Part 21
Selamat membaca
Maaf typo
*
*
*
"Jadi kalian sudah memutuskannya?" tanya Ae Ri sambil menatap Kim Bum dan So Eun bergantian, tanggannya sibuk meremas kubis untuk dilumuri garam. So Eun tidak mau kalah, ia membantu Ae Ri memotong lobak untuk campuran kimchi.
"Lebih tepatnya hanya So Eun yang memutuskan," kata Kim Bum. Pria itu tengah menjalankan hobi barunya yaitu menatap So Eun sembari mengomentari pekerjaan istrinya.
"Potongannya terlalu tebal, lebih tipis lagi," ujar Kim Bum layaknya chef ajang kompetisi, bahkan Kim Bum lebih menyeramkan.
"Berisik. Kalau tidak mau membantu lebih baik pergi saja. Kau mengganggu konsentrasiku," keluh So Eun.
Ae Ri menatap pengantin baru di depannya was-was. Di rumah saja mereka masih bertengkar bagaimana kalau mereka pergi bulan madu, bukannya menerima hadiah cucu bisa-bisa dirinya mendapat hadiah gugatan.
"Bisakah kalian akur layaknya pengantin baru. Aku ingin punya cucu yang banyak tapi kalau kalian bertengkar terus mustahil aku bisa mendapat cucu dalam waktu dekat." Ae Ri memasang wajah pura-pura sedih, berbeda dengan So Eun dan Kim Bum yang terlihat kaku.
"So Eun," panggil Kim Bum.
"Wae?"
"Nanti malam kita buatkan cucu untuk eomma,ya." Kim Bum bergerak cepat kabur dari dapur sebelum So Eun mengeluarkan makiannya.
***
Kim Bum mengatur napasnya sejenak saat tiba di halaman rumah. Udara sejuk menyapa hidungnya, bunga-bunga memanjakan matanya. Betapa asrinya halaman belakang dengan rumput hijau walau tidak terlalu luas.
"Dia membuatmu susah?"
Kim Bum berbalik menatap nenek tua berambut palsu. Pakaian yang dikenakan Ji Eun senada dengan warna wig-nya.
"Tidak, dia sedang belajar masak," kata Kim Bum.
Ji Eun mengangguk, berjalan ke kursi panjang berwarna putih yang berada di tengah halaman. Kim Bum mengikuti dari belakang.
"Banyak hal yang terjadi, rahasia besar dipendam bertahun-tahun, hingga balas budi yang belum terbayarkan," kata Ji Eun.
Kim Bum tidak mengerti apa yang dimaksud nenek, ia bingung mengartikan kata-kata yang terdengar agak menyeramkan di telingannya. Sudahlah, ia tidak mau berprasangka yang buruk.
"Anakku pergi terlalu cepat, banyak hal yang diinginkannya tapi belum sempat ia wujudkan. Kau tahu Kim Bum, dia memilihmu sejak awal untuk menggantikannya, merebut kembali hakmu."
"Hak? Apa maksudnya?"
Ji Eun menghela napas dalam, "Ambil alih perusahaan secepat mungkin sebelum mereka berkuasa. Kim Corp milik keluarga Kim tapi Star Group adalah milik ayahmu."
Kim Bum terkejut mendengar ucapan Ji Eun. Tidak mungkin ayahnya pemilik Star Group, ini seperti bualan di siang hari.
"Ayahmu membantu Kim Corp tumbuh hingga seperti sekarang, tapi tangan licik pebisnis membuat Star berpindah tangan dan akhirnya ayahmu didepak dari perusahaannya sendiri." Ji Eun menatap Kim Bum. "Kau harus merebutnya kembali sesuai keinginan anakku."
Hantaman keras menusuk relung hati Kim Bum. Rahasia apalagi yang belum ia ketahui. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu?
"Nenek, makan siangnya sudah siap," teriak So Eun dari dalam. Ji Eun beranjak menghampiri cucu satu-satunya.
Kim Bum termenung menatap sekitarnya. Otaknya berpikir keras apa yang harus ia lakukan. Kenyataan masa lalu yang menyakitkan, apa pun yang menyangkut ayahnya membuat perasaan Kim Bum gelisah.
"Jangan memikirkan wanita lain. Aku tidak suka." So Eun duduk di samping Kim Bum sembari melipat tangannya di depan dada lengkap dengan wajah kusutnya. Kim Bum mengulum senyumn , menggeser pantat seksinya mendekati sang istri.
"Kenapa tidak boleh? Aku rasa kau tidak keberatan kalau aku memikirkan nenekmu dan ibuku."
Kim Bum mencium kilat bibir So Eun sebelum masuk ke dalam rumah.
"Apa yang dia lakukan?" ujar So Eun kesal. "Harusnya dia melakukan lebih lama."
So Eun menghentak kesal, menyusul Kim Bum masuk ke dalam.
***
Suasana hening kembali tercipta saat Kim Bum dan So Eun kembali ke rumah mereka. Tidak ada siapa pun di rumah yang cukup besar itu kecuali mereka berdua.
Kim Bum mengusap rambut basahnya setelah mengguyurnya dengan air. Aroma mint segar tercium saat pria itu keluar dari kamar mandi. Kim Bum tersnyum tipis melihat So Eun duduk di atas tempat tidur. Dengan telanjang dada Kim Bum menghampiri istrinya dan duduk di sisi ranjang yang kosong. Kim Bum melempar asal handuk basah yang ia gunakan tadi.
"So Eun, buka sedikit saja," rayu Kim Bum, tangannya mengusap lengan So Eun lembut. Gadis itu menatap Kim Bum gugup. So Eun menggigit bibir bawahnya.
"Tidak mau," ujar So Eun. Gadis itu menunduk.
"Ayolah, sedikit saja." Kim Bum terus merayu, tangannya menjulur ke depan menggapai tangan So Eun dan menggenggamnya.
"Tidak mau. Ini hadiah untukku dari eomma." So Eun melepas tangannya dari cengkraman Kim Bum sambil memeluk bungkusan yang cukup besar.
Sejak tadi Kim Bun terus memintanya membuka hadiah itu. Bukan tanpa alasan pria itu penasaran setengah mati, dari dulu Kim Bum sangat jarang mendapat hadiah dari eomma-nya tidak heran kalau ia ingin tahu hadiah itu.
"Pelit sekali."
Kim Bum keluar dari kamar meninggalkan So Eun yang tengah menatapnya bingung. Dengan kasar Kim Bum duduk di sofa menyalakan TV besar di depannya. Mengganti tayangan TV tanpa henti untuk menghilangkan rasa kesalnya. Cukup lama ia melakukan itu hingga suara halus menghentikan gerak tangannya.
"Bum-ah."
Kim Bum bergeming, ia tidak menoleh sedikit pun. Bahkan Kim Bum berbaring di sofa dan menyamankan posisi tidurnya. Langkah kaki So Eun terdengar jelas di telinga Kim Bum, meski TV menyala namun pikiran dan perhatian Kim Bum tertuju pada istrinya.
"Kau masih ingin melihat hadiah dari eomma?"
Kim Bum diam, fokus menatap TV di depannya. So Eun mulai bicara lagi membuat Kim Bum terbangun dari sofa. Tatapan tajam Kim Bum layangkan pada So Eun, namun itu hanya berlaku sekejap. Sedetik kemudian Kim Bum hanya mampu membuka lebar mulutnya.
"Ke-kenapa kau berpakaian seperti itu?" Kim Bum memalingkan wajahnya, tak kuasa melihat So Eun berpakaian tipis dan transparan. Gaun tidur warna hitam itu membuat So Eun semakin seksi dan err... menggoda. So Eun menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Memakai gaun tidur ini sama seperti telanjang. Kim Bum bisa melihat apa warna dalaman yang dikenakannya. Keputusan So Eun salah untuk memamerkan isi hadiah dari Ae Ri, saat ini ia tengah menahan malu di depan suami sendiri.
"Ini isi hadiahnya. Masih ada sembilan warna lagi di kamar, mau lihat?" tanya So Eun membuat Kim Bum menahan napasnya sejenak.
Sepertinya Ae Ri tidak main-main dengan keinginannya memiliki banyak cucu. Kim Bum mengalihkan tatapannya dari pemandangan indah surga dunia. Tidak, bagaimana pun juga ia harus mengendalikan diri. Bisa saja So Eun akan membencinya kalau Kim Bum meminta haknya setiap malam.
"Hadiahnya bagus," kata Kim Bum singkat. Perhatiannya kembali pada TV yang menyala. Kim Bum menggigit telunjuknya menahan gejolak yang menggelora di dalam diri.
Tiba-tiba sofa di samping Kim Bum bergerak menandakan ada seseorang yang duduk di sampingnya. Kim Bum tidak berani menoleh pada So Eun sebelum ia benar-benar kehilangan kendali.
"Bum-ah."
So Eun memanggil nama Kim Bum dengan suara halus mirip dengan desahan. Kim Bum segera mengenyahkan pikiran kotornya. Ia kembali fokus pada layar TV, pikirannya sudah jauh melayang ke mana-mana.
"Kau tidak menginginkan sesuatu?" tanya So Eun ambigu.
Kim Bum berkeringat dingin mendengar ucapan So Eun yang lebih menjurus pada ajakan untuk... bercinta? Lagi-lagi Kim Bum mengatur napasnya untuk menjernihkan pikiran.
"Menginginkan apa?" tanya Kim Bum. So Eun menatapnya sejenak. Lama mereka terdiam sampai akhirnya So Eun berdiri.
"Mungkin aku bukan wanita yang kau cintai. Aku menyadari itu." So Eun menatap Kim Bum sebelum beranjak dari tempatnya. Namun Kim Bum tidak membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Ditariknya tangan So Eun hingga ia jatuh ke pangkuannya. Kim Bum menahan punggung So Eun dengan satu tangannya, sedangkan satu tangannya lagi melingkari perut So Eun, mengunci pergerakan gadis itu.
"Jangan menyimpulkan sesuatu sembarangan, jika kau tidak ingin sakit hati. Kau istriku selamanya akan seperti itu."
So Eun menatap mata Kim Bum yang terlihat tulus mengatakannya. Sejak kecil mereka bersama namun rasa nyaman itu tidak pernah hilang, Kim Bum punya cara sendiri untuk menciptakan kenyamanan itu. So Eun membelai pipi Kim Bum lembut, menjalankan jemarinya di wajah tampan sang suami.
"Apa yang harus aku lakukan agar tidak sakit hati?"
Kim Bum tersenyum lebar hingga lesung pipinya tercetak sempurna. So Eun turun dari pangkuan Kim Bum, menatap sang suami yang berjalan ke arah TV. Sebuah pemutar musik klasik, berbentuk piringan hitam diputarnya.
Suasana mendadak romantis. Suara musik yang lembut dan menghanyutkan membuat mereka terlena.
"Mau berdansa denganku?" Kim Bum mengulurkan tangannya layaknya seorang pangeran. So Eun menyambut tangan Kim Bum. Sedetik kemudian mereka menari mengikuti alunan musik. Sesekali So Eun berputar memperlihatkan keterampilannya dalam berdansa. Tangan Kim Bum melingkar erat di pinggang So Eun hingga tidak ada lagi jarak di antara mereka berdua.
Kim Bum menundukkan wajahnya berniat mencium So Eun namun gadis itu dengan cepat memalingkan wajahnya. Kim Bum tersenyum tipis atas penolakan kecil dari wanitanya.
Kim Bum menarik dagu So Eun agar wanita itu mau menatapnya. Adu pandang keduanya menambah kesan romantis. Tangan Kim Bum mengusap pelan pundak So Eun membuat gadis itu memejamkan matanya. Desisan halus keluar dari bibir So Eun walau samar namun Kim Bum bisa mendengarnya.
"Jangan salahkan aku kalau menginginkannya."
Kim Bum meloloskan gaun hitam itu dari tubuh istrinya. Diciumnya kulit bahu dan leher So Eun secara bergantian. Kim Bum senang melihat mata So Eun lagi-lagi terpejam.
Tubuh So Eun melayang saat Kim Bum menggendongnya. Kedua tangan So Eun mengalung di leher Kim Bum. Perlahan So Eun memberanikan diri mencium bibir sang suami. Kim Bum menyambutnya dengan senang hati. Kim Bum berjalan pelan menuju kamar mereka.
Blam...
Sekali tendang pintu kamar mereka tertutup.
TBC
Bubar-bubar, jangan ngintip, gak baik 😆
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro