PART 9
"Kau mengkhianati kepercayaan yang aku berikan, Bocah Nakal!" Leandro menggeram, ia menghampiri adiknya yang berdiri menunduk di tengah ruangan.
"Kami hanya berteman. Sungguh, aku tidak melakukan apa pun dengannya," cicit Edelweiss. "Aku—"
"Hampir berciuman dengannya!" Leandro mendorong tubuh Edelweiss dan mengungkungnya dengan kedua lengan kekarnya.
"Kau salah paham. Aku tidak—"
"Shut up!" Napas Leandro terlihat memburu. Tatapannya menghunjam jauh di kedalaman mata sebiru lautan milik Edelweiss.
Hanya dalam hitungan detik, tatapan penuh intimidasi itu membuat Edelweiss tidak berdaya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya serta menundukkan pandangannya. Ia merasa bersalah, dan itu membuatnya tidak berkutik ketika Leandro murka padanya.
"Dad sudah mempercayakanmu padaku." Intonasi suara Leandro mulai merendah. "Artinya aku berhak melakukan apa pun yang menurutku baik untukmu. Kemasi barang-barangmu, kau akan tinggal bersamaku."
Edelweiss mendongak, menatap mata Leandro tidak percaya. "Dad tidak akan mengizinkan kita tinggal di apartemen yang sama."
"Dan aku tidak mungkin membiarkanmu tinggal sendirian dan berpotensi mengundang lelaki-lelaki brengsek datang ke tempat ini."
"Aku janji tidak akan mengulanginya lagi, Kak."
"Kau pikir aku akan mempercayaimu lagi? Kemasi barang-barangmu sekarang."
"Aku akan menelepon Dad dan mengatakan padanya kalau kau memaksaku tinggal bersamamu."
"Lakukan saja. Perlu aku tambahkan kalau kau membawa lelaki brengsek ke apartemenmu dan berciuman dengannya?"
"Kak Lee!" Edelweiss mendesah pasrah. "Aku tidak berciuman dengannya."
"Kemasi barang-barangmu sekarang."
"Tidak mau."
"Keras kepala! Oke, aku akan membereskannya untukmu."
Leandro masuk ke kamar Edelweiss, tidak peduli sekalipun gadis itu berteriak dan tidak ingin tinggal bersamanya. Tapi, Leandro tidak punya pilihan lain. Entahlah, dia sendiri tidak tahu kenapa bisa semarah itu melihat adiknya membawa lelaki lain masuk ke apartemen. Dan hampir berciuman. Atau bahkan jika saat itu ia tidak datang, mungkin lelaki brengsek itu sudah merusak gadis polosnya.
Membawa Edelweiss pindah ke apartemen yang sama dengannya, keputusan itu melintas begitu saja di benak Leandro. Mungkinkah itu adalah insting sebagai seorang kakak lelaki yang peduli pada adik perempuannya? Ya, semenyebalkan apa pun Edelweiss, bagaimanapun juga Leandro bertanggung jawab atas keselamatan gadis itu.
Leandro mengambil semua pakaian Edelweiss dari dalam lemari dan memasukkannya ke dalam koper. Edelweiss membantu kakaknya sembari bersungut-sungut kesal. Gadis itu membereskan semua skincare dan accessories dan pernak-pernik miliknya dari nakas.
"Kita membutuhkan box untuk membawa buku-buku milikku."
"Kita turun sekarang. Tinggalkan buku itu, nanti aku akan kembali untuk membereskannya."
"Bagaimana jika Dad tiba-tiba berkunjung ke sini?"
"Jangan cerewet, aku akan mengurusnya."
Leandro menutup koper, lalu membawanya keluar dari apartemen. Edelweiss berlari-lari kecil di belakangnya, menenteng tote bag dan beberapa tas branded miliknya. Mereka turun satu lantai menggunakan lift, kemudian masuk ke unit milik Leandro.
"Ingat, aku mengawasimu. Kalau kau sampai berani membawa laki-laki masuk ke tempat ini, aku benar-benar akan memulangkanmu ke Jakarta." Leandro meletakkan koper di kamar untuk Edelweiss.
"Oke, akan selalu mengingatnya."
"Bukan berarti aku mengizinkanmu berkencan di luar apartemen. Tugasmu di sini hanya belajar dengan baik, tidak ada kata-kata bersenang-senang apalagi terjerumus ke pergaulan yang tidak benar. Aku harap kau memahami ucapanku. Jika tidak memahaminya juga, perlu aku beri tindakan yang lebih keras?"
"Aku mengerti, Kak."
"Bagus. Bereskan pakaianmu." Leandro beranjak pergi.
"Kak Lee! Bantu aku membereskannya!" seru Edelweiss kesal. Namun, lelaki itu sudah menghilang di balik pintu kamarnya, meninggalkan Edelweiss yang harus kembali menata kamar barunya. Argh! Mimpi apa dia semalam sehingga kejadian buruk harus menimpanya seperti ini. Dan Albert, ah ... bagaimana keadaan lelaki itu?
Edelweiss duduk di atas ranjang, menyentuh bibirnya. Ia hampir mendapatkan ciuman pertamanya! Sialnya Leandro malah mengacaukannya! Gadis itu mencoba mengingat kejadian beberapa saat lalu. Sentuhan lembut Albert di wajahnya benar-benar membuat jantungnya berdetak kencang. Kalau boleh judul, ia sangat menyukai sensasi asing yang mengalir di dalam darahnya. Sesuatu yang baru kali ini ia rasakan. Dan itu terasa seperti ... candu. Jadi, mungkinkah rasanya berciuman juga akan memberikan sensasi yang lebih nikmat dari sekadar sentuhan itu?
"Leandro sialan!" umpat Edelweiss. "Seharusnya dia tidak mengacaukannya dan aku bisa mendapatkan ciuman pertama dari orang yang aku cintai!"
***
Edelweiss duduk di depan meja rias, tangannya sibuk mengeringkan rambut dengan hair dryer. Hari Minggu yang sangat membosankan. Sebelum ke London, Edelweiss selalu membayangkan hidupnya akan menyenangkan dengan kebebasan yang ia miliki. Tapi ternyata, justru lebih membosankan dibanding di Jakarta.
Leandro selalu saja tidak percaya jika Edelweiss meminta izin untuk pergi berjalan-jalan bersama Hilda. Ya, kejadian bersama Albert memang cukup membuat Leandro memperketat penjagaannya. Padahal, apa salahnya jika gadis berusia 17 tahun berciuman dengan lelaki yang dicintainya? Hanya berciuman, tidak lebih. Lagipula Edelweiss juga tidak akan bertindak konyol dengan memberikan mahkotanya yang berharga pada seorang lelaki. Seperti yang selalu diingatkan oleh kedua orang tuanya, Edelweiss hanya akan memberikan kesuciannya pada lelaki yang menjadi suaminya nanti.
Apa yang Leandro takutkan? Leandro jelas tahu bahwa Edelweiss pemegang sabuk hitam karate. Jika ada lelaki yang berani macam-macam dengannya, Edelweiss bisa dengan mudah menghajarnya. Masuk akal, bukan? Oke, tapi sepertinya Edelweiss lupa, hal yang paling sulit dikalahkan dalam hidup adalah melawan hawa nafsu. Dia masih harus belajar tentang itu.
Suara bel pintu membuyarkan pikiran Edelweiss, sesaat ia berhenti menggunakan hair dryer di tangannya. Menunggu sampai Leandro membukakan pintu, tetapi bel masih saja berbunyi pertanda tidak ada siapa pun yang menyambut tamu. Edelweiss mengalah, ia meletakkan hair dryer, lalu mengencangkan tali bathrobe di pinggangnya.
Begitu pintu terbuka, Edelweiss dibuat terkejut oleh wanita yang berdiri tegak di hadapannya. Rebecca. Oh, astaga! Seketika Edelweiss menyesal karena sudah membuka pintu.
"Kau ... menginap di sini?" tanya Rebecca. Tak bisa dipungkiri, wajah wanita itupun tidak kalah terkejutnya dengan Edelweiss.
"Eh ... sebenarnya ... aku ... emmm ...."
"Dia tinggal bersamaku." Leandro tiba-tiba datang dan memeluk Edelweiss dari belakang.
"Maaf, sepertinya aku mengganggu kalian."
"Tidak," bantah Edelweiss panik. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan."
"Kenapa malu, Baby? Kita sama-sama sudah dewasa. Semua orang pasti tahu apa yang terjadi ketika sepasang kekasih tinggal di atap yang sama."
"Kak Lee!" Edelweiss menyikut rusuk Leandro.
Rebecca mencoba memasang senyum di wajahnya dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah amplop berwarna gold. "It's okay. Aku ke sini hanya ingin mengantarkan undangan pertunanganku. Aku mengundang kalian secara resmi, aku harap kalian meluangkan waktu untuk datang."
Leandro mengambil surat undangan yang disodorkan Rebecca. "Tentu saja kami akan datang. Kami turut bahagia atas pertunanganmu."
"Terima kasih. Kalau begitu aku pergi sekarang. Sampai jumpa di acara pertunanganku nanti." Lagi-lagi Rebecca tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Wanita itu berbalik dan melangkah dengan anggun meninggalkan Leandro dan Edelweiss.
Edelweiss melepaskan diri dari pelukan Leandro. Ia berkacak pinggang dan menatap Leandro kesal. "Kau membiarkan Rebecca salah paham lagi. C'mon! Jangan membuatku selalu terlihat seolah aku ini wanita murahan! Berciuman saja tidak pernah, tetapi mereka akan menganggapku seseorang yang tidak memiliki harga diri!"
"Jangan cerewet! Hal seperti itu sudah lumrah di sini."
"Jangan samakan aku dengan orang-orang di sini. Oh, astaga! Aku ini gadis suci yang belum terjamah oleh tangan-tangan kotor lelaki. Aku hanya akan memberikan mahkotaku untuk suamiku nanti."
"Oke! Kita lihat saja seberapa lama kau bisa mempertahankan mahkotamu. Baru 2 minggu di London saja kau sudah mengundang seorang lelaki ke dalam apartemen dan hampir menyerahkan diri ke pelukan lelaki brengsek itu."
"Oh, seharusnya kau tidak perlu cemas. Aku sangat pandai mengendalikan diri, jadi tidak mungkin terjerumus ke sesuatu yang terlarang. Aku tahu di mana batasannya."
"Kau benar-benar polos, Tuan Putri. Kau tidak tahu bagaimana seekor serigala berpura-pura menjadi domba hanya agar kelinci buruannya bisa dengan mudah masuk ke dalam perangkapnya?"
"Hoho ... Sayangnya aku bukan kelinci bodoh yang bisa dengan mudah terperangkap oleh serigala." Edelweiss mendekatkan wajahnya dengan wajah Leandro, tersenyum meremehkan. "Aku ... seekor kupu-kupu yang terbang bebas di udara, dan itu akan menyulitkan serigala untuk menangkapku. Kau harus mengingat itu dengan baik, Tuan Muda."
Edelweiss mengedipkan sebelah mata, kemudian berlari menjauh sebelum Leandro memukulnya. Di ambang pintu kamar, gadis itu membalikkan tubuh dan berseru pada kakaknya. "Aku harap ini terakhir kalinya kau berpura-pura romantis padaku di depan Rebecca. Aku tidak ingin membuat drama ini lebih panjang lagi. Aku menginginkan kebebasan, bukan terkekang karena harus bersikap seolah aku ini seseorang yang mencintaimu. Padahal, lelaki dingin sepertimu sama sekali tidak masuk dalam kriteria pria idamanku!"
***
To be Continued
21 Januari 2023
Part terbaru di KaryaKarsa udah update ya.. Udah sampai Part 24..
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro