Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 7

Suasana di salah satu restoran Westfield Stratford City cukup ramai. Hampir seluruh meja penuh oleh pengunjung, baik dari kalangan turis mancanegara maupun warga setempat. Beberapa di antara mereka merupakan keluarga besar yang sedang makan bersama, beberapa yang lain pasangan kekasih, dan ada pula yang datang bersama teman untuk sekadar mengobrol sembari menyantap makan malam. Seperti yang dilakukan dua orang pria di meja paling ujung, duduk saling berhadapan dengan dua cangkir kopi yang mengepul hangat. Axelle dan Dean.

"Sebentar lagi anak-anak sampai." Axelle melirik jam Rolex di pergelangan tangannya.

"Lama tidak bertemu Edelweiss, dia pasti tumbuh menjadi gadis yang cantik seperti ibunya."

"Dia menjadi salah satu primadona di sekolahnya, dan itu cukup menyulitkanku dalam mengawasi pergaulannya."

"Aku percaya itu. Cantik, baik hati, dan memiliki pribadi yang menyenangkan. Sudah pasti akan banyak lelaki yang terjerat ke dalam pesonanya." Dean menyeruput kopi hitamnya. "Leandro di sini pun tumbuh dengan baik. Di manapun ia berada, ia selalu menjadi pusat perhatian para gadis yang ingin mendapatkan cintanya. Tapi hanya satu orang gadis yang berhasil memenangkan hatinya. Rebecca, aku pernah bertemu satu kali dengannya. Dia wanita yang cantik dan pintar, sangat serasi dengan Leandro."

"Kau masih mengingat perjanjian kita, bukan?"

"Tentu saja."

"Sekali lagi aku ingatkan, jangan katakan pada siapa pun bahwa Leandro bukan anak kandungku, apalagi sampai dia tahu bahwa kau ayah biologisnya. Rahasia ini harus tetap tersimpan dengan rapi, sampai kapanpun."

"Aku mengerti. Tenang saja, lagipula aku juga tidak tega melukai perasaannya dengan memberitahu fakta yang sebenarnya. Melihatnya tumbuh saja aku sudah bahagia, dan aku tidak membutuhkan pengakuan. Aku tahu, meski dia terlihat dingin dengan kalian semua, sebenarnya dia sangat menyayangi kalian."

"Aku titip Edelweiss di sini. Tolong bantu Leandro mengawasi Edelweiss, jangan sampai putriku terjerumus pada pergaulan yang salah."

"Tentu saja. Aku juga sudah menganggap Edelweiss seperti putriku sendiri. Lagipula Leandro pasti akan menjadi bodyguard untuknya. Meski sikapnya dingin, tetapi sejak kecil dia selalu menyayangi adiknya dengan caranya sendiri."

"Ya. Rasa sayang Leandro terhadap adiknya jauh lebih besar dibanding kebenciannya. Aku harap Edelweiss tidak akan merepotkan kalian di sini."

"Aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Aku justru merasa senang dengan kehadiran Edelweiss. Seperti yang kau, aku dan istriku saat ini hanya memiliki 2 orang anak laki-laki. Padahal kami juga menginginkan anak perempuan. Jadi, sudah pasti Edelweiss akan menjadi kesayanganku." Dean tertawa.

Seorang gadis berlari-lari menghampiri mereka. Di belakangnya, Leandro membuntuti adiknya dengan malas. Lain halnya dengan Edelweiss yang matanya berbinar dan selalu menampakkan wajah ceria.

"Hai, Uncle Dean! Long time no see!" seru Edelweiss.

Dean beranjak dari tempat duduknya dan memeluk Edelweiss. "Wah, keponakanku semakin bertambah cantik saja. Sudah berapa banyak lelaki yang jatuh cinta padamu?"

"Semua lelaki jatuh cinta padaku, Uncle. Kecuali satu orang, lelaki yang baru saja berjalan di belakangku."

"Tentu saja dia tidak mungkin jatuh cinta padamu, karena dia kakakmu." Dean tertawa lebar, mengacak puncak kepala Edelweiss dengan penuh kasih sayang.

"Jika dia bukan kakakku, dia pasti jatuh cinta padaku kan?" Edelweiss mengedipkan sebelah mata.

Dean menarik sebuah kursi dan membantu Edelweiss duduk di sana. "Aku rasa begitu."

Leandro duduk di samping ayahnya. "Semua lelaki jatuh cinta padamu? Bulshit! Mereka yang terang-terangan mendekatimu bukan berarti jatuh cinta padamu. Hanya ada dua alasan. Pertama, mereka ingin memanfaatkan uangmu. Kedua, mereka hanya penasaran pada gadis polos sepertimu. Lengah sedikit saja, kau akan menjadi korban dari kebrengsekan mereka. Benar begitu, Dad?"

"Aku setuju denganmu, Lee. Karena itu aku mempercayakan adikmu padamu. Jaga dia agar tidak terjerumus pada pergaulan yang salah."

"Sebenarnya aku malas berurusan dengan bocah itu. Tapi aku tahu Dad akan memaksaku, dan aku tidak punya pilihan lain."

"Aku anggap kau bersedia." Tatapan Axelle beralih pada putrinya. "Jadilah anak baik, Sayang. Jangan merepotkan kakakmu. Satu hal yang harus kau ingat, budaya barat dan timur sangatlah berbeda. Apa pun alasannya, Dad tidak akan membenarkanmu terperosok ke pergaulan yang salah. Jangan membuat Mom cemas, kau harus tetap menjadi gadis kebanggaan kami, yang selalu menjaga mahkota di manapun kau berada."

"Aku akan mengingat semua pesanmu, Dad. Dan aku berjanji akan selalu menurut pada Kak Lee."

"Besok Dad akan kembali ke Jakarta, ada banyak pekerjaan di kantor. Sebagai gantinya, Uncle Dean yang akan membantumu mengurus pendaftaran di kampus."

"Oke, thanks Uncle Dean."

"You are welcome, Princess. Aku sangat senang kau tinggal di London. Sering-seringlah bermain ke rumahku. Istriku pasti senang mengobrol denganmu," ucap Dean.

"Karena Lee sudah menyanggupi, ayo kita pesan makanan sekarang." Axelle memberikan buku menu pada putrinya. "Setelah ini Dad akan menemanimu shopping."

"Boleh belanja sepuasnya?"

"Boleh, asalkan itu barang yang kau butuhkan."

Edelweiss menghampiri ayahnya dan mengecup pipi lelaki itu. "Thanks, Dad. Kau ayah terbaik di dunia."

Leandro mendengus melihat kelakuan adiknya. "Dasar bocah manja."

***

Leandro berdiri di depan pintu unit yang ditinggali Edelweiss. Ia menarik napas panjang, ini untuk pertama kalinya ia berkunjung ke kamar adiknya setelah ayahnya kembali ke Jakarta. Apa Leandro sangat mencemaskan keadaan Edelweiss sehingga ia ingin cepat-cepat datang dan memastikan bocah itu dalam keadaan baik-baik saja?

Oh, tentu tidak. Rasanya Leandro tidak sepeduli itu. Bahkan seandainya detik itu sekelompok penjahat datang untuk merampok adiknya, Leandro tidak peduli. Leandro akan menjadi penonton dan bertepuk tangan melihat adiknya sengsara. Persetan dengan permintaan Dad yang ingin Leandro menjaga Edelweiss. Jika sesuatu terjadi pada bocah itu, anggaplah itu sebagai sebuah musibah yang berada di luar kendalinya. Ah ya, lagipula Edelweiss pandai bela diri, jadi Leandro benar-benar tidak perlu mencemaskan apa pun.

Leandro menekan kode PIN sebagai akses masuk. Dia membuka pintu dan menerobos ke dalam ruangan. Baru juga selangkah, dia mengumpat karena menemukan adiknya sedang berbaring di sofa sembari membaca buku. Yang membuat Leandro kesal, gadis itu hanya mengenakan hot pants dan bra berwarna hitam.

Leandro cepat-cepat membalikkan badan, tidak ingin menatap Edelweiss. "Tidak tahu malu! Baru juga beberapa hari di London tetapi kau sudah berani berpakaian seksi?"

"Salahkah selagi aku berada di apartemenku sendiri? Tidak ada orang yang melihatku."

"Kau tidak menganggapku orang?"

"Ah ya, pengecualian untukmu. Kau sendiri yang berkata tidak akan bergairah sekalipun melihatku telanjang."

"Cepat pakai bajumu, Bodoh!"

"Aish, jangan salahkan aku! Salahkan dirimu sendiri kenapa masuk ke apartemen orang lain tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu?" Edelweiss menyambar sweater yang tersampir di sofa lalu memakainya.

"Anggaplah ini sidak dadakan kalau-kalau kau membawa lelaki masuk ke dalam sini."

"Oke, aku baru ingat kalau memang sudah tabiatmu kau selalu menyerobot masuk ke kamarku."

Leandro duduk di sofa seberang Edelweiss. "Aku datang ke sini untuk membahas beberapa peraturan yang harus kau taati selagi kau berada dalam pengawasanku."

Edelweiss tersenyum lebar, memasang wajah semanis mungkin. "Aku sudah berjanji akan menjadi anak penurut."

"Pertama, setiap pagi aku akan mengantarmu berangkat ke kampus, tetapi tidak akan menjemputmu karena aku mulai bekerja di kantor temanku."

"Noted."

"Kedua, pastikan kau selalu mengabariku ketika sudah sampai di apartemen."

"Okay."

"Ketiga, kau tidak boleh pergi tanpa seizinku."

"Peraturan disetujui."

"Keempat, aku memberlakukan jam malam untukmu. Jam 8 malam, kau harus sudah berada di apartemen."

"Wait! Aku bukan anak kecil, kita mundurkan sampai jam 9 saja."

"Di sini aku yang membuat peraturan dan kau harus mematuhinya, bukan menawarnya. Kau pikir sedang membeli cabai di pasar?"

"Oh, baiklah. Apa pun katamu."

"Kelima, selama study, dilarang menjalin hubungan percintaan dengan lelaki. Begitu pula dengan teman lelaki, sebelum berteman dengannya harus melewati seleksiku terlebih dahulu."

"Tidak setuju!" sergah Edelweiss. "Peraturan macam apa itu, Kak? Peraturan Dad saja tidak seketat peraturan yang kau buat."

"Ada beberapa hal yang harus kau catat. Lelaki di sini sangat jauh berbeda dengan lelaki di Indonesia. Lagipula, satu hal yang tidak boleh kau lupakan. Kau sedang berpura-pura menjadi kekasihku. Apa jadinya kalau kau berjalan dengan lelaki lain dan Rebecca melihatnya? Skenario yang aku buat akan hancur begitu saja."

"Tapi—"

"Tidak menerima penolakan."

"Ini tidak adil untukku!"

"Mau aku telepon Dad dan katakan padanya kalau kau tidak bisa diatur? Yeah, aku bisa dengan mudah memutarbalikkan fakta dan membuat Dad menarikmu kembali ke Indonesia."

"Okay! Fine!" Edelweiss merengut. "Oh, astaga! Kau yang berbohong pada Rebecca tetapi aku yang repot. Seharusnya kau tidak melibatkanku ke dalam hubungan rumit kalian. Jika masih cinta, kenapa melukainya?"

"Kau tidak tahu apa-apa, Bocah Manja! Jadi lebih baik kau diam jika tidak ingin aku membuatmu menderita di tempat ini!" Leandro mencubit pipi adiknya dengan gemas.

"Aaaah ... Sakiiiiit!" Edelweiss menepis tangan lelaki itu.

"Kau sudah berjanji akan menjadi anak penurut. Kau lupa, hmmm?" Kali ini Leandro mengacak rambut Edelweiss, lalu beranjak pergi meninggalkannya. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman, puas karena akhirnya bisa membuat bocah menyebalkan itu takluk padanya.

***

To be Continued
07 Januari 2024

Di KaryaKarsa udah sampai Part 20 ya





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro