebelum melangkah pergi dari hadapanku. Granger mencatat buku pinjamannya dulu di Madam Pince, dia keluar perpustakaan membawa tiga buah buku tebal.
Baguslah, sekarang aku benar-benar sendiri di perpustakaan ini. Aku melihat ada buku yang tertinggal sebelah bangku yang tadi telah Granger tempati. Bukunya lumayan tebal, tapi ini bukan buku dari perpustakaan ini. Penasaran aku membukanya, ini adalah tulisan tangan Granger disertai dengan tanggal dia menulis per lembar, di lembar yang lain isinya bukan tulisan tangan tapi arsiran tangan yang cukup bagus. Ini mungkin buku diarinya.
Granger mungkin sadar bukunya tertinggal. Tapi aku ingin membaca bukunya dulu. Aku ingin menertawakan hidupnya. Jadi sebelum dia kembali, aku harus menyimpan buku ini. Aku melirik sekelilingku dan menemukan tempat yang tepat.
Aku berjalan beberapa ke rak buku di sampingku. Lalu aku menyelipkan buku itu di salah satu buku disana. Granger tidak akan menemukannya. Setelah itu aku duduk tenang kembali di tempatku, seolah tidak terjadi apapun.
Benar saja, Granger masuk kembali ke perpustakaan dengan tergesa dengan tetap menenteng tiga buah buku tebal pinjamannya. Dia berlari ke arahku.
Napasnya terengah-engah dengan keringat yang membanjiri pelipisnya. "Malfoy, apa kau melihat ada barangku yang tertinggal tadi?"
"Tidak."
"Jangan bohong, Malfoy! Aku sangat yakin tadi buku itu aku letakkan disini." Katanya sambil memegang kursi tempat buku diarinya tadi tertinggal.
"Tidak akan barangmu yang tertinggal, Granger."
Dia lalu memeriksa tumpukan buku di atas meja ini. Dia buka buku-buku itu satu persatu. Tak ada hasil yang dia dapat.
Granger mendelik padaku, "Kau bohong! Kau mengambilnya."
"Kau mungkin pikun karena terlalu banyak membaca buku. Lagipula apa untungnya aku mengambilnya? Melihatmu membuatku jijik, apalagi mengambil bekasmu." Aku menggelengkan kepala sambil memperagakan orang mual dengan menutup mulutku, "Itu sangat menjijikan."
"Aku tidak mungkin salah, jelas-jelas tadi aku tinggalkan disini."
Aku bangkit berdiri, dan kita kini sudah berhadapan. Dengan santainya aku melebarkan tanganku, "Kalau kau tidak percaya, silakan geledah aku." Tantangku yang mendapat pelototan lebar darinya.
Granger tidak berkomentar apapun, dia hanya memandangku dari atas hingga kaki. Kemudian dia langsung meletakkan buku yang dia pegang di meja.
Aku masih di posisi yang sama. Granger wanita sinting itu benar-benar menggeledah jubahku. Badannya ada di posisi yang sangat dekat denganku, aku bisa mencium aroma mawar dari rambut coklatnya. Dia memeriksa dadaku, bagian samping badanku, bahkan sampai bagian samping celanaku tanpa rasa canggung sama sekali.
"Aku rasa buku yang kau katakan tertinggal itu hanya alasanmu saja, bilang saja kau ingin menyentuh tubuhku."
"Diamlah, Malfoy." Tangannya masih mencari-cari.
"Bagaimana rasanya menyentuh badanku, Granger? Kalau penggemar perempuanku melihat Tindakan yang kau lakukan padaku ini mungkin kau akan habis dihajar."
"Penggemar? Percaya diri sekali kau, Malfoy. Memangnya kau siapa sampai punya penggemar."
Aku sedikit bermain-main dengan dirinya. Aku mendekatkan kepalaku di telinganya, dia sedikit terkejut dengan tindakanmu. "Sex god. Itu julukanku, Granger." Bisikku tepat di telinganya pelan.
Dia langsung mendorong tubuhku sampai betisku tersenggol oleh bangku di belakang. Lumayan menyakitkan tapi melihat wajah Granger yang memerah itu cukup memuaskan. Dia seperti salah tingkah, tak banyak komentar. Tidak seperti si cerewet Granger yang aku tahu. Sungguh ini pertama kalinya aku membuat Granger tak berkutik sama sekali sepert ini.
Aku baru sadar sejak Granger pergi aku tersenyum lebar. Brengsek, sialan! Untuk apa tersenyum? Tidak, mengerjai Granger sama sekali tidak menyenangkan. Bagaimana jika ini adalah awal mula takdirku dan Granger. Brengsek sialan, aku tidak akan sudi. Seharusnya aku menjauh darinya, bukan malah menjahilinya. Dan untuk apa aku menyimpan buku harianya?
Aku menggeleng tidak terima. Aku harus menanamkan sugesti di kepalaku untuk menjauh dari Granger.
Aku pergi dari perpustakaan tanpa mengambil Kembali buku harian yang tadi aku tinggalkan disana.
***
Jadi aku mau buat versi mereka masih sekolah ini ringan dulu ala ala kisah cinta remaja. Wkwk. Nanti setelah lulus baru muncul konfliknya ala ala sinetron atau ftv indosiar. Wkwkwkkw.
Happy reading all.
And have a wonderful day!
Stay happy and be healthy always.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro