Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 31

Selamat membaca

***
Seperti yang Kim Bum janjikan saat ini mereka tengah menonton film di bioskop. So Eun sedikit menyayangkan film yang dipilih suaminya tidak sesuai seleranya. So Eun cepat bosan dengan adegan film romance yang membuat Kim Bum tersenyum-senyum sendiri tanpa menghiraukan dirinya.

"Bum-ah, pulang."

"Sebentar lagi."

So Eun makin jengkel ketika Kim Bum  tersenyum manis saat pemeran utama wanita berpakaian seksi. Dengan cepat So Eun menutup mata Kim Bum.

"Wae? Apa yang kau lakukan?" tanya Kim Bum dengan suara sepelan mingkin.

"Anak kecil tidak boleh menonton adegan seperti itu."

"Siapa yang kau bilang anak kecil? Aku bahkan sudah memiliki istri."

"Tapi sikapmu seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Lihatlah matamu berbinar saat melihat wanita seksi."

So Eun melipat tangannya di depan dada, ia menatap layar lebar dengan wajah cemberut. Kim Bum tersenyum misterius dengan cepat pria itu menarik wajah So Eun dan mencium bibirnya.  So Eun terdiam ketika Kim Bum mengecup bibirnya dalam-dalam. So Eun membalasnya dengan jantung berdebar kencang. Bagaimana jika ada yang melihat mereka berciuman?

"Jika ada wanita paling cantik di dunia ini, maka itu adalah istriku. Kim So Eun."

Kim Bum memeluk So Eun erat dan menutup wajah istrinya menggunakan topi. Dengan seperti ini ia bebas menonton film tanpa gangguan.

***

"Aku ingin ini, itu, itu,dan itu," tunjuk So Eun pada boneka-boneka yang ia suka. Kim Bum mengelus dagunya dan mengambil satu boneka paling kecil yang ada toko itu.

"Aku beli yang ini," ujar Kim Bum pada pelayan toko.

"Yak! Aku tidak suka yang itu kenapa kau membelinya?"

Kim Bum berbalik menatap istrinya dengan senyum merekah. Pria itu menaikkan resleting jaket So Eun dan memperbaiki topinya.

"Jika aku membeli semua boneka itu maka kau akan sibuk sendiri. Lagi pula kau bisa bermain denganku, tidak perlu dengan boneka."

Penjaga toko memberikan boneka itu pada Kim Bum. Benda mungil itu bahkan tidak layak disebut boneka, benda itu lebih mirip seperti gantungan kunci.

Kim Bum menarik tangan So Eum dan meletakkan benda itu di tangan sang istri.

"Aku harap kau suka dengan hadiahnya wahai istriku."

Kim Bum membelai lembut pipi So Eun sebelum keluar dari toko mengabaikan tatapan kesal dari istrinya.

"Awas kau Kim Sang Bum. Tunggu pembalasanku." So Eun menggenggam erat boneka kecil itu hingga mengeluarkan suara. So Eun cukup kaget dan hampir melemparnya. Namun ia masih bisa mengontrolnya. So Eun menatap punggung Kim Bum dari belakang.

"Kim Sang Bum, kau belum tau berhadapan dengan siapa." So Eun tersenyum kecut dan berlari mengejar suaminya.

***
Malam yang cerah menjadi atap bagi keempat orang yang sedang asik berpesta. Asap mengepul saat Kim Bum meletakkan potongan daging sapi di atas grill pan.

"Kim Bum ambilkan eomma sendok," ujar Ae Ri sambil menata makanan.

Kim Bum memberikan sendok yang dimaksud Ae Ri. Pandangan Kim Bum kini tertuju pada So Eun yang tengah sibuk dengan ponselnya. Berbagai pose So Eun lakukan di depan kamera untuk mendapatkan hasil foto yang cantik.

"Butuh bantuan?"

Kim Bum mendekati So Eun dan mengulurkan tangannya. So Eun menatap mata Kim Bum dalam-dalam sebelum memberikan ponselnya.

"Pastikan diriku terlihat cantik seperti artis-artis, jangan sampai hasil fotonya gelap," ucap So Eun panjang lebar.

"Iya cerewet."

"Apa kau bilang?"

"Aniyo, istriku yang cantik."

Kim Bum mengarahkan kamera ponsel pada So Eun. So Eun pun bersiap dengan pose imutnya, senyum yang menawan dengan mata yang indah membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

"1... 2... 3..."

Tepat dihitungan terakhir Kim Bum memasukkan ponsel So Eun ke dalam jaketnya. Tanpa rasa bersalah Kim Bum meninggalkan So Eun dan kembali memanggang daging.

"Yak! Wae? Kembalikan ponselku!" rengek So Eum. Kakinya menghentak kesal.

"Bantu aku memanggang dagingnya dulu."

So Eun mengepalkan tangannya kesal.

"Eomma, Kim Bum nakal. Dia membohongiku," adu So Eun pada Ae Ri.

"Sudah turuti saja kata suami mu," jawab Ae Ri membuat So Eun membuka lebar bibir. Kim Bum tersenyum senang ketika Ae Ri berpihak padanya. Tidak tinggal diam kini So Eun mengadu pada neneknya.

"Halmeoni, bisakah kau menghukum Kim Bum. Dia membohongiku."

"Benarkah?"

So Eun mengangguk seperti anak kecil.

"Bagus kalau begitu, Kim Bum sudah tahu bagaimana cara mengatasi mu dengan baik."

So Eun berdiri dengan kesal. Tidak satu pun yang berpihaknya. So Eun merasa ketidakadilan menimpanya. Kim Bum mengedipkan sebelah matanya saat So Eun menatap tajam. Dengan kesal So Eun duduk di depan Kim Bum dan membantu suaminya memanggang daging.

"Apa kau puas?" tanya So Eun kesal.

"Memang apa yang aku lakukan?" Kim Bum pura-pura tidak tahu.

***
So Eun mematut dirinya di depan cermin. Polesan make up tipis membuat penampilannya lebih segar.

"Mau ke mana?" tanya Kim Bum sambil menggosok rambut basahnya. Bulir-bulir air masih mengalir di tubuh pria itu.

So Eun berbalik menatap Kim Bum yang hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya tanpa atasan. So Eun memalingkan wajahnya yang terasa panas, sesekali gadis itu mengipas wajahnya menggunakan  tangan.

"Yak! sudah kukatakan jangan telanjang saat keluar dari kamar mandi. Bukankah aku sudah menyiapkan piyama untukmu?"

"Kenapa? Aku telanjang pun tidak masalah."

Kim Bum memegang ikatan handuk di samping pinggangnya. Tatapannya menggoda layaknya model majalah profesional.

"A... Apa yang kau lakukan?"

"Menurutmu?"

Kim Bum melepas ikatannya membuat handuk itu meluncur bebas ke bawah. So Eun memekik histeris, dengan cepat ia menutup matanya.

"Kim Sang Bum, apa yang kau lakukan. Kau sudah gila!"

Kim Bum tertawa lepas melihat So Eun seperti gadis lugu yang belum pernah disentuh. Mendengar tawa kencang suaminya membuat So Eun memberanikan diri mengintip melalui celah jemarinya.

"Sial," umpat So Eun dalam hati saat melihat Kim Bum mengenakan celana pendek. Jadi pria itu memakai celana pendek di balik handuk?

"Apa kau memikirkan sesuatu, Nyonya Kim?"

Kim Bum kembali tertawa melihat wajah istrinya memerah sampai  telinga. Kim Bum menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur, tawanya belum juga reda.

So Eun melempari Kim Bum dengan handuknya, lemparannya tepat mengenai wajah tampan itu.

"Jangan ulangi lagi, arraseo!"

So Eun melangkah pergi namun Kim Bum sukses membuat langkah gadis itu berhenti.

"Kau mau pergi seharian? Dengan siapa?"

"Aku akan menemui seseorang yang akan mendengar keluh kesahku. Wae?"

"Pria? Tidak masalah. Aku bisa mengundang dua wanita cantik ke rumah untuk hiburan dan aku bisa menghabiskan waktu bersama--"

"Andwae!" teriak So Eun lantang. Gadis itu berjalan cepat ke arah Kim Bum. Pria itu membulatkan matanya saat So Eun duduk di perutnya. Ini pertama kalinya So Eun berada di atas tubuhnya.

"Kau berani selingkuh di rumah ini? Yak! Berani sekali kau mengundang wanita lain ke rumah kita. Apa tidak cukup hanya aku saja wanita dalam hidupmu?"

Kim Bum mengerjapkan matanya berulang kali mendengar luapan emosi istrinya. Dengan lembut Kim Bum mengubah posisinya menjadi di atas So Eun membuat gadis itu memekik histeris.

"Siapa yang selingkuh? Apa salah jika aku mengundang eomma dan halmeoni ke rumah? Mereka juga wanita cantik pada masanya."

Kini giliran So Eun terdiam mendengar ucapan Kim Bum. So Eun mendorong tubuh Kim Bum hingga kini posisinya kembali di atas.

"Jika aku tahu kau membawa perempuan lain ke rumah maka kau-- So Eun membuat isyarat gunting dengan tangannya -- habis."

Kim Bum menelan ludahnya dengan susah payah. Ancaman itu membuat Kim Bum ngeri.

"So Eun."

"Wae?"

"Kau membuatnya sesak."

"M-mwo?"

"Kau mendudukinya sampai sesak."

Dengan gerak cepat So Eun turun dari atas tubuh Kim Bum dan menyambar tas jinjingnya yang ada di meja. Jantung So Eun berdebar kencang, berada dalam situasi aneh seperti ini membuat So Eun gugup.

"So Eun," panggil Kim Bum lagi. So Eun menoleh ragu-ragu. Kim Bum tidur menyamping, satu tangannya menopang kepala. Pria itu menggerakkan telunjuknya mengisyaratkan agar So Eun mendekat, namun gadis itu tidak bergeming.

"Let's make a baby."

Tubuh So Eun memanas, entah apa yang membuat reaksi tubuhnya menjadi aneh. Melihat suaminya bertelanjang dada di tambah rambut basah Kim Bum yang menggoda membuat So Eun hampir goyah. Beruntung ponselnya berbunyi tepat waktu membuat kewarasannya pulih.

"Aku harus pergi. Ingat jangan membawa wanita lain ke rumah. Aku mencintaimu."

So Eun keluar dari kamar dengan cepat sebelum pikirannya berubah. Sementara Kim Bum berteriak memanggilnya agar tetap tinggal.

"YAK! KIM SO EUN KAU HARUS BERTANGGUNG JAWAB. JANGAN PERGI! KIM SO EUN!"

***
Mengenang kembali masa lalu yang buruk adalah salah satu hal yang So Eun hindari tapi, sekarang ia harus menghadapi hal buruk itu. Sekolah yang harusnya menjadi tempat yang menyenangkan semasa muda justru banyak menyimpan kenangan buruk.

So Eun melangkah ke sebuah ruangan yang dulu menjadi kelasnya. Di sana seorang wanita duduk menghadap papan tulis.

"Kau menunggu lama?" tanya So Eun membuat wanita itu sadar dari lamunannya.

"Ani. Aku pikir kau tidak datang."

So Eun duduk menghadap papan tulis. Ada satu meja yang menjadi penghalang antara So Eun dan So Hee.

"Ada apa?"

So Hee tersenyum kecut. Ia mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya. So Hee meletakkan kotak itu di atas meja yang berada di tengah-tengah mereka. So Eun menatapnya penuh tanya.

"Kau bisa membukanya."

So Eun meraih kotak itu, walau ragu ia pun membukanya. Ada beberapa sobekan foto dan kertas dalam kotak itu. Tangan So Eun bergetar saat mengenal orang yang berada di dalam foto itu.

"Dia ayahku," ujar So Hee membuat So Eun menggeleng.

"Ani. Kau berbohong kan?"

"Aku juga harap itu adalah sebuah kebohongan, tapi itu adalah kebenaran."

So Hee menghapus air matanya. "Aku membencimu bukan tanpa sebab. Aku sangat menyayangi ayahku sejak kecil, suatu hari ayah mengalami kecelakaan yang membuat ia kehabisan darah. Aku ingin mendonorkan darahku tapi nyatanya aku tidak bisa. Darah ayahku O sedangkan aku AB dan ibuku A. Awalnya aku pikir ada kesalahan yang dilakukan para dokter di rumah sakit tapi berapa kali pun aku memeriksanya hasilnya tetap sama."

So Hee mengatur napasnya yang mulai terasa berat.

"Sampai akhirnya eomma mengatakan yang sejujurnya bahwa dia bukan ayahku. Aku harus kehilangan ayah di saat aku membutuhkannya. Aku merasa hidupku tidak adil. Sejak saat itu aku terus mencari ayah biologisku, dan aku menemukannya."

So Eun menatap So Hee dengan mata berkaca-kaca. Berkali-kali ia menepis ucapan So Hee dari pikirannya.

"Ibuku meninggal, tujuh tahun setelah kematian ayah. Yang membuatku marah adalah penyebab kematiannya adalah ayahmu. Ibuku mengalami serangan jantung saat mendengar kabar kematian ayahmu."

So Hee tertawa kecil mengingat masa lalunya. "Seumur hidup dia hanya mencintai satu pria, yaitu Tuan Kim. Ayahku tidak beruntung memilikinya, selama ini ayahku tak sedikit pun mendapatkan cinta dari istrinya."

"Andwe, kau berbohong kan? So Hee jawab aku, ini tidak benar kan?"

"Kau bisa melihatnya dalam kotak itu."

So Hee berdiri, menyampirkan tas tangannya ke pundak.

"Aku sudah menceritakan masa laluku padamu. Sekarang aku harus pergi meninggalkan masa lalu yang membuatku muak. Aku tidak mau hidup menyedihkan seperti eomma. Aku akan hidup lebih baik darinya."

So Hee pergi meninggalkan So Eun yang menangis sendirian. So Eun terpukul dengan kenyataan bahwa orang yang dibencinya adalah saudaranya sendiri.

***
Kim Bum terlihat cemas, berkali-kali menghubungi So Eun namun istrinya tak kunjung menjawab. Jam dinding menunjuk angka 5 dan sebentar lagi hari akan gelap tapi So Eun belum pulang.

"So Eun cepat terima panggilanku," ujar Kim Bum mulai tidak sabar.

Pria itu mendesah frustrasi, perasaan Kim Bum mulai tidak tenang. Setelah berpikir lama akhirnya ia memutuskan mencari So Eun. Di sambarnya jaket dan kunci mobil yang ada di atas meja.

Tepat saat Kim Bum membuka pintu ia dikejutkan oleh kedatanga So Eun. Kim Bum segera menangkap So Eun saat tubuh gadis itu jatuh. So Eun pingsan.

"Kim So Eun sadarlah! Kim So Eun!"

Kim Bum membopong So Eun ke kamarnya. Suhu tubuh gadis itu meningkat membuat Kim Bum panik.  Dikompresnya kening So Eun dengan handuk kecil sembari menunggu kedatangan dokter. Selang beberapa menit dokter pun datang. Kim Bum bisa bernapas lega setelah dokter selesai memeriksa keadaan So Eun.

"Nyonya Kim dalam keadaan baik, hanya saja dia mengalami tekanan yang membuat kondisinya lemah. Istirahat yang cukup bisa membuatnya lebih baik."

"Nde, kamsahamnida."

Kim Bum menatap So Eun yang tertidur lelap. Ia mencium kening So Eun sebelum tidur di samping istrinya.

"Kau membuatku khawatir," bisik Kim Bum sembari mendekap So Eun hangat.

***

Tidur So Eun mulai terusik saat merasakan usapan di pipinya. Kedua mata itu terbuka dan disambut senyum manis oleh Kim Bum.

"Sudah bangun? Kau tidur seperti beruang," celetuk Kim Bum yang dihadiahi cubitan mesra oleh So Eun.

"Kim Bum "
"Wae?"
"Jangan tinggalkan aku."
"Ani, aku tidak akan meninggalkanmu."

So Eun memeluk Kim Bum erat seolah Kim Bum akan pergi  jika ia melepaskannya. Kim Bum melepas pelukan So Eun kemudian mencium kening sang istri. So Eun tersenyum tipis, perasaannya menjadi lebih baik.

"Aku punya sesuatu untukmu," ujar Kim Bum.

"Mwo?"

Kim Bu mengeluarkan dua buah tiket dari balik selimut. So Eun menyambarnya dengan cepat untuk memeriksa daerah tujuan.

"Jeju?" tanya So Eun memastikan.

"Hmm... Kita belum pernah ke sana."

So Eun membingkai wajah Kim Bum dengan kedua tangannya.

"Di mana pun itu yang terpenting adalah bersama mu," ujar So Eun.

Kim Bum mencium kilat hidung So Eun berkali-kali membuat gadis itu tertawa geli. Ya, setidaknya keinginan So Eun untuk bulan madu segera tercapai.

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro