Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

FINE LINE

Tak pernah terbayang di pikiran terliarku sekalipun, aku dan Malfoy sepakat menjadi teman. Bahkan dia yang terlebih dulu mengajakku untuk berteman. Situasi ini memang gila tapi sejujurnya aku sangat berterima kasih pada Malfoy. Aku tengah ada di situasi asing yang aku tidak suka, aku merasa diriku lemah jika aku sendirian. Aku ingat bagaimana hancurnya aku saat tidak ada yang mau berteman denganku karena aku bocah cerewet sok pintar, tapi untungnya Harry dan Ron mau menjadikanku teman mereka. Kini situasi berubah karena kebodohanku, saat ini aku tak lagi mempunyai teman tapi tiba-tiba hadir sosok Malfoy.

Malfoy bahkan membelaku di depan teman-temannya. Situasi yang aneh tapi sungguh menyenangkan. Aku puas sekali melihat wajah Pansy yang menganga lebar, wajah itu sedikit menghibur hatiku yang pilu. Biasanya aku tak suka dibela, aku selalu menyelesaikan pertikaian dengan caraku. Aku pun benci untuk menangis di depan orang lain. Tapi entah kenapa pada saat itu aku merasa diriku begitu lemah dan tak punya pegangan arah, dan semua kelemahanku itu terjadi di depan Draco Malfoy.

Awalnya kukira Malfoy akan mengejekku begitu aku menangis dan mencurahkan air mataku. Di luar dugaan, reaksi Malfoy justru memelukku dan menenangkanku. Jujur, pelukannya terasa nyaman sekali. Aku menyukainya. Aku suka harum tubuhnya dan kehangatan yang diberikan oleh tubuh yang di luar terlihat dingin itu.

Kita sudah sepakat untuk menjadi teman obrol, atau lebih tepatnya mendiskusikan hal-hal yang berbobot. Tempat pertemuan kita tentu saja di perpustakaan.

Nyatanya, apa yang kita rencanakan tak selalu berjalan mulus. Aku dan Malfoy memang datang ke perpustakaan, tapi kita bukan datang untuk berdiskusi melainkan beradu mulut. Aku datang sekaligus ingin mengerjakan tugas rune kuno sepanjang 3 meter tapi sialnya Malfoy ada di sisiku. Dia menumpahkan tinta ke tulisanku yang sudah hampir setengah jalan.

Tulisan ini tidak akan bisa diperbaiki bagaimanapun caranya dan mau tidak mau aku harus mengulangnya.

Sambil menyiapkan kembali perkamen aku mendelik ke arah Malfoy, "Really, Malfoy? Bahkan tak ada kata maaf yang keluar dari mulutmu?"

"Aku tidak merasa bersalah."

Aku tidak mempercayai ini. "Kau sengaja menjatuhkan tinta di tulisanku, Malfoy!"

"Aku tidak menjatuhkan tintamu, Granger. Aku hanya tidak sengaja menyenggol lenganmu, kau sendirilah yang menjatuhkan tinta di perkamenmu."

"Kau penyebabnya!"

"Kau yang menjatuhkan, Granger."

Adu mulut ini tidak akan pernah selesai, jadi lebih aku menyerah dan melanjutkan kembali tugasku. "Daripada kau hanya diam termenung seperti orang dungu, lebih baik kau mengerjakan tugasmu atau membaca buku, Malfoy."

"Aku tidak termenung, aku sedang melihatmu mengerjakan tugasmu."

Aku menertawai diriku sendiri, bisa-bisanya aku terjebak berteman dengan pria ini. Seharusnya aku tahu betul dia mau berteman denganku hanya ingin mengusikku.

"Tolong jangan ganggu aku saat aku menulis."

"Kau sendiri yang banyak omong. Aku sebenarnya hanya diam daritadi."

"Okay, sekarang, diamlah Malfoy!"

Sayangnya perintahku tak dituruti olehnya, "Kau seharusnya berterima kasih padaku, Granger. Aku sudah menemanimu mengerjakan tugas membosankanmu ini. Aku yakin Potter dan Weasley pun tak tahan duduk berlama-lama di kursi membosankan ini."

Aku menghentikan tulisanku. Kenapa Malfoy harus membawa nama Harry dan Ron? Sisi emosinalku kembali mengingat bagaimana Harry dan Ron yang sungguh kacau balaunya mereka ketika menemaniku mengerjakan tugas. Ron yang selalu mengeluh soal essay yang terlalu panjang, dan Harry yang berusaha merayuku untuk memperlihatkannya tugasku. Aku merindukan itu.

"Well, setidaknya Harry dan Ron selalu ikut mengerjakan tugas bersamaku."

"Boring."

"Ya, Malfoy. Inilah hidupku. Selamat datang di kehidupan membosankanku." Kataku sarkastik.

Situasi kembali menjadi tenang, aku bisa menuliskan tugasku kira-kira sampai satu meter. Tapi tiaba-tiba tingkah Malfoy membuyarkan ketenangan ini. Jantungku dibuat tidak tenang oleh sikapnya. Tangan Malfoy menyentuh rambutku, begitu aku menoleh, dia hanya tersenyum miring dan mengambil ikat rambut yang ada di pergelangan tanganku. Badannya mendekat ke arahku saat dia membantuku mengikat rambut megarku.

Aku tidak bisa berkata-kata, entah sudah semerah apa wajahku saat ini dan aku bahkan tak tahu caranya meredam detakan yang berirama terlalu cepat ini.

"Daritadi rambutmu itu menganggumu, jadi aku dengan kebaikan hatiku yang tulus ini membantumu."

Kembali aku hanya diam, tak tahu harus mengatakan apa lagi. Aku terlalu bingung dengan situasi ini, jadi aku kembali memfokuskan diriku untuk menulis kembali tugasku. Sayangnya, otakku pun saat ini sulit untuk diajak bekerja sama.

Aku menghela napas panjang lalu membereskan mejaku.

"Kau sudah selesai?"

"Akan kulanjutkan besok."

"Lalu apa yang akan kita lakukan setelah ini? Membaca buku?"

Aku menggelengkan kepala, menghindari bertatapan mata dengannya, "Aku akan kembali ke asramaku."

"Secepat itu, Granger?"

"Ada hal yang ingin aku lakukan, Malfoy."

Tanpa memandangnya aku pun keluar dari perpustakaan. Berdekatan dengan Malfoy sungguh tidak baik untuk Kesehatan jantung dan otakku.

<><><>

Begitu aku sampai di ruang rekreasi Gryffindor, aku melihat Harry, Ron, Ginny sedang duduk dalam diam. Mereka menatapku. Aku sungguh merindukan mereka, aku tidak sanggup jika harus kehilangan mereka sebagai sahabat terbaikku.

Aku berjalan mendekati mereka dan dengan seketika mereka serempak berdiri menyambutku. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis saat ini, "Maafkan aku. Sungguh maafkan aku." Kataku sangat tulus. Aku harap mereka melihat ketulusan di dalamnya.

"Aku tahu aku salah karena membiarkan perasaanku ini menghancurkan pertemanan kita tapi sungguh aku tak memiliki perasaan apapun lagi pada Harry."

"Sejujurnya, Hermione. Kita mendiamimu selama ini bukan karena kau menyukai Harry." Kata Ron dengan alisnya yang mengerut.

"Lantas?"

"Ini karena kau berpacaran dengan Malfoy, Hermione! Dimana otakmu yang pintar itu? Kenapa kau memberikan dirimu pada bocah tengik itu?" Harry meluapkan amarahnya.

"Dan yang lebih gilanya para Slytherin memberikan julukan mata duitan padamu, Hermione! Sungguh aku tidak tahan dengan semua itu." Giliran Ron yang melampiaskan amarahnya.

Aku tak bisa menahan diri untuk tak tersenyum dengan lelehan air mata yang mengalir di mataku. Aku terlalu bahagia dengan sambutan mereka.

"Tapi itu tidak benar, kan, Hermione? Kau dengan Malfoy?"

Diberi pertanyaan seperti itu membuatku kebingungan. Jika mereka bertanya di masa lampau aku dengan lantang akan menjawab hanya kegilaan yang bisa menyatukanku dengan Draco Malfoy. Kini situasi gila memang terjadi, tanpa mereka tahu aku dan Malfoy sudah berteman, dan entahlah aku merasa aku mungkin menyukainya.

Kalau aku mengatakan jujur bahwa memang drama yang terjadi di Aula Besar itu bualan semata, aku takut mereka masih tetap akan merasa bahwa perasaanku untuk Harry belum benar-benar mati. Jadi satu-satunya jawaban yang tepat adalah, "Itu benar, Gin. Well, di luar masalah berita tentang aku mata duitan. Kalian tahu aku tidak seperti itu, kan?"

"Kau bercanda, Hermione?! Kau menjalin hubungan dengan Malfoy?" teriak Ron murka.

"Itu sudah lewat, Ron. Percayalah aku menyesal. Itu Tindakan terbodohku."

"Berjanjilah kau tak berdekatan dengan pria sialan itu lagi, Hermione."

Aku hanya mengangguk menjawab permintaan Ron. Tapi tentu saja hatiku menolak perintah itu.

Aku tengah dilanda dilema besar. Aku tidak tahu mana jalan terbaik yang harus aku pilih. Aku sudah terlalu nyaman dengan Malfoy, dan itu tidak menyehatkan. Ada baiknya aku menjauh darinya tapi aku tidak rela. Aku pun tidak mau temanku kembali menjauhiku karena tahu aku berteman dengan Malfoy, musuh utama mereka.

Merlin, aku buntu. Aku tak tahu bagaimana aku bisa mengatasi semua hal ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro