Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 1

Selamat membaca
*
*
*

Kring.... kring...

Suara jam weker berbunyi nyaring menjalankan tugas untuk membangunkan sang pemilik. Namun sayang usahanya sia-sia, karena pada akhirnya sang majikan tidur lagi.

Pintu terbuka, seorang wanita paruh baya muncul dari baliknya. Ia tersenyum melihat nona kecilnya masih terlelap dengan selimut menutupi seluruh tubuh. Sudah biasa baginya melihat pemandangan seperti ini setiap pagi.

Erangan kecil terdengar dari bawah selimut ketika wanita itu membuka tirai jendela. Matahari pagi masuk menghangatkan seisi ruangan dengan cahayanya. Pagi yang cerah untuk memulai hari.

"Nona So Eun bangunlah. Ini sudah pagi, Nona harus berangkat sekolah," ujarnya lembut.

Mata itu masih terpejam, nona kecil masih enggan untuk membuka mata. Jika sudah seperti ini wanita itu tidak bisa memaksa. Hanya ada satu cara untuk membangunkan si nona.

"Nona So Eun jika Nona tidak bangun, Kim Bum akan menyeret kakimu," bisiknya membuat tubuh kecil itu seketika duduk tegak. Gadis itu menatap wanita di depannya dengan wajah cemberut.

"Aku membencinya," gumam So Eun sebelum berlari ke kamar mandi.

Wanita itu tersenyum geli. Sepertinya benar nona kecilnya sangat membenci Kim Bum, mendengar namanya disebut saja So Eun sudah ketakutan. Kim Bum punya cara jitu untuk membangunkannya.

"Eomma, apa Nona So Eun sudah bangun?"

Seorang anak laki-laki berpakaian seragam lengkap berdiri di ambang pintu. Ia menatap wanita yang dipanggil eomma dengan tatapan penuh tanya.

"Dia sedang mandi. Kau sudah makan?" tanya wanita itu sambil merapikan tempat tidur.

"Hhmm.... sudah."

"Segeralah berangkat ke sekolah, biar kau tidak terlambat," ujar wanita itu.

"Aku juga ingin seperti itu, tapi Tuan Kim memintaku mengantar So Eun ke sekolah," jawab Kim Bum.

Meski enggan mengantar majikannya yang pemalas itu ke sekolah namun apa boleh dibuat, ia hanya sekadar pelayan. Perintah tidak boleh dibantah, apalagi mengingat kebaikan keluarga Kim pada keluarganya.

Suara pintu kamar mandi dibuka dengan halus, So Eun mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Tubuh mungilnya hanya dibalut pakaian mandi berwarna putih. Dengan santainya gadis itu mengambil pakaian di lemari.

"Nona So Eun bisakah Anda berdanda dengan cepat, aku bisa terlambat ke sekolah."

So Eun tersentak, gadis itu berbalik menatap Kim Bum yang bersandar di daun pintu sambil melipat tangannya di depan dada. Tatapan tajam Kim Bum membuat So Eun waspada, gadis itu langsung memasang kuda-kuda seolah Kim Bum ingin menyerangnya.

"Mau apa lagi kau?" tanya So Eun penuh kebencian.

Ia malas melihat wajah Kim Bum, pria itu tidak pernah membuatnya senang. Selalu membuat hari-hari So Eun buruk.

"Aku akan mengatar Nona ke sekolah, Tuan Oh sedang cuti jadi selama ia cuti aku yang akan mengatarmu," jelas Kim Bum.

So Eun berkacak pinggang, gadis itu menggeleng. Ia tidak mau ke sekolah bersama Kim Bum. Titik.

"Ini perintah Tuan Kim," lanjut Kim Bum.

"Katakan pada ayah, aku tidak mau diantar olehmu. Aku tidak mau sekolah!"

Kim Bum menghela napas panjang, nona kecilnya ini sangat keras kepala, berdebat pun tidak akan ada ujungnya jika diladeni. Kim Bum menyeringai sebuah ide muncul di kepalanya. Ia yakin So Eun tidak akan membantah lagi dengan cara ini.

"Nona yakin tidak mau ke sekolah?" tanya Kim Bum dengan nada lembut. Pria itu berjalan ke arah meja belajar So Eun.

Sedangkan gadis itu mengangguk tanpa melihat Kim Bum yang kini memegang sebuah buku tebal yang diambilnya dari rak buku.

"Sepertinya buku ini bagus," ujar Kim Bum membuat So Eun menoleh cepat. Mata kecil So Eun membulat melihat novel kesayangannya kini berada di tangan Kim Bum.

"Yak! Kembalikan novel itu. Mau apa kau dengan novelku?"

So Eun beranjak mendekati Kim Bum. Mencoba merebutnya novel itu dari Kim Bum, namun sayang tubuhnya yang lebih pendek dari Kim Bum membuatnya kesusahan menggapai buku itu. Kim Bum mengangkatnya tinggi-tinggi sehingga So Eun sulit menjangkaunya.

"Nona mau novel ini kembali dengan utuh?"

So Eun mendelik ia akan membalas perbuatan Kim Bum.

"Kau jahat!" teriak So Eun.

Bukannya menurut gadis itu malah menginjak Kaki Kim Bum, membuat pria itu meringis kesakitan. So Eun segera merebut novel itu, tapi sial Kim Bum masih bisa menghindar dengan kaki pincangnya.

Blam...
Pintu ditutup dengan kasar. So Eun menggedor pintu kamarnya agar terbuka, tapi Kim Bum berhasil menahannya.

"Aku tunggu 5 menit lagi, jika nona ingin buku ini selamat."

Kim Bum segera berlari dari depan kamar So Eun. Ia tidak ingin gadis itu mencakar wajahnya. Makian tidak bisa dihindari, So Eun benar-benar membenci Kim Bum.

Dengan kecepatan kilat gadis itu memakai seragamnya, tidak peduli dengan penampulan rambutnya yang masih acak-acakan. Disambarnya tas selempang yang ada di atas meja sebelum turun menemui Kim Bum di bawah.

"Nona So Eun kenapa rambutmu belum disisir?" tanya Bibi Kim.

"Salahkan dia." So Eun menunjuk Kim Bum yang sudah menunggunya di depan pintu.

"Nona tunggu sebentar, saya ambilkan sisir."

So Eun mengampiri Kim Bum setelah Bibi Kim berlalu dari hadapannya. Kim Bum berbalik menatap penampilan So Eun yang acak-acakan.   Kim Bum menahan tawanya.

"Berikan buku itu!"

So Eun menengadahkan satu tangannya. Kim Bum pun memberikan buku itu pada gadis itu. So Eun memeluk novelnya erat, ia tidak mau Kim Bum merebutnya kembali. Bukan hanya sekali dua kali pria itu bertingkah seenaknya.

Kim Bum tidak pernah main-main dengan ancamannya. Dulu pria itu pernah mengancam akan menghapus semua koleksi film horor yang ada di laptop So Eun gara-gara gadis itu mogok makan selama dua hari. Tidak ada yang bisa merayu So Eun saat itu termasuk ayah dan ibu gadis itu.

Terpaksa Kim Bum yang turun tangan menangani sifat keras kepala nona kecilnya.Namun So Eun tidak mengindahkan ancaman itu yang membuat semua koleksi filmnya terhapus.

So Eun menangis sesenggukan tapi akhirnya gadis itu mau makan setelah Kim Bum mengancamnya lagi. Ia masih ingat kata-kata Kim Bum saat Bibi Kim memarahi pria itu.

"Nyawa nona So Eun lebih berharga dari sekedar Film," kata Kim Bum tegas.

Drama mogok makan itu pun berakhir dengan So Eun makan sambil menangis dan disuapi oleh Bibi Kim. Yang sangat memalukan saat itu adalah tanpa sadar So Eun mampu menghabiskan dua piring makanan.

Sejak insiden itu ia tidak bisa mengabaikan ancaman Kim Bum. Pria itu berbahaya.

Bibi Kim menyisir rambut panjang So Eun dengan lembut. Setelah selesai merapikan rambut, So Eun pun menghampiri Kim Bum yang kini sudah siap dengan sepedanya.

Sepeda berwana pink itu adalah milik So Eun. Kim Bum memilihnya agar So Eun bisa duduk di tempat boncengan. Tidak perlu berdiri seperti menggunakan sepeda Kim Bum.

"Naiklah, aku akan mengantarmu ke sekolah," ujar Kim Bum.
So Eun hanya menatapnya kemudain berjalan tanpa mengatakan sepatah kata.

Kim Bum menggeleng, sepertinya So Eun ingin dirayu lagi. Kim Bum menjalankan sepedanya pelan di samping So Eun. Gadis itu bahkan tidak menoleh sesikit pun.

"Nona akan jalan kaki?" tanya Kim Bum. So Eun hanya meliriknya sepintas kemudian kembali memandang ke depan.

"Nona yakin mau jalan kaki?"

Kim Bum bertanya lagi, kali ini masih sama, So Eun tetap bungkam.

"Baiklah jika itu keinginan nona, sampai bertemu di sekolah."

Kim Bum menggayuh sepedanya kencang meninggalkan So Eun yang kini menatapnya penuh amarah.

"Yak! Kenapa kau meninggalkan aku?" teriak So Eun.

Gadis itu berlari mengejar Kim Bum yang sudah melesat cepat dengan sepedanya. Napas So Eun terengah, ia tidak kuat berlari lagi. Jarak sekolahnya masih lumayan dari tempat ia berhenti sekarang.

"Bagaimana? Apa Nona mau olahraga lagi?"

Kim Bum dengan santainya duduk di atas sepeda menatap So Eun yang kelelahan. So Eun menegakkan tubuhnya dan berjalan mendekati Kim Bum. Tanpa banyak bicara gadis itu duduk di tempat boncengan.

Kim Bum tersenyum melihat So Eun menurut kali ini. Jika gadis itu tidak diberi hukuman mungkin ia masih memohon pada So Eun untuk naik sepeda.

Kim Bum menghentikan laju sepedanya di depan sebuah seolah elit. Hampir semua siswa yang datang diantar dengan mobil mewah. Kim Bum menatap sepeda yg ia gunakan mengantarkan So Eun. Ia merasa kasihan dengan nonanya.

"Terima kasih," ujar So Eun sebelum pergi.

"Tunggu nona!"

So Eun membalikkan tubuhnya menghadap Kim Bum. Pria itu menghampirinya setelah memarkirkan sepeda. Kim Bum membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak makan siang.

"Ibu menitipkannya untukmu. Dia khawatir karena kau tidak sempat sarapan," ujar Kim Bum.

So Eun menatap kotak bekal itu sejenak sebelum mengambilnya.

"Aku akan menghabiskannya," ujar So Eun. Gadis itu berjalan masuk ke gedung megah itu. Shinwa senior high school adalah salah satu sekolah elit di Seoul. Setelah memastikan So Eun masuk ke gedung itu Kim Bum pun memacu sepedanya dengan cepat. Ia sudah terlambat 5 menit.

Kim Bum menatap gerbang sekolahnya yang sudah tertutup. Seorang satpam pun menghampirinya.

"Tolong berikan aku kesempatan sekali saja. Aku mohon," ujar Kim Bum.

Pria itu harap satpam itu memberinya kesempatan.

"Kenapa kau terlambat?" tanya pria paruh baya berpakaian putih itu.

"Aku tidak sengaja meninggalkan bekal yang dibuat ibuku, jadi aku kembali untuk mengambilnya. Aku tidak mau ibuku bersedih," ujar Kim Bum. Pria itu menundukkan kepalanya untuk memaksimalkan akting yang dia buat.

Helaan napas panjang terdengar dari dari pria di depannya. Disusul suara gerbang yang terbuka.

"Kali ini kau lolos," ujar satpam itu.
Kim Bum mendongkak dan menundukkan tubuhnya berkali-kali.

"감사합니다 (terima kasih)," ujar Kim Bum, mendorong sepedanya masuk ke dalam sekolah.

Kim Bum berlari menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Meski ia tahu akan kena marah dari guru killer yang mengaja sekarang tapi Kim Bum tetap memancarkan senyum manisnya.

Semua mata memandangnya tanpa berkedip. Suasana kelas yang sudah hening sejak tadi semakin menegang. Pasalanya seorang  pria yang dikenal  ganas kini tengah melipat kedua tangannya di depan dada.

Kim Bum berjalan dengan santai menghampiri pria itu.

"Annyeonghaseo, Lee Songsaengnim. Maaf aku terlambat," ujar Kim Bum sambil menundukkan tubuhnya di depan pria dewasa itu.

"Dua puluh menit. Kau tau apa hukumannya?"

Semua siswa menatap horor pada guru mereka. Tidak segan-segan pria itu akan memberikan Kim Bum hukuman. Namun Kim Bum terlihat santai.

"CEPAT KELUAR DARI KELASKU DAN BERLARI KELILING LAPANGAN 20 KALI!"

Semua siswa menutup telinganya rapat-rapat mendengar auman singa yang sedang marah, tidak terkecuali Kim Bum yang merasa telinganya tuli dalam sekejam.

"Baiklah, tapi ...." Kim Bum merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah buku dengan perlahan. Semua mata menatap benda itu, tapi sebelum buku itu ia keluarakan Lee Songsaengnim menutup tas Kim Bum.

"Dari mana kau mendapatkanny?" bisik Lee di telinga Kim Bum.

"Aku menabung cukup lama dan kebetulan aku mendapaktannya," bisik Kim Bum.

"Aku pinjam," bisik Lee sebelum menegakkan tubuhnya.

"Hukumanmu batal. Cepat duduk!"

Kim Bum tersenyum mendengar nada tegas dan dingin dari gurunya. Semua temannya menatap takjub pada Kim Bum. Selain pandai dalam pelajaran pria itu juga bisa menaklukan dosen paling kejam di Kirin Senior High School.

"Perhatian semuanya, kita lanjutkan pelajarannya. Untuk Kim Bum, nanti datang ke ruanganku."

Kim Bum mengangguk sambil mengeluarkan buku dari tasnya. Hari itu berjalan seperti biasa, walau Kim Bum harus mengorbankan komik limited edition yang diberikan Tuan Kim untuknya. Ya, komik itu menjadi barang mahal dan berharga bagi pencinta anime.

Kim Bum menghabiskan waktu istirahatnya di dalam perpustakaan. Bekal makan siangnya sudah ia berikan untuk So Eun. Ya, itu adalah makan siangnya, Kim Bum berbohong pada So Eun jika ibunya masak khusus untuk gadis itu.

Kim Bum tahu So Eun tidak bisa sarapan, tapi mengingat gadis itu makan sedikit malam kemarin membuatnya takut jika gadis itu kelaparan.

"Kim Bum."

Seorang gadis menghampirinya dan duduk di samping Kim Bum. Pria itu tersenyum melihat IU. Mereka adalah teman sejak pertama kali masuk ke Kirin.

"Kau sudah makan? Aku ingin menukar bekalku denganmu," ujar IU sambil membuka bekal makanannya sembunyi-sembunyi. Di perpustakaan dilarang untuk makan dan berbicara keras jadi IU hanya membukanya sedikit sebelum menutupnya kembali.

"Maaf aku tidak membawa bekal hari ini. Aku juga sudah makan," ujar Kim Bum. Tapi sial, perutnya berbunyi saat ia selesai mengatakan hal itu.

IU tersenyum melihat wajah Kim Bum memerah. "Ayo kita makan bersama."

IU menarik tangan Kim Bum keluar dari perpustakaan. Pria itu tidak menolak saat IU membawanya ke atap. Gadis itu membuka bekalnya dan memberikan sumpit pada Kim Bum. Dengan ragu Kim Bum menerimanya dan mulai memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya.

IU tersenyum dan ikut memakan bekalnya.

***
So Eun menatap kotak bekalnya dengan perasaan kasihan. Entah kenapa ia merasa sayang untuk memakan bekal itu. Ingin rasanya membiarkannya tetap utuh, namun Bibi Kim pasti merasa sedih jika ia tidak menghabiskannya.

So Eun mulai menyumpit telur gulungnya, masakan Bibi Kim tidak pernah membuatnya kecewa, selalu enak dan membuat ketagihan.

So Eun mulai menikmati makan siangnya, tiba-tiba mejanya terdorong  hingga membuat kotak bekalnya jatuh. So Eun berdiri dari duduknya ketika dua orang temannya tertawa melihat makanan So Eun berserakan.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya So Eun dengan mata memerah, ia marah dengan kelakuan mereka berdua.

"Ops... maaf aku tidak sengaja," ujar seorang gadis  bercepol satu sambil berlalu bersama temannya.

So Eun membersihkan makanan itu dengan sapu tangannya. Ia tidak bisa menahan air matanya melihat makanan yang berserakan.

"Maafkan aku," gumam So Eun sambil menhapus air matanya.

Tbc

Maafkan saya yang jarang update. Saya baru sempat ketik ff lagi, jangan berharap saya akan update cepat di bulan Mei ini.

Jika tidak ada halangan bulan depan saya akan rajin update...

Maaf, ya....



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro