part 8
Selamat membaca
*
*
Sudah lebih dari 15 menit Kim Bum menunggu So Eun di depan gerbang sekolah. Bahkan para siswa sudah banyak yang pulang.
Penasaran dengan So Eun yang tidak kunjung datang membuat Kim Bum pun kembali masuk ke gedung sekolah untuk mencari keberadan gadis itu. Ruang kelas dan loker sudah ia periksa namun nihil. So Eun tidak ada di kedua tempat itu. Kim Bum mulai panik takut jika terjadi sesuatu pada So Eun.
"Kim Bum, kau belum pulang?"
Kim Bum berbalik menatap seseorang yang memanggil namanya. Seorang wanita cantik berdiri di hadapan Kim Bum dengan tatapan penuh tanya.
"Oh, Kim Songsaengnim, annyeong."
Kim Bum menundukan kepalanya. Ia tersenyum ramah pada wanita tua itu.
"Sedang apa kau di sini?"
"Aku mencari Kim So Eun. Aku pikir dia masih ada di kelas," ujar Kim Bum.
"Kim So Eun? Aku sempat melihatnya pergi ke gedung olahraga. Mungkin saja dia masih di sana?"
"Aku akan mencarinya ke sana. kamsahamnida songsaengnim."
Kim Bum segera berlari ke gedung olahraga. Di sana sangat sepi, mengingat minggu ini ujian masih berlangsung. Kim Bum seakan berada di sebuah bangunan kosong.
Apa mungkin So Eun berada di tempat ini? batinnya ragu.
"Tolong!"
Kim Bum terpaku mendengar suara jeritan itu. Ia seperti mengenalnya. Saat Kim Bum masuk ke sebuah ruangan terlihat dua orang pria berlari begitu saja. Suara gemercik air yang tidak biasa membuat Kim Bum bertambah khawatir. Pria itu berlari mencari asal suara.
"Nona So Eun!" pekiknya.
Kim Bum menceburkan dirinya ke dalam kolam saat melihat So Eun melambaikan tangannya. Kim Bum menarik tubuh gadis itu dan membawanya ke tepi. So Eun memeluknya erat. Tubuhnya gemetar ketakutan.
"Nona So Eun apa Anda baik-baik saja? Apa Anda terluka?" tanya Kim Bum.
So Eun menangis. Gadis itu semakin mengeratkan pelukannya. Kim Bum hanya bisa mengelus punggunya untuk menenangkannya sebelum menggendong So Eun naik ke kolam.
***
"Ini."
Kim Bum memberikan sebuah handuk untuk So Eun. Gadis itu menerimanya dengan lemas. So Eun masih terbayang saat dirinya berada di dalam air. Teringat saat So Eun masih kecil ia tenggelam di kolam hotel saat berlibur di Bali. Beruntung ada pegawai hotel yang menyelamatkan dirinya saat itu.
"Nona bisa menggunakan pakaian olahragaku," ujar Kim Bum.
So Eun mengeringakan rambutnya dengan handuk yang Kim Bum berikan. Gadis itu bahkan tidak mengeluarkan sepatah kata pun sejak tadi.
"Aku mau pulang," gumam So Eun.
"Tapi Nona harus mengganti pakaian dulu. Aku tidak mau Nona sakit."
So Eun menggeleng sambil memeluk lututnya.
"Aku mau pulang."
Kim Bum mendesah panjang. Sifat keras kepala So Eun kambuh lagi. Dengan terpaksa Kim Bum menggendong So Eun masuk ke dalam toilet.
"Yak! Aku bilang mau pulang!" teriak So Eun namun kim Bum tidak menghiraukan. Pria itu mendudukkan So Eun di atas colest. Dengan kesal Kim Bum membuka kancing teratas seragam So Eun.
Tangan So Eun mencengkram erat tangan Kim Bum yang ingin membuka seragamnya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya So Eun takut.
"Mengganti pakaian Nona. Bukankah Nona tidak mau melakukannya?"
Kim Bum berhenti membuka pakaian So Eun saat melihat wajah ketakutan dari gadis itu. Seketika rasa kesal itu menguap digantikan dengan perasaan bersalah. Kim Bum merasa sudah bertindak di luar kendali. Ia benar-benar takut dengan keadaan gadis itu.
"Tolong ganti pakaianmu dan kita akan pulang," ujar Kim Bum lembut.
"Aku akan melakukannya sendiri. Pergilah."
Kim Bum memberikan pakaian olahraganya untuk So Eun sebelum keluar dari toilet.
Kim Bum menyenderkan tubuhnya di tembok hampir saja ia melakukan kesalahan fatal jika So Eun tidak mencegahnya. Pintu kamar mandi terbuka membuat Kim Bum segera berdiri. Pakaian
Pria itu mengambil pakaian So Eun yang basah dan memasukkannya ke dalam kantong plastik.
"Ayo kita pulang."
Tanpa banyak bicara So Eun pun mengikuti Kim Bum. Selama perjalanan tidak sedikit pun mereka bicara. So Eun lebih memilih menatap pemandangan di luar. Matanya terpejam merasakan angin yang berhembus dari jendela mobil.
"Nona aku minta maaf, seharusnya aku tidak melakukan itu," sesal Kim Bum.
So Eun bergeming, menatap Kim Bum yang duduk di sampingnya. Gurat penyesalan terlihat jelas di wajah pria itu. So Eun tahu Kim Bum menghkawatirkannya.
"Lupakan saja," ujar So Eun.
Kim Bum tidak henti menatap So Eun. Gadis itu seperti magnet yang membuat mata Kim Bum terus tertarik untuk memandangnya. Perasaan Kim Bum benar-benar kacau. Bagaimana pun juga dia tidak bisa menahan perasaannya lebih lama lagi. Ia tahu batasan antara pelayan dan majikan tapi apa salah jika seorang pelayan rendahan sepertinya mencintai anak majikan yang cantik.
Kim Bum tidak punya kekuatan untuk mengungkapkannya. Perasaan itu semakin hari semakin membunuhnya. Kim Bum bisa gila jika terus memendamnya.
"Nona So Eun," panggil Kim Bum saat mereka turun dari mobil. So Eun mematung tanpa berani berbalik menatap Kim Bum yang berada di belakangnya.
"Aku ... aku ingin mengatakan sesuatu."
"Apa?" tanya So Eun singkat tanpa berbalik.
Belum sempat Kim Bum bicara seorang pelayan datang menghampiri So Eun.
"Nona So Eun, apa yang terjadi pada Nona?" tanya si pelayan heboh.
So Eun dengan pakaian olahraga yang kebersaran di tubuhnya membuat ia terlihat seperti memakai daster.
"Pakaianku basah," ujar So Eun.
"Kenapa bisa? Ayo kita masuk ke dalam."
Pelayan itu menggiring So Eun masuk ke dalam rumah. Sesekali So Eun menatap Kim Bum yang masih mematung di tempatnya.
"Mungkin belum saatnya," gumam Kim Bum melenggang pergi ke kamarnya.
***
Suasana malam ini terasa lebih canggung dari biasanya. So Eun dan Kim Bum sesekali saling melirik satu sama lain. Entah apa yang ada di benak mereka yang jelas mereka saling menunduk membaca buku yang terasa membosankan.
"Besok hari terakhir ujian," ujar Kim Bum basa basi. Jujur saja pria itu tidak tahu apa yang harus dibahas. So Eun yang cerewet tiba-tiba menjadi pendiam.
"Nde," sahut So Eun singkat.
"Jika nilaimu meningkat maka Cuni akan tetap tinggal di rumah ini jadi kau harus berusaha semaksimal mungkin," ujar Kim Bum.
Pria itu merutuki dirinya setelah mengatakan hal itu. Kim Bum tidak tahu lagi harus berbicara apa dengan So Eun. Biasanya gadis itu membuat suasana lebih ramai dengan argumennya.
"Kim Bum, gomawo. Jika kau tidak menolongku mungkin aku sudah kehabisan napas."
Kim Bum mengangguk dan tersenyum tipis pada So Eun.
"Tadi sore kau ingin mengatakan apa?"
Seketika jantung Kim Bum berdebar kencang. Ia teringat sore tadi ingin mengutarakan perasaannya. Rasa itu begitu menggebu sehingga Kim Bum kehilangan akal sehatnya yang membuat keberanian itu muncul. Tapi sekarang entah kemana keberanian itu menguap, yang Kim Bum rasakan sekarang adalah gugup.
"Itu, bu-bukan sesuatu yang penting."
Kim Bum membereskan bukunya dengan tangan gemetar. Lama-lama berada di dekat So Eun bisa membuatnya kehabisan napas.
"Benarkah? Tunggu!" Kim Bum menegang saat So Eun memegang tangannya yang gemetar.
"Kenapa wajahmu memerah?"
Celaka. Kim Bum harus katakan apa pada So Eun? Mengaku bahwa dia menyukai gadis itu atau jantungnya berdebar kencang saat bersamanya. Oh, akal sehat Kim Bum sudah kembali. Jika dia mengatakan yang sejujurnya mungkin besok hubungan mereka tidak akan sama lagi.
"Mungkin aku butuh istirahat. Permisi." Tanpa bicara lagi Kim Bum segera keluar dari kamar So Eun. Debaran itu masih terasa saat Kim Bum masuk ke kamarnya. Perasaan itu semakin menyiksanya.
Suara ketukan pintu membuat Kim Bum mengalihkan pikirannya dari So Eun. Kim Ae Ri --ibu Kim Bum-- masuk ke dalam kamar anaknya. Kim Bum duduk di tepi ranjang bersama sang ibu.
"Kim Bum kau bilang ingin bertemu ayahmu?" ujarnya lembut. Kim Bum tersentak mendengar ucapan ibunya. Sudah lama ia ingin tahu di mana ayahnya berada. Kenapa ayahnya tega meninggalkan Kim Bum dan ibunya.
"Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Kim Bum penasaran. Ibunya bertingkah aneh.
"Ibu tidak ingin kau tahu bagaimana ayahmu yang sesungguhnya, tapi kau sudah dewasa mungkin ini saat yang tepat."
Kim Bum menggenggam tangan ibunya mengelusnya pelan agar wanita itu lebih tenang. Ibunya adalah wanita yang tegas dan galak tapi di balik itu semua dia hanya wanita yang membutuhkan perlindungan.
"Tidurlah. Minggu ini kita akan mengunjungi ayahmu," ujar Ae Ri.
Kim Bum merebahkan tubuhnya setelah Ae Ri pergi. Jujur saja walau ia penasaran namun ada rasa takut yang membayangi Kim Bum akan sosok ayahnya. Pria itu sangat misterius bahkan satu foto pun ibunya tidak punya.
***
Pagi ini Kim Bum dan So Eun secara bersamaan keluar dari kamar. Rasa canggung membuat mereka saling memalingkan wajah. Kim Bum benci suasana seperti ini.
"Nona So Eun akan berangkat sekarang?" tanya Kim Bum seperti orang bodoh. Jelas-jelas hari sudah mau siang dan Kim Bum masih bertanya hal itu. So Eun mengangguk kemudian melenggang pergi begitu saja. Gadis itu tidak bisa sarapan dan sudah menjadi rahasia umum jika So Eun akan langsung pergi ke sekolah tanpa berpamitan.
"Kim Bum," kata So Eun saat mereka duduk di dalam mobil. Kim Bum menoleh ingin mendengar kelanjutannya.
"Won Geun Oppa, dia ... mengatakan cinta padaku."
Bagai di sambar petir pagi-pagi Kim Bum sudah mendapatkan mimpi buruk. Dia lupa jika ada kecoa kecil yang mendekati So Eun. Harusnya kemarin malam ia tidak perlu ragu mengungkapkan perasaannya.
"Oh. Apa sekarang kalian pacaran?"
"Belum. Mungkin segera."
Kim Bum memalingkan wajahnya sambil menggigit bibir bawahnya. Dia benar-benar kesal. Tangan halus menggenggam tangan Kim Bum. Pria itu menoleh melihat So Eun yang menggenggam tangannya. Apa sebenarnya maksud gadis itu?
"Apa menurutmu aku cocok dengan Won Geun Oppa?"
Pertanyaan yang tidak ingin Kim Bum jawab. Bahkan sampai kapan pun tidak akan pernah ia jawab.
"Nona kita sudah sampai. Ayo kita turun," ujar Kim Bum mengalihkan pembicaraan. Beruntung kali ini Kim Bum bisa selamat dari pertanyaan itu.
Selama ujian berlangsung tidak sedikit pun Kim Bum berani melirik So Eun. Bahkan konsentrasinya terganggu setiap kali kata-kata So Eun berdengung di telinganya. Gadis itu benar-benar membuatnya gila.
"Waktu kalian tinggal 5 menit lagi."
Kim Bum tersentak mendengar waktu yang tinggal sedikit sedangkan setengah soal ujian belum ia jawab. Jantungnya kembali berdebar kencang, tangannya berkeringat saat menuliskan setiap jawaban di lembar kerja. Beruntung soal itu tidaklah sulit bagi Kim Bum sehingga dengan cepat ia bisa menyelesaikannya.
So Eun menunggu Kim Bum saat ujian telah selesai. Senyumnya mengembang saat melihat Kim Bum keluar dari kelas.
"Bum-ah," panggil So Eun. Gadis itu memberi kode agar Kim Bum mengikutinya. Kini mereka berada di tempat yang tersembunyi dari kerumunan siswa.
"Ada apa nona?"
"Sebenarnya pulang sekolah nanti aku ingin jalan-jalan, bolehkan?"
Kim Bum melipat kedua tangannya di depan dada. Membayangkan So Eun dan Won Geun jalan berdua membuat Kim Bum jengkel. Dia tidak mau kecolongan lagi. Cukup sekali saja.
"Tidak boleh."
"Ayolah, aku mohon," rengek So Eun.
"Dengan siapa?"
"Denganmu."
Kim Bum menatap So Eun tidak percaya, apa gadis itu mau membohonginya?
"Kenapa denganku?"
"Entahlah. Tapi aku ingin jalan-jalan denganmu."
Kim Bum mengalihkan tatapannya, jika sudah begini dia tidak akan menolak. Seharusnya So Eun mengatakannya sejak awal, Kim Bum pasti langsung menerimanya.
"Baiklah," ujarnya. So Eun memekik girang karena Kim Bum mengabulkan permintaannya tanpa sadar gadis itu memeluk Kim Bum.
"Gomawo," ujarnya sebelum pergi meninggalkan kim Bum yang tidak bergeming dari tempatnya.
***
Sesuai janji mereka kini So Eun berada di toilet memoleskan lip glos ke bibirnya. Setelah memastikan penampilannya sempurna So Eun pun beranjak pergi. Namun sayang toilet itu terkunci.
"Yak! Buka pintunya," teriak So Eun sambil menggedor kuat pintu itu. Namun tidak ada sahutan sama sekali bahkan saat So Eun meletakkan telinganya di pintu pun tidak terdengar ada suara di luar sana.
Dengan kesal So Eun merogih sakunya dan menghubungi Kim Bum.
"Bum-ah, aku terjebak di toilet," adunya.
"Aku akan ke sana."
Setelah mendapat jawaban dari Kim Bum membuat So Eun lega. So Eun penasaran siapa orang yang tega menguncinya di dalam toilet.
"Dasar menyebalkan," gumam So Eun.
Gadis itu menyenderkan tubuhnya di tembok sambil menunggu kedatangan Kim Bum. Tidak butuh waktu lama pintu pun terbuka.
"Nona apa Anda baik-baik saja?" tanya Kim Bum.
"Tenang tidak apa-apa. Ayo kita pergi."
So Eun menyeret tangan Kim Bum untuk segera pergi dari tempat itu. Kim Bum mengikuti So Eun ke mana pun gadis itu pergi. So Eun merentangkan kedua tangannya menikmati angin kebebasan. Ia rindu saat kaki kecilnya berlari di rumput hijau yang luas. So Eun merasa bebas kali ini.
"Bum-ah, apa kau pernah menyukai seseorang?" tanya So Eun. Matanya masih terpejam menikmati sinar lemah matahari sore.
"Tentu. Ada apa?"
So Eun duduk di kursi halte, ia terdiam sejenak sebelum menatap Kim Bum yang duduk di sampingnya.
"Seperti apa rasanya?"
Kim Bum terdiam mengingat kembali rasa yang So Eun berikan. Degup jantungnya memacu lebih cepat. Rasa panas disekujur tubuh saat mereka berdekatan. Rasa yang tidak normal dari batas sewajarnya.
"Apa Nona sedang jatuh cinta?" tanya Kim Bun.
Tepat saat Kim Bum selesai bicara sebuah bus berhenti di depan mereka. So Eun menarik tangan Kim Bum untuk masuk ke dalam kendaraan berwarna biru itu. Ini pertama kalinya mereka pergi bersama menggunakan kendaraan umum. Entah apa yang merasuki So Eun, hari ini gadis itu terlihat berbeda.
Kim Bum menautkan tangannya pada jemari So Eun. Tidak ada penolakan dari gadis itu. So Eun hanya diam sambil menatap keluar jendela. Kim Bum mengurai genggaman tangan mereka namun So Eun memegangnya erat. Mata hitam Kim Bum menatap wajah datar So Eun seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka.
Mereka larut dalam pikiran masing-masing. Debaran jantung seakan menjadi melodi yang indah untuk mereka dengarkan. Rasa panas dari tubuh masing-masing pun mampu menghalau dinginnya angin yang berhembus. Kim Bum menatap tangannya yang masih bertautan.
"Nona So Eun aku—"
"Maukah kau berkencan denganku. Anggap saja sebagai ucapan terima kasihku," ujar So Eun tanpa menatap Kim Bum. Seulas senyum terlihat di bibirnya. Tentu Kim Bum tidak akan menolak dengan tawaran itu.
"Baiklah. Mari kita berkencan hari ini." Kim Bum membawa So Eun masuk ke salah satu mini market.
"Kau suka rasa apa?" tanya Kim Bum.
"Vanila."
Kim Bum mengamb satu es krim vanila dari dalam freezer.
"Kenapa satu?" tanya So Eun.
Kim Bum hanya tersenyum simpul sebelum membayarnya di kasir. So Eun cemberut saat Kim Bum hanya membeli satu es krim untuknya.
"Cha." Kim Bum memberikan es krim itu pada So Eun. Gadis itu menjilatnya sekali dan Kim Bum melakukan hal yang sama. So Eun tersentak dengan perlakuan Kim Bum, jadi pria itu ingin berbagi?
Setiap perlakuan Kim Bum selama 'kencan' mereka membuat So Eun nyaman. Ini pertama kalinya mereka merasa sangat dekat dan tertawa bersama. So Eun yang selalu menganggap Kim Bum pria yang galak dan menyebalkan kini merasa tertipu. Kim Bum tidak seburuk yang ia pikirkan. Pria itu sangat perhatian dan selalu menjaganya. Terlalu asik 'berkencan' membuat keduanya lupa akan waktu yang terus berputar.
Kedua tangan itu tidak pernah lepas sejak sore tadi. Saat Kim Bum dan So Eun mendongkak menatap rumah besar yang ada diujung sana. Kim Bum melepas tautan tangan mereka. Kencan hari ini telah berakhir dan mereka akan berperan layaknya masjikan dan pelayan.
"Terima kasih untuk hari ini. Aku sangat senang," ujar So Eun dengan wajah merona.
"Aku juga senang jika Nona So Eun senang."
Keadaan mulai canggung berbeda dengan beberapa menit lalu yang terasa seperti air tenang yang mengalir. So Eun menjinjit mencium sekilas sudut bibir Kim Bum. Tubuh pria itu menegang merasakan benda kenyal menyentuh sudut bibirnya.
"Anggap saja aku mengambil ciuman dari Won Geun Oppa," ujar So Eun sebelum berlari meninggalkan kim Bum yang masih terlena.
"Apa ini mimpi?" gumam Kim Bum.
TBC
Mungkin 1-2 part lagi cerita tentang masa SMA mereka akan berakhir. Kita tunggu bagaimana kisah Bumsso ketika dewasa 😂
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro