Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

THE MOST BEAUTIFUL THINGS

Ternyata seperti ini rasanya berpacaran yang normal, selama ini gaya pacaranku hanyalah seputar tempat tidur. Well, itupun kalau memang hubungan seperti itu dinamakan pacaran. Sudah satu bulan seisi sekolah tahu mengenai hubungan kita berdua, jangan tanya bagaimana respons semua temanku. Mereka sudah jelas menjauhiku, tak apa aku toh tak butuh teman tak berguna seperti mereka. Mereka juga mengancam akan memberitahukan hubungan ini ke orangtuaku, tapi nyatanya belum juga lakukan.

Sejujurnya aku belum siap untuk menghadapi orangtuaku. Demi Merlin, aku masih muda. Aku belum siap untuk mati muda. Tapi jika dipikir baik-baik, tidak mungkin mereka membunuhku. Aku anak tunggal mereka, aku yang mewariskan garis keturunan dan harta mereka. Mustahil mereka membunuhku karena akulah yang akan memberi garis keturunan pada klan Malfoy. Yah, setidaknya aku bisa tenang untuk menghadapi masalah itu tapi aku tidak yakin mereka akan diam saja pada Granger. Apakah Granger yang akan dibunuh oleh mereka?

Shit.

Hentikan semua pikiran negatifmu itu, Draco!

Berbicara soal berpacaran, meskipun aku tahu ini semua hanya untuk sementara tapi aku nyaman sekali berada di dekat Granger. Walaupun dari luar dia terlihat serius, nyatanya dia selalu berhasil membuatku tersenyum. Tingkahnya yang ceroboh itu masih tak bisa aku percayai.

Aku dan dia berpacaran secara sehat, kita hanya menghabiskan waktu lebih banyak di perpustakaan. Yah, walaupun hubungan kita sudah menjadi konsumsi public tapi kita sepakat agar menjalin hubungan secara diam-diam. Lebih tepatnya, dia yang memaksa seperti itu. Aku lebih menyukai publikasi, jadi jangan salahkan aku jika aku tiba-tiba menciumnya di depan banyak orang – ini sering aku lakukan dan mengakibatkan dia tak mau berbicara padaku selama satu hari.

Aku bimbang dengan tujuanku memacari Granger. Awalnya aku ingin dekat dengannya untuk menyakitinya, tapi tak semudah itu. Semakin dekat dengannya membuatku tak ingin menyakitinya.

Tapi kalau kupikir lebih dalam, aku menyakitinya juga untuk kebaikannya. Dia akan sengsara jika menikah denganku. Orangtuaku takkan menyetujui hubungan kita, mereka akan memakai jalan apapun agar aku tak menikahinya. Dan yang mereka akan lakukan pasti jauh lebih menyakitkan daripadaku. Ya benar, aku akan menyelamatkannya, maka dari itu aku harus focus pada tujuan awalku.

Aku mendekatinya untuk menyakitinya yang akan menyelamatkannya.

Tapi untuk sekarang ini biarkan aku dekat lebih lama dengannya, aku menyukai hubunganku dengannya.

Ah, ya, selain di perpustakaan. Setiap akhir pekan kita juga menghabiskan waktu di Hogsmead. Kita bahkan melakukan kencan ganda dengan Potter dan kekasihnya. Yang tentu saja menjadi sangat kacau karena penuh dengan kecanggungan. Kita sama sekali tak berbicara, lebih tepatnya hanya aku yang berbicara. Mereka semua diam membisu, terlalu payah untuk menggunakan mulut mereka untuk berbicara.

Aku sedikit curiga bahwa Granger masih memiliki perasaan untuk Potter. Biar bagaimanapun dia menyukai lelaki itu bertahun-tahun, tidak mungkin bisa lepas sepenuhnya.

Ketika hanya ad akita berdua di meja karena Potter dan kekasihnya akhirnya pergi ke tempat yang lain. Aku memandang Granger dengan sangat lekat, "Kau masih menyukai Potter?"

"Apa-apaan pertanyaan itu, Malfoy!"

"Jawab saja. Itu pertanyaan yang cukup mudah untuk dijawab."

"Jangan memulai pertengkaran, Malfoy."

"Baiklah, jadi memang benar kau masih menyukainya."

"Bukan suka seperti itu. Berapa kali harus kukatakan padamu, aku sudah menganggap Harry sebagai saudaraku sendiri."

"Ya, tidak meyakinkan."

Dia melipat tangannya di bawah dada. "Kau pun seperti itu."

"Apa maksudmu?" aku tak mengerti kenapa pembicaraan jadi beralih padaku.

"Kau masih membiarkan Pansy bergelayut manja padamu."

"Aku selalu mencoba melepaskan diri darinya."

"Ya tapi kau tak pernah tegas."

"Jadi kau ingin aku berteriak pada Pansy agar menjauh padaku?"

Dia mendengus, "Aku salut kalau kau bisa melakukan itu."

"Aku bisa saja melakukannya kalau kau pun berteriak di depan wajah Potter kalau kau tak menyukainya."

Dia tampak terperangah, "Itu sama sekali tidak adil!"

"Apanya yang tidak adil?" Pembicaraan ini menguras tenagaku. Aku langsung meneguk cepat butterbeer di depanku hingga tak satupun tetes yang terlihat menggenang dalam gelas besar itu.

"Aku dan Harry sudah seperti saudara, Malfoy!"

"Dan kau pernah menyukainya."

Granger ikut meneguk minumannya, dia meninggalkan bekas busa soda di atas bibirnya. Refleks aku langsung membersihkannya tapi dia langsung menepis tanganku. Matanya berkaca-kaca saat dia mulai berkata padaku, "Kau pun pernah tidur dengan Pansy!"

Skak mat.

Aku tak bisa membalas perkataannya itu. Aku dan Pansy dulu memang sering tidur bersama.

"Kenapa, Malfoy? Kenapa kau diam saja?"

"Tapi aku tak punya perasaan apapun padanya."

Granger membereskan barang-barangnya dari meja yang tentu saja isinya buku. Siapa pula yang kencan masih membawa buku? Tentu saja hanya Granger yang melakukannya.

"Perdebatan ini tak akan berakhir. Aku butuh menenangkan diri. Temui aku dua jam dari Sekaran di perpustakaan jika kau mau."

Memang seperti inilah hubungan kita, jika kita berdebat akan sesuatu Granger selalu mengalah dan mengasingkan dirinya selama beberapa saat. Setelah itu barulah aku yang datang padanya untuk meminta maaf. Ya, aku lebih sering mengucapkan maaf selama hidupku saat aku bersama dengannya. Setidaknya dalam sehari aku selalu meminta maaf padanya.

Kira-kira seperti itulah gambaran hubungan kita.

"Mate, apa kau benar-benar menyukai mud—Granger?" pertanyaan itu keluar dari mulut Blaise yang sedang mengunjungi kamarku karena ingin firewhiskey. Untuk saat ini hanyalah Blaise teman yang bisa masuk ke kamarnya dan minum minumannya.

Blaise sudah di ambang kesadaran, dia baru menghabiskan satu botol tapi sudah mabuk separah ini. Aku akan mengusirnya sebentar lagi, takkan kubiarkan dia muntah di kamarku.

"Bukan urusanmu, Blaise." Jawabku dan kembali menegak botol minumanku.

Aku melihat Blaise sedang kesulitan membuka botol baru firewhiskey ini. Dia hanya tertawa-tawa saat botol itu malah terkena kepalanya. "Tapi kuakui seleramu bagus," dia menaruh botol yang masih belum berhasil dia buka itu ke lantai dan dengan memperagakan gitar spanyol lewat kedua tangannya lalu bersiul, "Badannya sungguh bagus." Katanya terkekeh lalu kembali memeluk botol firewhiskey, "Sudah kau cicipi, mate?"

Pandanganku melayang. Sejauh ini sentuhan fisik yang aku lakukan pada Granger hanya mencium bibir dan lehernya, aku tak berani bertindak lebih jauh. Aku memang ingin menyakitinya tapi aku tak mau merusaknya.

Granger itu begitu murni dan polos, aku tak mau dia jadi rusak karena hormone sialanku. Walaupun jujur saja berada di dekatnya itu sangat sulit, aku tak bisa menghentikan pikiran kotorku menari-nari. Keinginanku untuk menjelajahi tubuhnya sangatlah besar tapi aku harus menahan semua itu.

Ini adalah kali pertama aku mengontrol nafsuku. Kalau kuhitung sepertinya sudah lebih dari tiga bulan bagian bawahku tak dimanjakan.

"Jadi bagaimana rasanya, mate?" Blaise masih terus meracau. Matanya sudah agak terpejam.

"Bukan urusanmu, Blaise."

"Apa dia tipe yang dominan?"

Aku langsung melempar bantal yang aku duduki tepat ke wajah Blaise. Pukulanku ternyata cukup kencang karena Blaise langsung terpental ke belakang. Dia masih terus tertawa, "Aku penasaran apa yang membuatmu suka dengannya, Mate." Itu ucapan terakhirnya sebelum dia jatuh terlelap.

Apa yang kusukai dari Granger? Banyak.

Aku menyukai wajah dan bentuk badannya – jangan salahkan aku jika ini yang paling kusebut pertama kali, aku adalah laki-laki. Laki-laki pasti memandang sesuatu lewat visual lebih dulu. Aku menyukai kepintarannya, meskipun kadang sikap sok tahunya itu menyebalkan. Aku menyukai cara dia tertawa, aku menyukai saat dia tengah serius membaca buku, aku menyukai bagaimana rasa bibirnya, aku menyukai pelukannya yang hangat, aku menyukai bau tubuhnya, secara sederhana aku dapat simpulkan aku menyukai segala hal tentangnya, tanpa kecuali.

Malam itu aku pun pusat mimpiku adalah dirinya.

Aku bermimpi menikah dengannya dengan hubungan kita yang akur, bahkan orangtuaku bisa dekat dengannya.

Mimpi ini terlampau bagus hingga rasanya aku tak ingin kembali terbangun menghadapi kenyataan. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro