Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 6

"Hai, aku Alfred." Alfred berjabat tangan dengan Edelweiss.

"Edelweiss."

"Nice to meet you."

"Likewis." Edelweiss tersenyum pada Alfred, lalu mengalihkan pandangannya pada Leandro. "Di mana kamarnya? Aku ingin beristirahat."

"Bagaimana kau bisa sampai di sini?" Leandro menarik koper Edelweiss dan memasukkannya ke dalam ruangan.

Edelweiss membuntuti lelaki itu, masuk ke sebuah kamar yang tidak terlalu besar. "Aku datang bersama Dad. Tapi sekarang Dad sedang menemui Uncle Dean. Nanti Dad menyusul ke sini."

Leandro meletakkan koper di sudut kamar. Ia bersandar di dinding, kedua tangannya menyilang di dada. "Aku tidak ingin mendengar bahwa kau akan tinggal di London dan kuliah di sini."

"Sayangnya itu yang baru saja akan kukatakan. Dad sudah mengizinkannya."

"Aku tidak sudi tinggal seatap denganmu."

"Tenang saja, Uncle Dean sudah mencarikan apartemen untukku. Di gedung yang sama denganmu, tapi di lantai 32. Satu lantai lebih tinggi dibanding kamarmu."

"Aku akan membuat Dad berubah pikiran dan membawamu kembali ke Jakarta."

"Mana bisa begitu? Keputusan Dad sudah bulat, lagipula ada Uncle Dean yang akan membantumu menjagaku."

"I don't care! Aku jelas menolak kehadiranmu di kota ini!" Leandro membanting pintu dan kembali ke ruang tamu. "Aku benar-benar bisa gila dibuatnya."

"Why?"

"Bocah itu akan kuliah di sini dan tinggal di unit atas." Leandro menyandarkan punggungnya di sofa, memijit keningnya.

"Bukankah itu bagus?"

"Sehari saja berada di dekatnya, kepalaku serasa mau pecah."

Alfred menepuk pundak Leandro, kemudian berbisik padanya. "Kau bisa memanfaatkan adikmu untuk membuat Rebecca cemburu."

"Kau sudah gila?"

"Setelah semua ideku kau tolak, aku rasa ini opsi terakhir untukmu. Lagipula selama ini Rebecca tidak tahu kau punya adik. Dan lebih meyakinkan lagi karena Rebecca sudah berpikir bahwa kau pernah tidur dengan Edelweiss. Aku yakin, jika Rebecca melihatmu bermesraan dengan Edelweiss, dia akan kepanasan dan menyesal karena telah mengkhianatimu."

"Kau pikir aku akan menerima ide gilamu? Tidak akan pernah. Lebih baik kau pergi sekarang. Sejak tadi kau membuatku sakit kepala mendengar ide-ide gilamu."

"Aish, tidak tahu terima kasih." Alfred menyambar jaket yang tersampir di punggung sofa dan memakainya. "By the way, lain kali boleh aku mengajak adikmu berkencan? Sepertinya aku tertarik padanya."

"Ingin tahu rasanya kepalamu dihantam botol?" Leandri mengangkat botol wine dan matanya menatap Alfred tajam.

Alfred tertawa. "Kau bilang membenci adikmu, tapi ternyata peduli juga."

***

Westfield Stratford City merupakan salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Eropa yang berlokasi di Stratford, London Timur. Mall 3 lantai dengan interior yang sangat megah itu terdapat 250 toko dan lebih dari 70 restoran. Aneka barang branded terpajang di store masing-masing. Pengunjung tidak hanya berasal dari warga London, melainkan juga para wisatawan mancanegara.

Edelweiss setengah berlari mengejar Leandro, berusaha menyejajarkan langkahnya dengan lelaki itu. Ketika sudah berada tepat di samping Leandro, Edelweiss buru-buru menggamit lengannya. Bersama-sama memasuki pintu lobby.

"Jangan cepat-cepat, nanti aku tertinggal," ucap Edelweiss.

"Menyingkir!" Leandro menepis tangan Edelweiss. "Kalau bukan karena Dad yang menyuruh, aku malas pergi keluar bersamamu."

"Huh, kejam. Teman-temanku selalu bercerita kalau kakak laki-laki mereka sangat memanjakan mereka. Tapi kenapa kau berbeda?"

"Karena aku tidak pernah menganggapmu sebagai adik, masih belum mengerti juga? Salahmu sendiri kenapa menyusulku ke London. Sudah kubilang aku malas berada di dekat pengacau sepertimu. Lebih baik sekarang kau diam, suaramu membuat kepalaku sakit."

Edelweiss mendengus. Terpaksa ia berjalan di samping kakaknya dan berusaha menyesuaikan langkahnya. Leandro tersenyum miring, senang bisa menyiksa adiknya dengan cara seperti ini. Lihatlah bagaimana Edelweiss terpontang-panting demi tidak tertinggal dan terpisah darinya.

"Leandro!" Suara seorang wanita yang tidak asing di telinga, mengalihkan perhatian Leandro.

Lelaki itu menoleh dan menemukan Rebecca berdiri tidak jauh darinya. Refleks Leandro menghentikan langkahnya.

"Lama tidak berjumpa. Bagaimana kabarnya?" Rebecca tersenyum.

"I'm good. Kau sendirian?"

"Tidak. Aku bersama teman-temanku." Rebecca menunjukkan sekumpulan wanita di salah satu store tas branded. "Dari jauh aku tidak sengaja melihatmu. Kebetulan sekali aku ingin mengundangmu ke acara pertunanganku 2 minggu lagi. Jangan lupa datang ya."

Pertunangan? Leandro menarik napas panjang. Mendengar kabar pertunangan wanita yang dicintainya tentu saja cukup menyakitkan. Argh! Cinta, rindu, dan rasa kecewa bercampur menjadi satu.

"Oke, aku usahakan."

"Kau sedang berbelanja?"

"Ya, aku ingin membelikan perhiasan untuk kekasihku." Leandro menarik pinggang Edelweiss agar merapat padanya. "Benar begitu, Baby?"

"Eh?" Edelweiss mengerutkan dahi, tetapi Leandro cepat-cepat menatapnya penuh ancaman.

"Bukankah kau pernah berjanji akan menjadi penurut jika aku mengizinkanmu kuliah di London? Jangan membantah, aku tahu kau tidak menyukai barang mewah, tetapi sebagai bukti cintaku padamu, aku akan membelikan apa pun yang kau inginkan."

"Kak Lee, kau—"

"Menurut saja padaku, Baby." Leandro mengecup puncak kepala Edelweiss, kemudian tersenyum pada Rebecca. "Aku sedang buru-buru, ada banyak tempat yang akan kami datangi setelah ini."

"Oke." Rebecca tersenyum tipis.

Leandro mengajak Edelweiss pergi dari hadapan Rebecca. Lengan lelaki itu masih merangkul pinggang adiknya, berlagak seolah-olah mereka adalah pasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara. Wait! Jadi sekarang Leandro mengikuti ide gila Alfred dengan menjadikan Edelweiss sebagai kekasih pura-puranya?

Sungguh, Leandro sama sekali tidak pernah menyiapkan skenario itu. Dia melakukannya begitu saja, tanpa berpikir lebih jauh. Oke, setidaknya ia bisa berpura-pura tegar di hadapan Rebecca. Padahal, dunianya sudah hancur atas pengkhianatan wanita itu. Tentu saja Leandro tidak ingin terlihat memperlihatkan rasa sakitnya. Bukankah memalukan jika Rebecca tahu sampai detik ini Leandro tidak pernah berhenti mencintainya? Rebecca bahkan sudah memilih lelaki lain untuk dijadikan calon suaminya. Sedangkan Leandro, masih berperang dengan perasaannya sendiri, antara cinta, kecewa, dan rindu.

"Apa-apaan ini, Kak Lee?" Edelweiss berusaha menyingkirkan rangkulan Leandro.

"Biarkan seperti ini sebentar saja. Dia masih melihatku."

"Siapa dia? Dan kau bilang aku kekasihmu? Kau amnesia kan, Kak?"

"Diam dan jangan tanyakan apa pun."

"Ah ya, aku tahu. Dia mantan kekasihmu dan kau berusaha membuatnya cemburu. Tapi kenapa harus memanfaatkan adikmu sendiri? Ini tidak benar, lebih baik kau cari wanita lain dan—"

"Berisik! Kau harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah kau perbuat."

"Hei, bertanggung jawab apa? Aku tidak merasa melakukan kesalahan apa pun."

"Kau yang membuat hubungan kami harus berakhir."

"What? Aku tidak mengerti maksudmu. Melihatnya saja baru kali ini. Lalu bagaimana bisa aku merusak hubungan kalian?"

"Kau lupa saat menerima video call di kamarku? Dia pikir aku tidur denganmu, Bodoh!"

"Ah ya, aku ingat. Dia tidak percaya dengan penjelasanmu? Kalau begitu biar aku yang jelaskan padanya bahwa aku adikmu dan tidak mungkin melakukan hal itu!" Edelweiss membalikkan tubuhnya, bersiap kembali pada Rebecca, tetapi Leandro terlebih dulu merangkulnya lagi.

"Kau tidak mengerti permasalahannya, Bodoh! Jangan ikut campur urusanku. Kau cukup diam dan mengikuti permainanku."

"Kak, kau tidak sedang berencana untuk melibatkanku ke dalam hubungan rumit kalian kan? C'mon! Aku tidak mau lagi berpura-pura menjadi kekasihmu."

"Kalau begitu kau bisa pulang ke Jakarta dan buang mimpimu untuk kuliah di London. Aku tidak akan bersedia menjagamu dan Dad akan berubah pikiran."

"Mana bisa begitu?"

"Penawaran tidak datang dua kali. Terima atau—"

"Oke, aku menerimanya."

"Deal?" Leandro mengulurkan tangan pada Edelweiss.

"Deal." Edelweiss menjabat tangan kakaknya. "Tapi sampai kapan? Kau yakin rahasia ini tidak akan terbongkar? Bagaimana jika Mom dan Dad tahu?"

"Tidak akan ada yang tahu selagi kau tidak memberitahu mereka."

Mereka berhenti di depan lift. Pintu terbuka dan mereka pun masuk ke dalamnya. Begitu lift tertutup, Leandro melepaskan rangkulannya dan menjaga jarak dengan Edelweiss. Ia menekan angka 3, lift pun meluncur ke lantai tujuan.

"Jangan kira aku senang berdekatan denganmu. Aku terpaksa melakukannya," ucap Leandro lirih.

"Kau pikir aku menyukainya?" Edelweiss mencebikkan bibirnya. "Aku sama sekali tidak pernah berharap bisa dekat dengan lelaki dingin sepertimu. Aku menyukai lelaki Prince Charming yang akan selalu bersikap romantis padaku. Ah ya, jangan-jangan kau hanya mengada-ada tentang alasan berakhirnya hubunganmu dengan Rebecca. Bukan aku penyebabnya, tetapi karena dia bosan pada lelaki sepertimu?"

Leandro melemparkan tatapan tajam pada adiknya. "Katakan itu sekali lagi, aku akan membuat hidupmu tidak tenang selamanya."

"Aku hanya bercanda!" Edelweiss tertawa lebar, sama sekali tidak takut pada ancaman kakaknya.

Edelweiss tahu benar, meski Leandro terlihat membencinya, tetapi rasa sayang terhadapnya jauh lebih besar dibanding kebenciannya. Setidaknya itu yang dikatakan Dad. Dan Edelweiss mempercayainya.

Gadis itu menggembungkan kedua pipinya. Kejadian beberapa saat lalu benar-benar membuatnya terkejut. Semoga saja ini untuk terakhir kalinya Leandro mempertemukannya dengan Rebecca. Ayolah, Edelweiss tidak pandai berakting, apalagi berpura-pura romantis dengan kakaknya sendiri. Itu sangat menggelikan, bukan?

Sayangnya, mereka tidak menyadari jika kebohongan itu justru akan menjebak mereka ke dalam sebuah perasaan yang tidak seharusnya hadir di antara kakak beradik. Leandro lupa, yang berada di dekatnya bukan lagi bocah perempuan berusia 6 tahun yang selalu berkelahi dengannya. Bocah itu telah bermetamorfosis menjadi seekor kupu-kupu yang mengepakkan sayap indahnya, terbang berputar-putar di hadapan Leandro dan memperlihatkan pesonanya. Sialnya, cinta memang datang tanpa diundang. Biarkan waktu yang berbicara, hingga mereka menyadari jika mereka seperti dua kutub magnet yang berlawanan arah, saling tarik menarik satu sama lain.

***

To be Continued
29 Desember 2023

Part terbaru di KaryaKarsa sudah update ya 🥰🥰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro