Part 13
Selamat membaca...
*
*
*
Napas Kim Bum tiba-tiba terasa berat seperti ada sesuatu yang menindihnya. Perlahan matanya terbuka walau terasa berat namun Kim Bum memaksanya.
"Nona So Eun kenapa kau ada di sini?" tanyq Kim Bum saat melihat kepala seseorang di atas dadanya. So Eun semakin mengeratkan pelukannya. Wajahnya terbenam di dada bidang Kim Bum.
"Kau mimpi buruk?" tebak Kim Bum.
"Tidak. Penghangat ruanganku tidak berfungsi, jadi aku pindah ke sini," jawab So Eun singkat.
"Di kamarku tidak memakai penghangat ruangan."
So Eun melerai pelukan mereka membuat Kim Bum bangun dari tidurnya. Wajah So Eun terlihat pucat. Kim Bum bisa menebak gadis itu benar mimpi buruk.
"Nona tidurlah di sini. Aku tidur di bawah saja," ujar Kim Bum.
So Eun menurut. Ia coba untuk memejamkan mata namun sayang So Eun selalu terjaga. Dengan gerakan pelan gadis itu menggeser tubuhnya untuk melihat Kim Bum yang tidur di bawah. Pria itu tidur lelap dengan satu tangan berada di keningnya.
Pelan-pelan So Eun turun dari tempat tidur dan berbaring di samping Kim Bum. Tak lama kemudian ia pun ikut terbawa mimpi.
***
Ae Ri menatap jam di dinding dengan gelisah. Biasanya Kim Bum sudah keluar dari kamarnya dan bersiap untuk pergi ke kantor, namun sampai sekarang tak kunjung ia lihat batang hidung anaknya.
"Apa Kim Bum belum bangun?" tanya salah satu koki yang sedang mengupas bombay.
"Sepertinya belum. Aku akan melihatnya sebentar."
Ae Ri melepaskan apronnya sebelum beranjak pergi dari dapur. Diketuknya beberapa kali pintu kamar Kim Bum namun tidak ada sahutan sama sekali.
"Kim Bum apa kau sudah bangun? Ini sudah siang," teriaknya. "Tumben sekali dia bangun terlambat," gumam Ae Ri.
Yang dipanggil sejak tadi hanya menggeliat dengan wajah mengantuk. Kim Bum menyingkirkan tangan So Eun yang melingkar di pinggangnya.
"Nona, bangun. Kenapa kau ikut tidur di bawah?" Diguncangnya bahu So Eun agar gadis itu bangun. Namun So Eun hanya menggeliat tanpa ada tanda akan membuka mata.
Teriakan dari Ae Ri membuat Kim Bum mau tidak mau segera beranjak. Sebelum ia membuka pintu ditutupnya tubuh So Eun dengan selimut.
"Annyeong Eomma," ujar Kim Bum setelah pintu terbuka. Sengaja kali ini ia hanya membukanya sedikit.
"Kau belum siap-siap? Ini sudah jam berapa, Bum-ah."
"Eomma tenang saja aku akan rapi dalam beberapa menit."
"Cepatlah. Jangan sampai kesiangan."
Kim Bum mengangguk kemudian menutup pintunya lagi. Pria itu menghela napas panjang, beruntung ibunya tidak tahu kalau So Eun semalam menginap di kamarnya.
"Nona So Eun cepat bangun." Kim Bum menendang kaki So Eun pelan, namun itu tidak manjur sama sekali. Kalau sudah begini apa boleh buat selain membiarkannya begitu saja.
Secepat kilat Kim Bum membersihkan tubuhnya. Saat ia keluar dari kamar So Eun sudah tidak ada di tempatnya. Mungkin So Eun sudah kembali ke kamarnya. Seperti biasa Kim Bum hanya mengalungkan dasinya tanpa menyimpulnya. Saat ia keluar So Eun sudah rapi dengan rok span selutu berwarna hitam.
"Kau tidak bisa memasang dasi?" tanya So Eun.
"Bukan tidak bisa, tapi belum bisa," jawab Kim Bum. So Eun menghela napas dalam-dalam, berbicara dengan Kim Bum membuatnya geram.
"Sini aku pakaikan."
"Kau bisa memakaikannya?"
Tanpa menjawab So Eun dengan cepat memasangkan dasi untuk Kim Bum. Saat ia menarik ujung dasi yang lebih kecil dengan sengaja So Eun menariknya kuat hingga membuat leher Kim Bum tercekik.
Kim Bum mengusap lehernya yang sakit sambil melonggarkan dasinya.
"Sudah kukatakan aku ini pintar," ujar So Eun sebelum pergi meninggalkan Kim Bum.
"Awas saja kau nanti," gumam Kim Bum.
Walau enggan menuruti perintah ayahnya untuk membantu Kim Bum di kantor tapi So Eun tetap melakukannya. Hanya seminggu, setelah ayahnya kembali maka So Eun bisa merintis karirnya sendiri. Sudah gatal rasa tangannya untuk mendesign pakaian.
"Untuk hari ini jadwal pertamamu adalah bertemu dengan client di kantor. Semua dokumen sudah disiapkan oleh sekertaris Kang " jelas Kim Bum.
"Kenapa aku? Kau ahlinya, 'kan? Lebih baik aku yang jadi asistenmu."
Kim Bum menggeleng, lagi-lagi So Eun menolak.
"Tapi untuk satu minggu kedepan kaulah bosnya."
"Tidak mau, aku malas berpikir. Kau saja. Kau, 'kan pintar."
So Eun mulai lagi membandingkan dirinya dengan Kim Bum yang pintar. Namun bagaimana pun juga tetap tidak bisa, So Eun yang memiliki kewajiban untuk menggantikan posisi ayahnya.
"Tidak bisa, Nona, kecuali kau menikah denganku," ucap Kim Bun membuat So Eun menoleh.
"Aku tidak mau menikah denganmu. Ingat itu!"
Kim Bum mengedikkan bahunya, enggan membalas ucapan So Eun yang tidak akan pernah mau mengalah.
***
"Terima kasih sudah meluangkan waktu Anda. Saya sangat senang bisa bekerja sama dengan orang seperti Anda," ujar seorang pria saat menjabat tangan Kim Bum.
Kim Bum tersenyum tipis untuk meredam kekesalannya. Pria tua itu sejak tadi terus menatap So Eun. Apalagi saat berjabat tangan pria tua itu seolah tidak ingin melepaskan tangan So Eun.
"Kalau begitu kami permisi," ujarnya. Sebelum pergi pria tua itu mengerlingkan matanya pada So Eun namun diabaikan oleh gadis itu.
Pintu ruangan itu tertutup membuat Kim Bum lega, setidaknya ia bisa mengontrol emosinya. Andai saja pria tua itu berada lebih lama di ruangan itu makan Kim Bum bisa pastikan wajah pria itu keluar dengan babak belur.
"Siapa dia? Aku tidak suka," kata So Eun.
"Kali ini aku sependapat," ujar Kim Bum.
So Eun dan Kim Bum duduk bersampingan. Tidak lama kemudian pintu itu terbuka. Tuan Kim datang dengan beberapa pengawalanya.
"Appa, kau ke kantor? Bukankah kau harus istirahat sebelum penerbangan besok?" tanya So Eun.
"Aku akan berangkat sore ini. Ada benda yang tertinggal.," sahut Tuan Kim sambil berjalan ke arah meja kerjanya.
"Kenapa mendadak sekali?" So Eun berdiri menatap Tuan Kim.
"Ada hal penting dan mendesak. Kau bantulah Kim Bum di kantor. Belajar dengannya."
"Appa, bisakah kau tidak pergi. Ditunda saja, ya," ucap So Eun. Wajahnya pucat. Kim Bum bisa melihat kegelisahan dari raut wajah So Eun.
"Tidak bisa sayang. Kami akan segera kembali," sahut Tuan Kim. Setelah mendapatkan benda yang ia cari akhirnya Tuan Kim beranjak pergi.
"Biarkan saya mengantar Anda, Tuan." Tuan Kim menatap Kim Bum sejenak sebelum mengangguk.
"Aku ikut," rengek So Eun.
***
So Eun sejak menginjakkan kaki di airport tidak sedikit pun ia tersenyum. Sudah berulang kali ia mengatakan pada eomma dan appa-nya untuk tidak pergi tapi sayang permohonannya tidak dikabulka .
"Eomma pasti akan segera pulang."
So Eun mendongkak menatap wajah cantik eommanya. Ia tidak mau mereka pergi, perasaan tidak enak menyelimuti So Eun.
"Eomma," gumam So Eun.
"Kau sudah dewasa tidak perlu takut jika ditinggal. Baik-baik di sini, jangan menyusahkan Kim Bum."
So Eun menatap appa-nya yang sedang berbicara pada Kim Bum. Pembicaraan mereka terlihat serius.
"Yeobo, ayo kita berangkat," panggil Tuan Kim.
So Eun memeluk eommanya erat. Berapa kali pun ia ingin mereka tetap tinggal namun kedua orang tuanya tetap kukuh akan pergi.
"Eomma, Appa...," gumam So Eun saat melihat kedua orang tuanya menjauh.
Kim Bun merangkuk lengan So Eun, menuntun gadis itu untuk pergi. Langkah So Eun terhenti saat mendengar suara pesawat take off.
"Mereka akan baik-baik saja, kan?" tanya So Eun dengan tatapan kosong.
"Apa ini ada hubungannya dengan mimpi itu?"
"Aku takut mereka akan pergi. Aku takut mimpi itu akan jadi kenyataan." Air mata So Eun mengalir begitu saja membuat Kim Bum memeluknya.
"Semua akan baik-baik saja."
Demi menghibur So Eun malam itu Kim Bum memutuskan untuk menonton di bioskop. Ini pertama kalinya Kim Bum pergi jalan-jalan lagi setelah sekian lama.
"Kau suka film apa?" tanya Kim Bum.
"Horor," sahut So Eun. Jangan harap Kim Bum akan membelikannya.
"Aku tidak mau menonton selain film horor."
Seolah tahu apa yang ada dipikiran Kim Bum yang tidak akan membelikan tiket untuk menonton film horor kesukaan So Eun.
"Jangan salahkan aku kalau kau ketakutan," ucap Kim Bum memperingati. So Eun mengangguk dengan antusias. Sudah lama ia tidak menonton film horor lagi.
Awal-awal film diputar terkesan biasa saja namun setelah pertengahan suasana berubah menyeramkan. Beberapa kali adegan menyeramkan muncul pada layar lebar itu. Tidak jarang pekikan ketakutan terdengar menggema.
So Eun sampai merapatkan tubuhnya pada Kim Bum. Sesekali ia menyembunyikan wajahnya pada lengan Kim Bum. Selama satu jam lebih akhirnya film itu selesai. So Eun mengusap air matanya menyaksikan akhir dari film horor itu.
"Sanggat mengharukan. Ayo kita pulang," ujar So Eun. Namun Kim Bum tidak bergeming. So Eun berkacak pinggang saat tahu Kim Bum ternyata tertidur.
"Setakut itukah dia dengan film horor?" gumam So Eun.
"Yak! Kim Bum cepat bangun."
Kim Bum gelagapan saat membuka matanya. Ia tersenyum melihat wajah cemberut So Eun.
"Oh? Filmnya sudah selesai? Cepat sekali," ujarnya biasa saja.
"Tentu. Filmnya sangat seru tapi lebih seru kalau tidur," sindir So Eun kemudian pergi meninggalkan Kim Bum.
Pria itu mengejar gadis itu, menyamai langkahnya dengan So Eun.
"Jangan cemberut seperti itu. Ayo kita makan." Kim Bum menarik tangan So Eun ke sebuah warung tenda pinggir jalan. Dua mangkuk ramen dengan daging panggang mereka pesan. Tidam lupa soju sebagai pelengkap untuk menghangatkan tubuh.
"Ahh, rasanya aku hidup kembali," ujar So Eun setelah meneguk satu gelas kecil soju. Kim Bum menuangkan lagi cairan putih itu ke dalam gelas yang kosong.
"Bagaimana rasanya hidup di luar negeri. Nona pasti menikmatinya," ujar Kim Bum.
"Menikmati? Cih, aku seperti burung yang ada di dalam sangkar. Setiap hari harus diawasi." So Eun kembali meminum soju yang dituangkan Kim Bum.
"Satu gelas lagi. Nona tidak boleh minum lagi," ujar Kim Bum namun So Eun memprotesnya.
"Aku mau mabuk malam ini. Biarkan aku bebas hanya sekali saja."
So Eun mencangkupkan kedua tangannya untuk memohon pada Kim Bum. Tapi pria itu tetap kukuh untuk melarang So Eun minum lagi. So Eun yang kesal dengab larangan Kim Bum merebut botol soju itu dan meminum sisanya.
"Ini nikmat."
Bruk....
So Eun mabuk. Kim Bum menghela napas panjang. Beginilah jadinya kalau So Eun banyak minum. Terpaksa Kim Bum menggendong So Eun di punggungnya.
"Bum~ah," gumam So Eun yang berada di punggung Kim Bum.
"Apa aku cantik?" racaunya.
"Hmm... nona cantik," ujar Kim Bum.
"Tapi kenapa kau...." So Eun tidak melanjutkan ucapannya. Terdengar dengkuran halus di telinga Kim Bum.
Setelah memastikan So Eun berada di posisi nyaman Kim Bum pun menutup pintu mobilnya. Kim Bum duduk di belakang kemudi. Sebelum menjalankan mobilnya Kim Bum menatap So Eun sejenak. Wajah gadis itu terlihat damai.
"Saranghae," gumam So Eun entah pada siapa.
"Nado saranghae," sahut Kim Bum.
Perlahan Kim Bum mendekatkan wajahnya mencium bibir merah muda itu dengan lembut. Rasa lembut dan aroma soju dari bibir So Eun membuat Kim Bum masuk kepayang. Tanpa Kim Bum sadari ia memperdalam ciumannya. Kim Bum menjauhkan wajahnya dari So Eun. Diusapnya bibir itu dengan lembut.
"Aku akan menjagamu dengan nyawaku sampai kapan pun, Kim So Eun."
TBC
HAI...
Aku kembali lagi. Special untuk hari inidouble update buat kalian....
Sebenarnya mau post kemarin2 tapi karena 7 Juli itu special makanya aku putuskan untuk double up...
Ayo tebak kenapa hari ini special? 😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro