Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 7

SELAMAT MEMBACA
*
*
*

Jarum jam terus berputar menghantuinya sepanjang malam. Kim Bum terus membolak-balikkan tubuhnya agar bisa memejamkan mata. Setiap matanya tertutup bayangan So Eun selalu melintas begitu saja. Kim Bum mengerang kesal, padahal besok pagi-pagi sekali ia harus bangun menyiapkan makan siang untuk So Eu dan dirinya sendiri.

"Aku bisa gila," gumam Kim Bum. Ia pun duduk di atas tempat tidur sambil menatap jam dinding yang sudah menujuk angka 1. Biasanya Kim Bum sudah terlelap.

Suara aneh dari pintu membuat Kim Bum mengalihkan pandangannya. Kim Bum menghela napas panjang saat melihat tangan Cuni masuk ke celah pintunya. Dibukanya pintu kamar itu. Tanpa permisi cuni langsung naik ke tempat tidur Kim Bum.

"Yak! Kenapa kau tidur di sana? Cari eomma mu sana," kata Kim Bum.

Cuni hanya mengeong sebelum tidur di bantal Kim Bum. Kucing itu tidak peduli jika ada orang yang sedang kesal karena ulahnya.

"Untung kau sedang hamil," ujar Kim Bum sambil berbaring di samping Cuni.

"Apa kau tidak kesepian? Kenapa dia tega meninggalkan mu saat mengandung?" Kim Bum menatap Cuni yang sudah terlelap. Beruntungnya kucing itu dipungut oleh So Eun, setidaknya dia bisa makan yang layak untuk anak di dalam perutnya.

***
Pagi ini di dapur terlihat sedikit ramai. Mendengar kehamilan cuni membuat para pelayan heboh.

"Apa yang akan kita lakukan pada anak-anaknya?"

"Buang saja, Tuan Kim tidak suka ada hewan di rumah."

"Jangan dibuang, dijual saja aku rasa akan laris di pasar."

"Tidak boleh, kita berikan pada pecinta hewan saja."

"Kau itu terlalu baik."

Begitulah percakapan pagi ini yang membuat Kim Bum bad mood. Belum lahir, anak kucing itu sudah membuat heboh para pelayan, bagaimana kalau sudah lahir. So Eun pasti tidak ingin kucingnya dibuang apalagi dijual.

"Aku sudah selesai," ujar Kim Bum membuat rencana pengusiram kucing  itu terpotong. Sudah dua bekal makan siang ia siapkan untuk So Eun dan dirinya. Walau pun di sekolahnya menyediakan makan siang gratis tapi Kim Bum tidak pernah melihat So Eun pergi ke kantin. Mengatri di kantin akan membuang banyak waktu.

"Kau masak apa?" tanya salah satu pelayan.

"Masak apa pun yang aku suka," jawab Kim Bum kemudian melenggang pergi.

"Nona So Eun," ujar Kim Bum saat melihat So Eun keluar dari kamar. Penampilan gadis itu sudah rapi lengkap dengan tas selempangnya.

"Anda akan berangkat sekarang?"

Kim Bum menaikkan satu alisnya. Tidak biasanya So Eun berangkat pagi.

"Aku ada janji dengan dokter hewan pagi-pagi sekali," ujar So Eun. "Tapi di mana cuni?"

"Itu dia," tunjuk Kim Bum pada cuni yang baru keluar dari kamarnya.

"Cuni aku mencarimu sejak tadi ternyata kau di sana."

So Eun menggendong kucingnya sesekali dia mengelus kepala cuni.

"Aku akan mengantar nona. Tunggu sebentar aku akan bersiap."

Kim Bum segera masuk ke kamarnya mengganti pakaian dan mempersiapkan buku-bukunya. Dalam sekejap ia sudah rapi dengan seragam sekolah.

"Ayo kita berangkat."

So Eun mengekori Kim Bum dari belakang. Hari ini Kim Bum akan ikut satu mobil dengan So Eun.

***

"APA? Tidak mungkin, dia pasti hamil. Cuni lebih berat dari sebelumnya," bantah So Eun pada dokter hewan itu.

"Cuni bukan betina, dia kucing jantan," jelas sang dokter. "Dia terlihat gemuk sepertinya nona memberikannya makan yang cukup."

So Eun mengangguk lemas. Ia pikir akan punya peliharaan baru tapi sayang Cuni jantan bukan betina. Kim Bum yang melihat raut wajah So Eun berusaha mengulum senyumnya.

"Nona merawatnya dari kecil?" tanya Dokter Oh sambil mengelus kepala cuni.

"Aku menemukannya beberapa hari yang lalu. Tapi kenapa perutnya besar?" tanya So Eun penasaran.

"Karena dia kekenyangan. Makannya berlebih membuat Cuni cepat gemuk."

Lagi-lagi So Eun cemberut. Baru saja dia membayangkan rumahnya berisik oleh suara  anak kucing tapi itu hanya sekadar bayangan nyatanya Cuni itu jantan.

"Apa cuni peliharaan pertama nona?" tanya dokter itu lagi.

So Eun mengangguk. Ayahnya tidak suka melihat ada hewan  di rumah. Itu sebabnya So Eun tidak punya peliharaan sama sekali.

"Wajar saja nona belum bisa membedakan kucing jantan dan betina."

So Eun mengangguk lemas dan mengambil cuni dari sang dokter.

"Kamsahamnida, kami pergi dulu." ujar Kim Bum dan So Eun serempak.

"Jaga Cuni baik-baik, dia kucing yang manis."

So Eun dan Kim Bum tersenyum tipis mendengar pujian sang dokter.

So Eun berjalan dengan lesu. Saat melihat Pak Jang ia pun menyerahkan Cuni padanya.

"Tolong bawa dia pulang," ujar So Eun sebelum pergi.

Pak Jang menatap Kim Bum meminta penjelasan lebih lanjut.

"Kucing itu jantan bukan betina," ujar Kim Bum kemudian berlari mengejar So Eun.

"Apa hubungannya?"

Pak Jang menatap Cuni lekat. Pria itu menggeleng kemudian memasukkan Cuni ke dalam mobil.

***
Semua mata memandang So Eun saat gadis itu baru sampai di sekolah. Walau merasa risih tapi  So Eun pura-pura cuek.

"Jadi Kim Bum hanya pembantu di rumah So Eun?"

"Apa mereka saling suka? Pantas saja Kim Bum terus bersama So Eun."

"Ternyata Kim Bum anak pembantu."

Bisikan-bisikan itu terus terdengar di telinga So Eun. Gadis itu mengepalkan tangannya erat.

"Nona So Eun tunggu," teriak Kim Bum. Pria itu berdiri di depan So Eun dengan napas terengah.

"Sudah aku katakan untuk tidak saling mengenal. Jangan ikuti aku lagi. Pergilah."

So Eun mengabaikan teriakan Kim Bum yang terus memanggilnya. Tapi So Eun menulikan telinganya, ia terus berlari menghindari Kim Bum.

"Kim Sang Bum."

Kim Bum berbalik saat seseorang memanggil namanya. So Hee mendekat dengan senyum lebar.

"Aku ingin bicara denganmu saat jam istirahat. Ini tentang So Eun," ujar So Hee sebelum pergi. Kim Bum menatap aneh pada So Hee.

"Apalagi sekarang?" gumamnya.

***

Selama pelajaran berlangsung tidak sedikit pun So Eun mau menatapnya. Apa So Eun marah karena masalah kucing? pikir Kim Bum.

Dasar kekanakan, batinnya.

Bel istirahat berbunyi, beberapa siswa langsung keluar dari kelas. Mengantri adalah hal yang mengesalkan jadi mereka harus berebut untuk berbaris paling depan.

Kim Bum berjalan melewati So Eun yang sedang memasukkan bukunya. Tanpa berkata-kata Kim Bum meletakkan bekal makan siang di atas meja So Eun. Kim Bum meliriknya namun sayang So Eun memalingkan wajahnya.

So Hee menghampiri Kim Bum, digandengnya lengan Kim Bum dengan mesra.

"Ayo, Kim Bum kita pergi."

Walau enggan Kim Bum pun mengikuti So Hee pergi. Kim Bum melepaskan tangan So Hee saat mereka berada jauh dari kelas.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Kim Bum dingin.

"Kau tahu, berita tentang dirimu yang seorang anak pembantu di rumah So Eun sudah tersebar luas. Kau tahu bagaimana perasaan So Eun?"

Kim Bum menatap tajam pada So Hee.
"Apa yang sebenarnya yang kau inginkan?" tanya Kim Bum.

"Jadilah pacarku dengan seperti itu So Eun akan aman."

Kim Bum tertawa mendengar permintaan So Hee. Gadis itu terlalu percaya diri dengan permintaannya.

"Aku hargai niat baikmu. Kamsahamnida."

Setelah mengucapkan itu Kim Bum pun pergi meninggalkan So Hee yang terdiam sesaat.

"Kau pasti akan menyesal telah menolakku. Kita lihat saja nanti kau akan bertekuk lutut di depanku."

***
Bel pulang sekolah yang dinanti Kim Bum sejak tadi akhirnya berdering. Tanpa basa-basi pria itu menarik tangan So Eun. Won Geun yang sudah menunggu So Eun di depan kelas pun mencegat Kim Bum.

"Tolong menyingkir," kata Kim Bum tegas.

"Kau menyakitinya," jawab Won Geun.

"Aku yang bertanggung jawab."

Kim Bum menatap So Eun dan menariknya untuk pergi. Won Geun hanya diam melihat Kim Bum dan So Eun pergi.

"Kali ini aku akan membiarkannya," gumam Won Geun.

***
Kim Bum melepaskan tangan So Eun saat mereka sampai di sebuah taman. Kim Bum berbalik menatap So Eun yang terus menunduk.

"Jangan pedulikan kata orang lain. Nona hidup bukan karena mereka. Tolong jangan menghindari aku lagi," ujar Kim Bum.

So Eun mendongkak dengan mata berkaca-kaca. Ini tidak semudah yang Kim Bum katakan. Pria itu tidak tahu bagaimana dirinya berjuang untuk mengabaikan semua itu.

"Kau tidak tahu apa yang mereka katakan," ucap So Eun.

"Aku tahu, tapi aku berusaha mengabaikannya. Aku sudah berjanji untuk melindungi nona."

Kim Bum memegang pundak So Eun menatap dalam pada almond itu. So Eun terdiam tanpa satu kata pun yang terucap dari bibirnya.

"Nona terlalu baik. Aku akan melindungimu sampai kapan pun. Jangan takut lagi dengan ucapan mereka, kau lebih kuat dari itu."

So Eun memeluk Kim  Bum. Ia takut jika satu per satu orang yang disukainya menghilang. So Eun tidak ingin Kim Bum terkena masalah jika dekat dengannya.

"Kau janji tidak akan meninggalkan aku?" tanya So Eun.

"Aku berjanji," balas Kim Bum sambil mengeratkan pelukannya.

***
Malam ini terasa berbeda dari sebelumnya. So Eun belajar lebih serius dari biasanya. Kim Bum pikir gadis itu sangat pintar kalau mau bersungguh-sungguh. Sekali dijeaskan So Eun sudah mengerti, berbeda sekali dengan hari-hari sebelumnya. Banyak alasan yang dibuat So Eun agar belajarnya terganggu.

"Malam ini kita cukupkan," ujar Kim Bum. So Eun membereskan buku-bukunya yang berserakan.

"Aku yakin ujian kali ini nilai nona  akan memuaskan," kata Kim Bum tanpa sadar menusap kepala So Eun. Keduanya terdiam. Sadar akan kelakuan spontan itu, Kim Bum segera menarik tangannya.

"Aku akan kembali ke kamar," ujar Kim Bum gugup.

So Eun memegang tangannya. Sejenak mereka kembali membisu.

"Apa hubunganmu dengan So Hee?" tanya So Eun.

Kim Bum kembali duduk. Entah kenapa ia malu menatap So Eun.

"Aku tidak ada hubungan apa pun dengannya," jawab Kim Bum tanpa menatap So Eun.

"Dia bukan gadis yang baik. Kau tidak boleh suka padanya."

Jantung Kim Bum berdebar mendengar ucapan So Eun. Ada sepercik kebahagiaan yang ia rasakan. Apakah So Eun cemburu? Kim Bum segera menepis anggapan itu. Mana mungkin So Eun cemburu pada So Hee, apa alasannya?

"Tentu."

Kim Bum beranjak pergi dari kamar So Eun. Semakin lama berada di dekat gadis itu membuat perasaannya menggila. Kim Bum tidak bisa membohongi dirinya jika ia mulai menaruh hati pada So Eun. Rasa ingin melindungi gadis itu bukan hanya dari perintah Tuan Kim tapi dari dirinya sendiri.

"Aku seperti orang bodoh," gumamnya.

***
Waktu ujian sudah tiba. So Eun optimis kali ini nilainya akan meningkat dari sebelumnya. So Eun menoleh ke belakang melihat Kim Bum yang asik memainkan pulpennya. Mereka saling melemparkan senyuman untuk menyemangati satu sama lain.

Benar saja saat So Eun membaca soalnya sebagian pertanyaan itu bisa ia jawab. Ujian kali ini lebih mudah baginya setelah belajar. Suasana kelas yang sepi membuat jantungnya berdegup kencang. Ujian kali ini sangat menegangkan.

"Kerjakan sendiri, kalian punya waktu 30 menit lagi," ujar seorang pria yang mengawasi ujian.

Baru saja si pengawas mengatakan sisa waktu ujian Kim Bum sudah berdiri dan menyerahkan lembar jawabannya. Semua mata tertuju pada pria itu termasuk So Eun menatap tidak percaya padanya. Sepintar itukah Kim Bum? So Eun tidak bisa mempercayainya.

"Kau tidak mau memeriksanya dulu?" tanya si pengawasa yang terlihat syok.

"Berapa kali pun aku memeriksanya jawabannya akan tetap sama."

Kim Bum melengang pergi setelah hasil ujiannya di terima. So Eun jadi semakin semangat untuk mengerjakan soalnya. Dia tidak mau kalah dari Kim Bum.

"Kumpulkan jawaban kalian."

Satu per satu siswa ke depan membawa hasil ujian mereka. So Eun keluar dari kelasnya mencari keberadaan Kim Bum. Namun pria itu tidak kunjung ia temukan. So Eun berjalan ke lokernya bermaksud untuk mengganti sepatu.

Ada sebuah note yang tertempel di pintu loker. So Eun melirik ke segala arah tapi tidak ada orang satu pun di tempat itu.

Aku tunggu di kolam renang
~Kim Bum~

So Eun tersenyum lebar mengetahui bahwa Kim Bum yang menulis memo itu untuknya.

"Pakai memo segala, apa dia kehabisan kuota?" kata So Eun sambil memeluk kertas itu.

Setelah mengganti sepatunya So Eun segera pergi ke kolam renang yang ada di lantai dasar. Tempat itu cukup sepi membuat So Eun ragu apakah Kim Bum masih menunggunya.

"Bum-ah kau di mana?" panggil So Eun.

Tidak ada yang menjawab. So Eun semakin mendekat ke tepi kolam. Tiba-tiba saja So Eun merasakan ada yang mendorong tubuhnya hingga ia terjatuh ke dalam kolam.

"Tolong!"

Tbc


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro